Rabu, 29 Mei 2013

Agar Waktu Tak Menguap Percuma



Agar Waktu Tak Menguap Percuma

” Time is Money.” (Waktu adalah uang)
“Al waqtu kas saif illam taqtha’hu qatha’aka.” (Waktu ibarat pedang, jika kamu tidak memotongnya, niscaya pedang itu yang akan memotongmu).
“Al Waqtu huwal hayaah.” (waktu itu adalah kehidupan itu sendiri). Karenanya ada ungkapan lain senada: “Al waqtu ‘amaar au damaar.” (waktu adalah keceriaan atau kebinasaan).
Betapa banyak ungkapan ungkapan senada yang mengindikasikan keberhargaan dan ketinggian nilai waktu bagi kehidupan.
Penting dan berharganya waktu ditunjukkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Ia bersumpah dengan masa (baca: waktu) dalam firman-Nya, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar berada dalam kerugian, Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran” (Al ‘Ashr: 1 3).
Demikian juga dalam ayat ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala. bersumpah dengan beragam waktu dalam sehari semalam, “Wallaili idzaa yaghsya” (demi waktu malam saat kelam), “wadh dhuhaa” (demi waktu dhuha), “wal fajri” (demi waktu fajar) dan seterusnya.
Secara kontekstual, ayat ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. di atas mengisyaratkan dengan jelas tentang kemuliaan dan ketinggian nilai waktu. Sebagaimana ia juga mengisyaratkan bahwa manusia sangat akrab dengan keburukan dan malapetaka, karena terlena dari kejapan masa. Juga memberikan pengertian bahwa tidak ada yang lebih mahal harganya daripada umur yang dikaruniakan pada manusia.
Penting dan mahalnya harga waktu, juga dijelaskan dalam teks teks hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagai sumber kedua setelah Al Qur’an, antara lain:
“Dua nikmat yang banyak orang rugi di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang” (al hadits).
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari Kiamat sehingga ia ditanya tentang empat perkara, yaitu: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan, dan tentang ilmunya untuk apa ia gunakan” (HR Al Bazzar dan Ath Thabrani).
“Pergunakan lima perkara sebelum datang lima perkara: masa mudamu sebelum masa tua, kekayaanmu sebelum kemiskinan, kesehatanmu sebelum sakit, masa hidup sebelum engkau mati.” (Al Hadits).
Kesadaran akan penting dan berharganya waktu tersebut, juga dimiliki para salafuna shalih (pendahulu kita). Mereka mengungkapkan kesadaran itu dengan kata kata indah, antara lain:
“Orang mukmin tidak bergerak melangkah kecuali untuk tiga perkara, yaitu: membekali diri untuk akhirat, atau mencari nafkah untuk hidup, atau sekedar menikmati hal hal yang tidak diharamkan.”
“Saya (Umar bin Khathab ra.) benci melihat orang punya waktu luang tanpa diisi dengan aktivitas berdimensi ukhrawi, tak pula kegiatan duniawi.”
“Kewajiban lebih banyak dari pada waktu yang tersedia.”
“Peluang adalah emas, kesibukan adalah keberkahan, tidak dapat mengatur waktu adalah bencana.”
“Malam dan siang adalah modal kekayaan orang mukmin. Keuntungannya adalah sorga, sedangkan kerugiannya adalah neraka.”
Sehingga, kita pun dapat meneladani mereka dengan ungkapan nurani: “Tiada waktu tanpa tilawah dengan Al Qur’an”, “Tiada saat saat, tanpa aktivitas yang diridhai Nya”, “Tiada peluang kecuali bermanfaat”. Itulah ungkapan nurani yang bermuara pada firman Sang Pencipta nurani: “Maka jika engkau berpeluang (waktu kosong) hendaknya diisi (dengan yang bermanfaat).” (Al Insyirah: 7).
Waktu….. oh waktu……, demikian berharga engkau. Masa…. Oh masa, tiada berguna penyesalan atas masa lalu.
Ramadhan merupakan salah satu masa dan waktu bagi kehidupan kita. Bahkan, Islam memandang Ramadhan adalah waktu dan peluang investasi kebajikan untuk kehidupan akhirat, saat Allah meminta pertanggungjawaban setiap waktu dan masa yang digunakan manusia. Tak terkecuali.
Investasi yang ditawarkan bukan sekedar sesuatu yang mendatangkan keuntungan duniawi belaka. Keuntungannya pun tidak sekedar keuntungan, tetapi keuntungan yang berlipat ganda, untung dunia dan akhirat.
Sebagai ilustrasi, jika ada seseorang kaya raya menawarkan kepada Anda modal besar untuk diinvestasikan dalam sebuah bisnis mulia. Bahkan orang kaya itu memberikan hibah pemberian kepada Anda dan bukan pinjaman modal. Apa sikap Anda dan bagaimana selayaknya Anda lakukan terhadap modal besar tersebut?
Karena harta modal itu pemberian untuk anda, Anda bebas bersikap dan memperlakukannya. Tetapi pantaskah Anda berfoya foya dengan harta itu? Layakkah Anda mensia siakan hartanya? Bijakkah Anda ketika Anda hanya berucap “syukron” (terima kasih), tanpa ada upaya bagaimana agar Anda bisa hidup wajar dan penuh keceriaan?

Selaku orang bijak dan pandai berterima kasih, tentunya Anda harus memanfaatkan pemberian orang kaya itu dengan sebaik baiknya, yang manfaatnya tidak hanya untuk Anda, kemungkinan besar untuk orang banyak, juga bermanfaat untuk kehidupan yang berdimensi ukhrawi. Selaku orang beriman dan beragama, tentunya Anda harus membuat sebuah planning yang tepat guna, sehingga pemberian orang yang banyak itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Demikian juga halnya di dalam bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala. dengan syariat Nya memberikan banyak hadiah berlipat ganda, selama Anda menjalankan syariat syariat Nya di bulan suci ini. Hadiah itu bermuara kepada ‘bonus’ Allah berupa kebahagiaan lahir batin di dunia dan akhirat, karena tercapainya diri yang fitrah, bersih dari segala noda, salah, dan dosa.
Karenanya, sangat pantas dan wajar jika kita mampu memanfaatkan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. selama bulan Ramadhan dengan sebaik baiknya. Sehingga, waktu waktu kita pun selama itu tidak terbuang percuma dan lewat tanpa buah manis bagi kehidupan kita.
Caranya….? Buatlah perencanaan yang matang jauh sebelum Anda memasuki bulan suci Ramadhan kali ini. Ada baiknya, jika Anda juga melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap waktu waktu Anda pada bulan Ramadhan tahun lalu. Setelah itu, baru Anda buat planning Ramadhan tahun ini.
Dalam planning, tentunya diperhatikan hal hal yang terkait dengan planning, seperti tujuan, aspek aspek aktifitas yang mengacu pada dimensi tujuan yang ditentukan. Kemudian dibuat sistematika pelaksanaan dan evaluasi berkala, lalu buatlah program yang dapat menunjang capaian tujuan yang ditentukan.
Tujuan: Tujuan akhir dari aktivitas Ramadhan adalah meningkatnya kepribadian muslim. Acuan kepribadian muslim tersebut adalah mukmin multazim (komitmen) dengan Islam baik dalam aspek akidah, ibadah, dan muamalah (baca: orang muttaqin).
Hal hal yang termasuk dalam aspek akidah seperti: keyakinan wajibnya shaum, keikhlasan niat dan motivasi, bergembira dan berdo’a, kesiapan meraih tujuan shaum. Pada aspek ibadah, tujuan antaranya seperti: memahami hukum hukum ibadah, memahami etika shaum dan amalan utama serta hikmah shaum. Sedangkan aspek muamalah diarahkan kepada aktivitas bernuansa moralitas bergaul, seperti: silaturahim, saling memaafkan, berlapang dada, kebersamaan dan lainnya.
Dari tujuan akhir dan tujuan antara serta bentuk bentuk aktivitas tersebut, kita dapat menentukan berbagai kegiatan dengan beragam aspeknya (ruhiah, fikriah dan jasadiah). Kegiatan kegiatan dalam aspek ruhiah, contohnya: ibadah wajib, nawafil (ibadah sunnah), i’tikaf, tarawih atau qiyamullail, tilawah Al Qur’an 1 juz perhari dan lainnya.

Dari aspek fikriah, seperti: mengikuti kegiatan kuliah shubuh, menentukan bacaan Islam tertentu, mendatangi ustadz atau orang orang yang dipercayai kompeten dalam berkonsultasi dalam bidang bidang tertentu. Juga menghadiri acara acara ilmiah, serta jangan lupa hindari debat dengan orang lain.
Sedangkan aspek jasadiah, kita dapat membuat program program yang terukur, seperti: tidak isrof (berlebihan) dan segala hal, makan sahur yang cukup, makanan halal dan bergizi, senam ringan 15 menit sehari dan aktifitas positif lainnya.
Keberhasilan Anda dalam planning merupakan sebagian dari keberhasilan Anda dalam mencapai cita cita dan tujuan mulia. Awali usaha Anda dengan tekad, kemauan kuat. Kemudian, bersihkan hati, ikhlaskan niat. Mulai pembuatan rencana dengan ungkapan verbal sikap ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Bismillahir Rahmanir Rahim.”
Secara umum ada 6 tahap mengelola waktu secara efektif dan efesien:
Selalu kembali pada misi hidup: mengerjakan sesuatu dengan penuh semangat dan menolak mengerjakan hal hal yang tidak penting, tidak terkait dengan tujuan hidup.
Perhatikan peran kita: harus ada keseimbangan dalam mengerjakan peran sebagai individu, ibu (istri), ayah (suami), pendidik, pekerja.
Tetapkan tujuan apa yang ingin kita capai tiap pekan: membantu agar kita tetap fokus untuk mengerjakan hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan hidup.
Perencanaan pekanan: membantu kita untuk membuat prioritas, sekaligus melakukan hal lain (sediakan waktu untuk persiapan dan perencanaan. Perbaharui jadwal harian dan pekanan).
Lakukan dengan integritas: jika sesuatu terjadi di luar rencana kita, mana yang harus didahulukan? Berpikir sejenak sebelum memberikan reaksi, selalu kembali pada tujuan hidup.
Evaluasi terus belajar untuk mengatur waktu
Jangan lupa senantiasa budayakan bermusyawarah dalam perencanaan. Benar…, Anda punya kebebasan untuk mewujudkan kepentingan Anda, tetapi sangat benar orang lain mempunyai kebebasan untuk meraih cita cita hidup demi kepentingan dirinya. Karenanya, musyawarah dengan orang di sekitar Anda merupakan jalan terbaik untuk mewujudkan cita dan impian Anda.

12 PANGKALAN SYETAN



                                                                12 PANGKALAN SYETAN

1. Tempat buang air besar dan kecil
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya tempat buang hajat itu disukai para syetan. Maka jika salah seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), bacalah: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan.” (HR. Ahmad: 4/ 373, Ibnu Majah: 296, Ibnu Hibban: 1406, Al Hakim: 1/ 187).
2. Kandang unta.
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatlah kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing & janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan (kandang) unta, karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syetan.” (HR. Ahmad: 4/ 85, Ibnu Majah: 769 dan Ibnu Hibban: 5657).
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Penyebab dilarangnya shalat di kamar mandi, tempat peristirahatan (kandang) unta dan yang semisalnya adalah karena itu adalah tempat-tempat para syetan.” (Kitab Majmu Fatawa: 19/ 41).
3. Lembah-lembah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin, karena sesungguhnya mereka lebih banyak ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran tinggi.” (Kitab Majmu Fatawa: 19/ 33).
4. Tempat kotoran dan sampah.
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Syetan ditemukan di tempat-tempat najis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah, kotoran serta pekuburan.”(Kitab Majmu Fatawa: 19/ 41).
5. Kuburan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali kuburan & kamar mandi.” (HR. Ahmad: 3/ 83, Abu Daud: 492, Tirmidzi: 317, Ibnu Hibban: 1699,  Al Hakim: 1/ 251).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pada pekuburan itu terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat mangkalnya para syetan.” (Kitab Majmu Fatawa: 19/ 41).
6. Tempat kosong dan rusak.
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam berkata: “Janganlah kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman, karena tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan.” (HR. Bukhari dalam “Kitab Al Adabul Mufrad: 579).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulloh berkata: “Oleh karena itu, syetan banyak ditemukan di tempat yg telah rusak dan kosong.” (Kitab Majmu Fatawa: 19/ 40).
7. Lautan
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Iblis membangun singgasananya di atas lautan, lalu dari situlah dia mengkoordinor pasukannya. (HR. Muslim: 2813).
8. Celah-celah di bukit.
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, ”Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang…” Mereka berkata kepada Qatadah: “Apa yg menyebabkan dilarangnya kencing di lubang?” Dia berkata : “Itu adalah tempat tinggalnya jin”. (HR. Ahmad: 5/ 82, Abu Daud: 29, An Nasa’i: 34, Al Hakim: 1/186 dan Al Baihaqi: 1/ 99).
9. Tempat-tempat kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan
Syetan ditemukan di tempat yang di dalamnya manusia melakukan kesyirikan, bid’ah & kemaksiatan. Tidaklah dilakukan bid’ah dan penyembahan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala, kecuali syetan memiliki andil di dalamnya terhadap para pelakunya.
10. Rumah-rumah bergambar dan ada anjingnya
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dangambar.” (HR. Bukhari: 3226 dan Muslim: 2106).
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syetan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surat Al Baqarah.” (HR. Muslim: 780, Ahmad: 2/ 337, Tirmidzi: 2877).
11. Pasar-pasar
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk pasar jika engkau mampu. Dan jangan pula menjadi orang paling terakhir yang keluar dari pasar, karena pasar itu adalah tempat beranak-pinaknya syetan dan disanalah ditancapkan benderanya.” (HR. Muslim: 2451).
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tempat di muka bumi ini yang paling disukai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.” (HR. Muslim: 671).
12. Jalan-jalan dan lorong-lorong.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika telah datang malam, maka cegahlah anak-anak kalian untuk keluar rumah, karena sesungguhnya jin saat itu berkeliaran. Matikan lentera di saat tidur karena sesungguhnya binatang fasik (tikus) itu kadang menarik sumbu lampu sehingga membakar penghuni rumah tersebut”. (HR. Bukhari: 3303 dan Muslim: 2012).

9 LANGKAH SYETAN MENYESATKAN MANUSIA



9 LANGKAH SYETAN MENYESATKAN MANUSIA

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah: 208).
Mari kita waspadai 9 langkah syetan untuk menyesatkan manusia yang telah diberitahukan Allah dalam ajaran Islam berikut:
1.      Menimbulkan rasa was-was
Was-was adalah sebuah  strategi  yang  dihembuskan setan pada hati manusia, sehingga apabila sifat was-was ini menguasai hati sesorang, maka akan lahir rasa ragu-ragu atas setiap perbuatan, perkataan, keyakinan. Akhirnya, rasa was-was itu akan merasuk pada tingkat keimanan kepada Allah, serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan keimanan kepada Allah tersebut. Apabila was-was sudah sampai pada tingkat tersebut, maka orang yang terjangkitnya mudah untuk tergelincir pada kekufuran, pembangkangan, dan akhirnya jadi pengikut syetan. Strategi was-was ini Allah jelaskan dalam ayat-Nya.
“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS An Nas: 1-6).
2.      Menghilangkan ingatan (lupa)
Syetan berusaha menjauhkan manusia dari Allah SWT dari semua aktifitasnya. Salah satu cara yang paling ampuh yang dilakukan setan adalah menghilangkan keterkaitan  manusia dengan Allah dalam semua keadaan dan situasi. Dengan demikian, rasa kebersamaan dengan Allah dan rasa dipantau oleh-Nya lenyap dari kehidupan manusia. Karenanya, manusia yang lupa Allah akan mudah melakukan pelanggaran, kejahatan,dan kemaksiatan. Hal itu dikarenakan nama Allah dan keagungan-Nya hilang dari dirinya. Hal  itu merupakan ulah setan dengan cara membuat manusia lupa.
“Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, ”Beritahukanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka, syetan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.  Karena itu, tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.”  (QS. Yusuf: 42).
3.      Memanjangkan angan-angan
Kehidupan dunia ini sangatlah pendek dan singkat. Maka, kerugian lah bagi orang yang memperpanjang hidup ini dengan angan-angan. Karena, dengan panjang angan-angan, seseorang akan terbuai dengan indahnya kata seandainya. Sementara, dirinya lupa bahwa ajal selalu mengintainya. Karenanya, sementara dirinya dalam keadaan lalai dan santai, ia tidak akan bersegera mempersiapkan untuk menghadapi kehidupan yang  lebih menentukan dan abadi, yaitu kehidupan ukhrawi. Syetan sangatlah cerdik dan  licik, ia selalu mencari kelemahan manusia, dan diantaranya adalah suka menikmati indahnya angan-angan. Dari titik itu lah, syetan menyesatkan manusia.
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan  membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah  ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syetan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS An Nisa’: 119).
4.      Memperindah perbuatan maksiat
Tabiat manusia adalah sangat mencintai kehidupan dunia. Wanita, anak, binatang ternak, emas perak, dan sebagainya adalah hal-hal yang sangat mereka cintai. Akan tetapi, bagi Allah, kehidupan dunia yang kelihatan gemerlap ini yang membuat terperangah bagi siapa yang terpedaya olehnya, tidak memiliki nilai apabila dibandingkan dengan kehidupan surgawi yang ada di sisi-Nya di hari akhirat nanti. Namun, syetan tidak rela apabila manusia meninggalkan kehidupan dunia dan  berbondong-bondong menuju kebahagiaan yang hakiki yang ada di sisi Allah kelak. Oleh karenanya,  syetan berusaha memperdaya manusia dengan cara menampilkan wajah dunia yang mereka cintai seolah-olah dunia ini akhir segala-galanya, tidak ada sesuatu yang lain yang seindah kehidupan dunia yang ada, dan kegemerlapan dunia hanyalah satu-satunya tujuan hidup. Sementara itu,  mereka melupakan sebuah kehidupan yang  sangat berbeda dengan kehidupan ada. Itulah cara syetan untuk menyesatkan manusia. Dalam hal ini, Allah menjelaskan dalam kitab-Nya.
“Iblis berkata, “Ya  Tuhanku,  oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik  (perbuatan ma’siat)  di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.”  (QS Al Hijr: 39).
5.      Memberikan janji-janji palsu
Apabila jiwa manusia sudah dirasuki syetan, maka dirinya akan mudah untuk melakukan pelanggaran. Ketika dia melakukan pelanggaran tersebut, maka setan akan kembali datang untuk mendukung perbuatan tersebut dengan membawa janji-janji. Syetan akan membisikan janji-janji itu kepada segenap pelaku kemaksiatan. Dia akan datang kepada penjudi dengan mengatakan teruskan perjudianmu, karena hanya dengan judi kamu bisa kaya. Syetan pun akan datang kepada peminum khamr dan mengatakan  minumlah sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin, karena dengan hal itu  kamu akan mendapatkan ketenangan hidup. Syetan juga akan datang kepada perampok, pezina, pembunuh, dan sebagainya dengan janji palsu sebagai pembenaran dan dukungan atas aksinya, sehingga mereka betul-betul menjadi pengikutnya yang setia dan menjadi temannya kelak di neraka.
“Dan berkatalah syetan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun  telah  menjanjikan  kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak  dapat menolongmu dan kamupun  sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS Ibrahim: 22).
6.      Membuat tipu daya
Syetan adalah makhluk jahat. Dalam melakukan aksi kejahatannya, setiap penjahat selalu melakukan tipu daya yang licik untuk mengelabui mangsanya. Syetan memasang ranjau-ranjau tipu dayanya agar manusia terpedaya dengannya, sehingga ia tergelincir ke dalam jebakannya. Akhirnya,  ia bertekuk lutut dihadapannya dan men jadi pengikut setia syetan, bahkan menjadi tentaranya. Jauh dari Allah serta melangar aturan-aturan-Nya.
 “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syetan-syetan itu pemimpin- pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.”  (QS Al A’raaf: 27).
7.      Menghalang-halangi manusia untuk melakukan kebajikan
Syetan sangatlah komitmen dengan tekadnya untuk  menyesatkan manusia. Seandainya dia tidak bisa  menjuerumuskan manusia kejurang kenistaan dan kemaksiatan, maka dia berusaha dengan sekuat tenaga dan strategi yang canggih agar manusia tidak melakukan kebajikan samaa sekali. Syetan menghalangi hamba Allah untuk shalat, berdzikir, bersedekah, berjihad, dan dari segala bentuk kebajikan yang Allah perintahkan dan anjurkan. Sekecil apa pun kebaikan itu,  syetan pasti  akan merintangi hamba Allah melakukannya.
 “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan  sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. an-Nisaa’: 61).
8.      Menyulut api permusuhan
Visi syetan adalah menjadikan seluruh anak cucu Adam pengikutnya. Maka, apabila hal itu tidak terealisasi secara keseluruhan, perlu ada langkah agar manusia hancur berantakan. Cara yang dilakukannya adalah mengadu domba manusia. Langkah ini diprogram sehebat mungkin, baik personil  yang memprovokasi maupun  programnya yang berbentuk fitnah-fitah, yang disebar diantara manusia atau program-program yang lainnya yang rentan terhadap pertikaian, seperti perjudian, program minuman keras, dan sebagainya. Langkah syetan ini Allah jelaskan dalam firman-Nya.
 “Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syetan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya  syaitan   itu adalah   musuh  yang nyata bagi manusia.”(QS Al Israa’: 53).
9.   Menyuruh manusia berbuat keji dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak ia   ketahui.
Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memerintahkan manusia untuk melakukan kebaikan, dan untuk selalu berkata berdasarkan ilmu. Akan tetapi, syetan ingin menyesatkan manusia. Maka, ia  memutarbalikkan perintah Allah itu dengan  menyuruh manusia berbuat keji dan mengatakan terhadap Allah apa yang ia tidak ketahui. Oleh karenanya, Allah mengingatkan hamba-Nya akan langkah syetan itu dengan firman-Nya.
“Sesungguhnya syetan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”  (QS Al Baqarah: 169).
Adapun akibat dari langkah-langkah syetan yang bersifat  terus menerus danvariatif adalah penyesetan manusia dari jalan Allah.
“Yang dila’nati Allah dan syetan itu mengatakan, “Saya benar- benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya)  dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan  membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar- benar memotongnya , dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya]”. Barangsiapa yang menjadikan syetan menjadi pelindung selain Allah, maka  sesungguhnya  ia  menderita kerugian yang nyata.” (QS An Nisa`: 118-119).

memperingati isra mi'raj



MEMPERINGATI ISRA’ MI’RAJ
Peristiwa fenomenal dalam sejarah dakwah Baginda Sayyidina Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berupa Isra’ Mi’raj, biasa di-hariraya-kan dan diperingati oleh kaum muslimin pada setiap tanggal 27 Rajab. Padahal yang terpenting bahkan yang penting dari Isra’ Mi’raj dan dari setiap momen sirah yang lain, bukanlah peng-hariraya-an dan peringatannya. Melainkan bagaimana dan apa yang harus dan bisa kita ambil darinya, berupa ibrah, hikmah, pelajaran, makna,  misi, dan semacamnya, bagi keimanan, keislaman, perjuangan dakwah, dan kehidupan kita secara umum.
Meskipun telah disepakati diantara seluruh ulama Islam sepanjang sejarah akan kebenaran dan kepastian kejadiannya, tapi di saat yang sama telah terjadi pebedaan dan perselisihan pendapat yang sangat lebar dan banyak terkait penentuan waktunya. Dan itu tidak hanya tentang hari atau tanggal dan bulannya, melainkan juga terkait dengan tahun terjadinya peristiwa dahsyat dan luar biasa tersebut. Memang semua telah berijma’ bahwa, Isra’ Mi’raj terjadi sebelum hijrah ke Madinah. Namun kapan tepatnya sebelum hijrah itu? Tidak ada yang bisa memastikannya di sini. Dan jarak perbedaan pandangan para ulama sangatlah luas sekali. Mulai dari pendapat bahwa, Isra’ Mi’raj dialami oleh Nabi tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam pada tahun pertama Beliau diangkat menjadi nabi dan rasul (pilihan Imam Ath-Thabari), sampai madzhab yang mengatakan bahwa ia terjadi satu tahun sebelum peristiwa hijrah, yakni pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 13 Kenabian. Selebihnya ada pendapat-pendapat lain yang mentarjih bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun ke-5 Kenabian (tarjih Imam An Nawawi dan Al Qurthubi), atau pada tanggal 27 Rajab tahun 10 Kenabian (pilihan Al Manshurfuri, ulama india), atau pada bulan Ramadhan tahun 12 Kenabian, atau pada Muharram tahun 13 Kenabian (lih. Ar Rahiq Al Makhtum, hal: 124), atau mungkin juga masih ada pendapat-pendapat lainnya lagi.
Dan karena tidak adanya dalil shahih (kuat) yang sharih (tegas), maka tidak bisa dipilih secara meyakinkan mana diantara pendapat-pendapat diatas yang paling kuat. Melainkan mungkin hanya bisa ditarjih secara umum dan global saja bahwa, Isra’ Mi’raj terjadi sebelum hijrah pada akhir tahun 10 Kenabian atau sesudahnya. Karena Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun 10 Kenabian, dan itu sebelum diwajibkannya shalat fardhu 5 waktu. Padahal tidak ada perselisihan bahwa, perintah pewajiban shalat fardhu tersebut adalah pada malam Isra’ dan Mi’raj!
Jadi sekali lagi, yang terpenting dan bahkan yang penting dari kejadian Isra’ Mi’raj bukanlah penentuan tanggal, hari, bulan dan tahunnya, juga bukan perayaan dan peringatannya. Melainkan yang penting dan terpenting adalah ibrah, hikmah, pelajaran, makna, misi, dan semacamnya, yang bisa dan harus kita ambil darinya, bagi keimanan, keislaman, perjuangan dakwah, dan juga kehidupan kita secara umum. Maka mari selalu fokus pada aspek-aspek ini saat menyikapi setiap penggal peristiwa penting dan momen istimewa dari sirah dan sejarah!
Isra’ Mi’raj merupakan salah satu terminal paling penting dalam sirah Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bahkan dalam perjalanan dakwah Islam sepanjang masa seluruhnya. Karena tak berselang lama ba’da peristiwa Isra’ Mi’raj itulah terbentang lebar jalan kemenangan dakwah Islam, dengan terjadinya Bai’atul Aqabah I dan II dengan para pioner Islam dari generasi pertama sahabat Anshar, yang akhirnya berbuah hijrah Islam secara total dan menyeluruh dari Mekkah ke Madinah.
Isra’ Mi’raj terjadi pada saat beban tekanan perjuangan dakwah terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat, telah benar-benar sampai dan mencapai puncaknya pada periode Mekkah. Khususnya denga gugurnya dua sosok terpenting dan terdekat bagi Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang sekaligus merupakan dua orang penyangga utama dakwah, yakni istri tercinta Beliau Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha dan pamanda Beliau Abu Thalib. Sampai-sampai tahun 10 Kenabian disaat mana Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib wafat secara hampir berbarengan, dikenal sebagai ‘amul huzn, yakni tahun kesedihan khususnya bagi Sang Rasul mulia shallallahu ‘alaihi wasallam dan umumnya bagi Sahabat setia radhiyallahu ‘anhum.
Maka waktu dinaikkan ke langit tujuh dan Sidratil Muntaha itu,ibaratnya Nabi tercinta kita shallallahu ‘alaihi wasallam membawa akumulasi dan tumpukan seluruh beban persoalan hidup dan ujian perjuangan dakwah dari muka bumi. Dan begitu Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diturunkan kembali dari langit tertinggi ke bumi, dengan antara lain membawa syariah shalat fardhu lima waktu, semua beban masalah itupun lepaslah sudah. Jadi hikmahnya, Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam di-Isra’ Mi’raj-kan, dengan kehendak agung Allah langsung bukan oleh keinginan dan rencara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, adalah untuk “dihibur” dan sekaligus diberi solusi tuntas atas beragam beban persoalan hidup dan problematika dakwah di bumi.
Maka saat ada masalah, persoalan dan problem apapun dalam hidup ini, janganlah pernah sekali-kali berfikir untuk mencari dan menemukan solusinya dari bumi pula. Melainkan adukanlah semua beban masalah, persoalan dan problem hidup itu kepada Dzat Yang diatas. Dan temukanlah solusi pada tatanan yang diturunkan dari langit. Sedangkan langkah mencari solusi masalah bumi dari bumi pula, tak akan pernah menyelesaikannya, melainkan justru hanya akan menambah banyak masalah dan semakin merunyamkannya. Soalnya, bumi ini memang dicipta, diadakan dan dikehendaki sebagai tempat masalah. Sedangkan solusi bagi semua, adanya justru di langit dan pada apa yang bersumber dari langit. Bahkan termasuk rezeki kitapun ada di langit.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan di langitlah terdapat rezekimu, dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang itu adalah benar seperti perkataan yang kamu ucapkan” (QS. Adz Dzaariyat [51]: 22-23).
Sebagai oleh-oleh utama dari rihlah (perjalanan) bumi – langit yang penuh berkah, ibadah shalat juga ibarat mi’raj bagi setiap mukmin untuk menuju, menghadap dan mengadu kepada Allah. Dan boleh jadi karena begitu istimewanya cara pensyariatan itulah, maka shalat memiliki kedudukan yang sangat istimewa pula diantara seluruh kewajiban fardhu Islam. Disamping penempatannya di posisi urutan kedua langsung setelah dua kalimat syahadat, diantara lima rukun Islam, shalat adalah merupakan rukun amal dan ibadah paling vital, sebagai parameter utama dan pertama ketaqwaan serta kesalehan setiap muslim, dan sekaligus di saat yang sama juga menjadi benteng terakhir pertahanan keislaman seseorang.
Maka Allah-pun berfirman (yang artinya): “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai wasilah penolongmu (dalam segala kepentingan dan urusan). Sungguh shalat itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (baik dalam shalat secara khsusus, maupun dalam hidup secara umum) (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Sementara itu Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Kumandangkanlah iqamah wahai Bilal. Dan buatlah kita rehat dengan shalat” (HR. Abu Dawud dan lain-lain).
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya): “Dan dijadikanlah penyejuk hatiku di dalam shalat” (HR. An Nasaa-i dan lain-lain).
Nah, bila rehat-nya Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga ketenteraman serta kesejukan hati Beliau, adalah justru di dalam shalat, lalu perenungannya adalah, serehat apa, setenteram apa dan sesejuk apa hati kita saat bermunajat kepada Allah Ta’ala dalam setiap shalat kita?
Dan sebagai penutup perenungan Isra’ Mi’raj ini, penting diingatkan bahwa, derajat maqam tertinggi seorang hamba di sisi Allah, adalah maqam totalitas ‘ubudiyah (penghambaan diri kepada-Nya). Karenanya, saat di-Isra’ Mi’raj-kan untuk bertemu, menghadap dan berdalog langsung dengan Allah di langit ketujuh dan Sidratil Muntaha itu, Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru disebut dengan julukan ‘abdihi (hamba-Nya), dan tidak dengan julukan-julukan pemuliaan dan pengagungan lainnya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maha suci Dzat Yang telah memperjalankan HAMBA-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS.Al Israa’ [17]: 1).

RPP KLS 6 SEMESTER 1 & 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan          :      …………………………….. Kelas / Semester               :      VI (...