HUKUM DASAR TERTULIS DAN HUKUM DASAR TIDAK TERTULIS
Dalam proses hukum
sekarang ini,berbagai kejadian ilmiah tentang UUD 1945.banyak orang yang
melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945.Amandemen tersebut
merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945.tanpa harus langsung
mengubah UUD itu sendiri atau bias di bilang merupakan pelengkapan dan rincian
yang di jadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut.(mahfud,1999:64)
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada suatu kenyataan sejarah
selama orde lama dan orde baru bahwa penerapan terhadap pasal UUD memiliki
sifat-sifat intrerretable atau berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya
sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden karena latar belakang politik
ini lah maka pada orde baru UUD 1945 di lestarikan dan di anggap bersifat
keramat yang tak dapat di ganggu gugat.
Menurut bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah suatu
keeharusan karena akan mengantarkan bangsa Indonesia ketahapan yang baruu dalam
melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.Amandemen terhadap UUD 1945 di
lakukan oleh bangsa Indonesia sejak 1999 di mana pemberian tambahan dan
perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945 kemudian amandemen ke2 tahun 2000 disahkan
tanggal 10 Agustus 2002 UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan
melibatkan sebanyak-banyak nya partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan
politik,sehingga di harapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih demokratis
ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hukum Dasar
Tertulis (UUD)
UUD itu rumusannya tertulis dan tidak berubah.Adapun pendapat L.C.S wade dalam
bukunya contution law,UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang
memafarkan kerangk dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintshsn suatu
Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut jadi UUD itu
mengatur mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan.
UUD juga dapat dipandang sebagai lembaga/sekumpulan asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan tersebut bagi mereka memandang suatu Negara dari sudut
kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan.Adapun hal
tersebut di bagi menjadi tiga badan legislatif,eksekutif dan yudikatif.
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan
menyesuaikan diri satu sama lain.UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam
satu Negara.Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat
singkat dan supel,UUD 1945 hanya memilik 37 pasal,adapun pasal-pasal lain hanya
memuat aturan peralihan dan aturan tambahan yang mengandung makna:
- Telah cukup
jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok,hanya memuat grafis besar
intruksi kepada pemerintahpusat dan semua penyelenggara Negara untuk
menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan social.
- Sifatnya harus
supel (elastic)dimaksudkan bahwa kita harus senantiasa ingat bahwa
masyarakat ini harus terus berkembangdan dinamis seiring perubahaan zaman
.Oleh karena itu,makin supel sifatnya aturan itu makin baik.jadi kita
harus menjaga agar sistem dalam UUD itu jangan ketinggalan zaman.Menurut
dadmowahyono ,seluruh kegiatan Negara dapat dikelompokan menjadi dua macam
penyelenggara kehidupan Negara kesejahteraan social.
Sifat-sifat UUD
- Oleh karena
sifatnya maka rumusannya merupakan suatu hokum positif yang mengikat
pemerintah sebagai penyelenggara Negara maupun mengikat bagi warga Negara.
- UUD 1945 itu
bersifat supel dan singkat karena UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok yang
setiap kali harus di kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan memuat
ham.
- Memuat
norma-norma/aturan-aturan/ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus
dilaksanakan secara kontituional.
- UUD 1945 dalam
tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang
tertinggi,disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum
positif yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia.
Hukum dasar tak tertulis
(Convensi)
Convensi adalah hukumdasar yang tak tertulis
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terperihara dalam [raktek
penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis.
Sifat-sifat:
- Merupakan
kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
Negara.
- Tak
bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar
- Diterima oleh
seluruh rakyat/masyarakat
- Bersifat
sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias menjadi
aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945
Contoh :
- Pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.menurut pasal 37 ayat(1) dan (4)
UUD 1945 segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak tetapi
sistem ini kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa.oleh karena
itu,dalam praktek-praktek penyelenggaraan Negara selalu di usahakan untuk
mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan ternyata
hamper selalu berhasil.pungutan suara baru ditempuh jika usaha musyawarah
untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan.
- Praktek-praktek
penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis
antara lain:
· Pidato
kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam siding DPR
· Pidato
presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang rencana anggaran
pendapatan belanja (RAPB)Negara pada minggu 1,pada bulan januari tiap tahunnya.
