Senin, 11 November 2013

PENDIDIKAN PADA MASA VOC



PENDIDIKAN PADA MASA VOC

Badan Tertinggi VOC
1617
Heeren XVII


 



      Bagian timur Indonesia (Ambon)                                                          Batavia           Penyebaran agama protestan atas agama                                       Pusat administrasi VOC
katolik yang telah mengakar pada masyarakat


 
                                                                                                   1630                            1636
           1607            1632             1645                               Sekolah pertama            Tiga sekolah
Sekolah pertama 16 sekolah  33 sekolah
                                               1.300 guru

·         1643 bahasa Belanda diterapkan dalam bahasa pengantar
·         1780 penerapan bahasa Belanda lebih ditekankan
·         1786 dihapuskan dengan alasan sulit dimengerti
·         Pelajaran yang diajarkan adalah membaca, menulis, berhitung,
menyanyi, dan pelajaran agama.


PENDIDIKAN PADA ABAD XIX

·         Pertengahan abad XVIII, VOC dibubarkan karena perdagangan mengalami kerugian demi kerugian yang dibarengi peralihan kekuasaan atas Hindia Belanda terhadap VOC untuk wilayah nusantara.
·         1808, Daendels menginstruksikan regen-regen Jawa di bagian utara dan timur untuk mendirikan sekolah atas biaya sendiri.
·         1817 didirikan sekolah untuk anak Belanda.
·         1848 untuk pertama kali dalam sejarah kolonial yaitu memberikan uang 25.000 Golden untuk pembangunan sekolah bagi anak pribumi.
·         Dengan alasan kurang biaya dalam hal pembangunan sekolah, maka pada tahun 1849 hanya 2 sekolah yang dibangun. Dengan catatan mempersiapakan pegawai dari orang pribumi, dan yang berhak mengenyam pendidikan adalah anak pribumi dari kalangan menengah ke atas.

Sekolah Guru


 


                                 1852                   1856                          1862                  1866
                                 Solo      Bandung & Problinggo     Bukittinggi        Tanah Batu

·         Bahasa Belanda tidak digunakan sebelum tahun 1869 (sekolah khusus di Ambon) dengan alasan jika pribumi mengetahui bahasa Belanda, akan mengancam kepentingan Belanda khususnya kepentingan ekonomi.
·         Pelajaran yang diajarkan pada sekolah meliputi geografi, biologi, geometri, berhitung, pengetahuan alam, pertanian, dan ilmu mengukur tanah.
·         Berbeda dengan pendidikan pada masa VOC, pada abad ini pendidikan agama tidak lagi diajarkan, melainkan ilmu-ilmu terapan yang diprioritaskan.
·         Alasan ilmu terapan yang diprioritaskan:
1.   Ilmu ini langsung dapat diterapkan dalam kehidupan
2.   Lulusan yang dihasilkan dapat memperlancar misi pemarintahan Hindia Belanda di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi.

1892
Reorganisasi sistem pendidikan


 
     Kelas satu dengan pelajaran bahasa Belanda                     Kelas dua tanpa bahasa Belanda

·         1893 semua pelajaran dihapuskan kecuali pada kelas satu.
·         Menurut Sartono Kartodirdjo pendidikan pada abad XIX menunjukan kecenderungan yang ditentukan oleh politik pendidikan khususnya dan politik kebudayaan pada umumnya:
1.      Pengajaran bersifat netral dan sesuai dengan aliran liberalisme yang dianut, pengajaran tidak didasarkan pada aliran agama sehingga pelajaran agama tidak diberikan.
2.      Keengganan untuk memasukkan pelajaran bahasa Belanda dalam kurikulum pendidikan. Politik bahasa yang ditempuh lebih memperhatikan unsure keudayaan dan kesukarelaan.
3.      Pendirian sekolah lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan praktis yang berhubungan dengan berbagai bidang pekerjaan.
4.      Terdapat gagasan yang kuat bahwa sekolah pribumi lebih berakar pada lingkungan kebudayaan, sehingga bahasa pengantar harus bahasa Daerah.
·         Hingga abad XX,  jumlah keseluruhan sekolah mencapai 1.501 sekolah.
·         Kesempatan memperoleh pendidikan ala barat bagi kalangan pribumi lebih terbuka pada saat diberlakukannya rezim kolonial baru (Politik Etis; 1901) yang diusulkan oleh pejabat peradilan Belanda, Van Deventer yang diresmikan oleh pidato ratu Wilhelmina di depan masyarakat Belanda.














PENDIDIKAN
DEFENISI PENDIDIKAN
---->PENDIDIKAN DALAM ARTI LUAS ----->Pendidikan adalah hidup (life is aducation) maksudnya adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positip bagi pertumbuhan dan perkembangan individu.
---->Pengalaman belajar dapat berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat.Pendidikan adalah segala sesuatu dalam kehidupan yang mempengaruhi pembentukan berpikir,dan ertindak individu.Pendidikan merupakan merupakan proses tanpa akhir.

---->PENDIDIKAN DALAM ARTI SEMPIIT : Pendidikan dalam prakteknya identik dengan persekolahan (scholling) yaitu : pengajaran Formal dibawah kondisi-kondisi terkontrol.Pedidikan adalah sekolah (pendidikan yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan Formal.

ASPEK yang dipertimbangka dalam Pendidikan
  1. Penyadaran
  2. Pencerahan
  3. Pemberdayaan
  4. Perubahan perilaku
Defenisi pendidikan secara umum
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991:232) pendidikan berasal dari kata didik ,lalu diberikan kata Awalan kata me sehingga menjadi mendidik yang artinya : memelihara dan member latihan.dalam memelihara dan member latihan diperlukan adanya ajaran,tuntunan dan pimpinan mengenai ahklak dan kecerdasan pemikiran.
JHON DEWEY pendidikan adalah suatu proses makna pengalaman.

Hasil diskusi dengan Almarhum Prof. Hasaruddin Manra.M.ed
Pendidikan menghasilkan orang yang terdidik
1.berpengetahuan
2.sikap--->adalah hasil belajar(tingkah laku seseorang),kesiapan untuk bertindak.
3.Keterampilan
Pengetahuan biasa ----->mencium bau
Mengajar mendidik dan mengajar tidak mendidik. Mengajar mendidik harus sesuai dengan Norma kesusilaan masyarakat.

Sejarah Nusantara

                                                                 
                                                               Sejarah Nusantara
Istilah Sejarah Nusantara dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di Kepulauan Indonesia sebelum berdirinya Republik Indonesia.
 Zaman pra-sejarah
Migrasi manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba "out of Africa". Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM.
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan). Tokoh Dewawarman adalah orang pertama yang memperkenalkan model tata pemerintahan yang lebih maju itu. Dewawarman melanjutkan dan memajukan wilayah kekuasaan tokoh Aki Tirem.
Zaman pra-kolonial
Kerajaan Hindu/Buddha
     Kerajaan Salakanagara
     Kerajaan Tarumanagara
     Kerajaan Kutai
     Kerajaan Sriwijaya
     Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
     Kerajaan Kalingga
     Kerajaan Keritang
     Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)
     Kerajaan Medang
     Kerajaan Kahuripan
     Kerajaan Kediri
     Kerajaan Kanjuruhan
     Kerajaan Janggala
     Kerajaan Singasari
     Kerajaan Majapahit
     Kerajaan Dharmasraya
     Kerajaan Pajajaran
     Kerajaan Blambangan
     Kerajaan Sailendra
     Kerajaan Sanjaya
     Kerajaan Isyana
     Kerajaan Negara Daha
     Kerajaan Negara Dipa
     Kerajaan Tanjung Puri
     Kerajaan Nan Sarunai
     Kerajaan Kuripan
     Kerajaan Tulang Bawang

Kerajaan Islam

     Kepaksian Sekala Brak
     Kesultanan Aceh
     Kesultanan Asahan
     Kerajaan Kemuning
     Kerajaan Batin Enam Suku
     Kerajaan Indragiri
     Kesultanan Banten
     Kesultanan Bima
     Kesultanan Bulungan
     Kesultanan Buton
     Kesultanan Cirebon
     Kesultanan Lingga-Riau
     Kesultanan Deli
     Kesultanan Dompu
     Kesultanan Demak
     Kesultanan Gowa
     Kesultanan Jambi
     Kesultanan Kota Pinang
     Kesultanan Kutai
     Kesultanan Langkat
     Kesultanan Pajang
     Kesultanan Mataram
     Kesultanan Kartasura
     Kesultanan Pagaruyung
     Kesultanan Palembang
     Kesultanan Pontianak
     Kesultanan Samawa
     Kesultanan Sambas
     Kesultanan Serdang
     Kesultanan Siak Sri Inderapura
     Kerajaan Tanjungpura
     Kesultanan Ternate
     Kesultanan Tidore
     Kerajaan Sumedang Larang
     Kasunanan Surakarta
     Kasultanan Yogyakarta
     Mangkunagaran
     Kadipaten Paku Alaman
     Kesultanan Malaka
     Kerajaan Pasai
     Kesultanan Banjarmasin
     Kerajaan Linge
     Kesultanan Perlak
     Kesultanan Pasir
     Kesultanan Kotawaringin
     Kerajaan Pagatan
     Kerajaan Tidung
     Kerajaan Sambaliung
     Kerajaan Gunung Tabur
     Kesultanan Mempawah
     Kesultanan Kubu

Zaman kolonial
Zaman Portugis
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga [1] dan untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[2]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula di Brazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[3] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.
 Zaman VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.



RPP KLS 6 SEMESTER 1 & 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan          :      …………………………….. Kelas / Semester               :      VI (...