Jika convensi ingin
di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang berwenang adalah MPR dan
rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam
ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan UUD melainkan sebagai
suatu ketetapan MPR.
Konstitusi
Berasal dari bahasa inggris constitution dan
berasal dari bahsa belanda contutie.pengertian konstitusi ketatanegaraan
umumnya:
- Lebih luas dari
pada UUD karena UUD hanya meliputi konstitusi tertulis saja dan konstitusi
tak tertulis tidak tercakup dalam UUD.
- Sama dengan UUD
yaitu dalam praktek ketatanegaraan Negara RI.
Adapun sistem
konstitusional dalam sistem pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil
amandemen 2000:
- Pemerintah
berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)tidak bersifat absolut
(kekuaasaan yang tak terbatas ).sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengandalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum lain
merupakan produk konstitusional,ketetapan MPR,UU dan lain-lainnya.Bisa di
bilang sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum
seperti di kemukakan di atas.
- Landasan kedua
sistem Negara hukum dan sistem konstitusional di ciptakan sistem mekanisme
hubungan dan hukum antar lembaga Negara yang sekiranya dapat menjamin
terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat
memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.
Sebagai dasar
negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan
populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam
kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma
dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila
merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau
convensi.
Yaitu aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk
menyelediki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD
nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan
suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentkan mekanisme kerja badan-badan
tersebut seperti ekslusif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar
1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan
dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga
negara, lembaga masyarkat, warga negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD
1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan
dilaksanakan.
Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu
dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system
peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945, yang dalam
konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena
merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hierarkhi tertib hukum
tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum
di Indonesia.
Maka kedudukan
Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang
tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam
Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa
pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia harus
bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar
filsafat Indonesia. Dapat kita bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI.
Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar
mengenai system ketatanegaraan.
Dalam hal perubahan
tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat
kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang
semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi
hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Penjelasan UUD
1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak
turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang
dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali
ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah
empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan
penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.
Sebelum amandemen,
kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan
luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden,
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi
manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek
penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945,
antara lain sebagai berikut:
- Tidak adanya
check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada
Presiden
- Infra struktur
yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
- Pemilihan Umum
(Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal
karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
- Kesejahteraan
sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang
berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Dengan demikian
seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia harus bersumber pada
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.
1.
Hukum dasar yang tidak tertulis (Convensi)
Hukum dasar yang tidak tertulis atau sering disebut convensi, merupakan
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara. Convensi ini merupakan pelengkap dari aturan-aturan dasar yang belum
tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan diterima oleh seluruh rakyat dan tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Dalam praktek penyelenggaraan
negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis, yaitu Pidato kenegaraan
Presiden di depan sidang DPR Setiap tanggal 16 Agustus, penyampaian
pertanggungjawaban Presiden di depan MPR dan Penilian MPR terhadap pertanggung
jawaban tersebut. Rancangan GBHN oleh Presiden pada MPR.
2.
Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa
Inggris “Constitution” dan bahasa Belanda “Constitute” yang
diterjemahkan dengan Undang-Undang Dasar, sesuai dengan kebiadaan orang Belanda
dan Jerman dalam perbincangan sehari-hari menggunakan istilah Groundwet (Ground
= Dasar, Wet = Undang-undang) keduanya menunjukkan naskah tertulis
Hukum itu dapat
dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku,
isi dan cara mempertahankannya.
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan.
COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada
KUHPerdata.
2.
Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam
perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan
pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang
dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum
tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan.
Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya
kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya
adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat
mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya,
hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan
telah membuat peraturan sendiri.
2.
Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.
Menurut sumbernya,
hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2.
Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3.
Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau
dalam perkara yang sama.
4.
Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara
yang terlibat di dalamnya.
Menurut tempat
berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2.
Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3.
Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.
Menurut isinya,
hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan orang
yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara
dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetap dalam arti
sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata.
2.
Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara.
3.
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara.
a.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat
perlengkapan negara.
b.
Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara,
hubungan pemerintah pusat dengan daerah.
Menurut cara
mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana,
Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata
Materiil.
2.
Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan
hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata