Kamis, 07 November 2013

makalah pencegahan HIV dan AIDS

                                                                                      BAB I
                                                                          PENDAHULUAN

Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangan dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula.
Bagi seorang individu moral merupakan landasan dalam perilaku. Tinggi rendahnya orientasi moral seseorang berpengaruh terhadap perilakunya, termasuk perilaku seksnya. Berperilaku seks yang tidak sesuai dengan moral akan menimbulkan perasaan bersalah pada diri si pelaku.
Di samping itu, meningkatnya kasus perilaku reproduksi di kalangan remaja, karena mereka tidak mengerti kalau perilaku tersebut merupakan perilaku yang melanggar norma adat. Hal ini terjadi karena sosialisasi tentang norma dengan maslah perilaku reproduksi sangant kurang. Kecenderungan seperti ini banyak ditemukan di daerah perkotaan. Keadaan tersebut adalah salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri. Peranan anggota keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nenek, saudara sepupu dan sebagainya dalam suatu keluarga, tidak hanyadapat menjadi tempat mengadu bagi anak-anak bermasalah, tetapi juga dapat menjadi pengawas dalam suatu keluarga. Keberadaan mereka dapat mengontrol perilaku remaja. Dengan kata lain remaja yang tinggal dalam keluarga batih mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk melakukan hubungan seks pranikah, terlebih bila kedua orang tuanya berkerja.
Ketika teknologi di bidang komunikasi dan informasi berkembang sarana hiburan film, baik yang ditonton di bioskop maupun yang ditayangkan televisi disinyalir sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku reproduksi tidak sehat di kalangan remaja, selain gambar dan film porno. tempat hiburan ( diskotik, karaoke, bar, pub, dan cafe). Pusat pertokoan seperti Matahari dan McDonal di Kuta merupakan alternatif baru yang dipilih ABG ( remaja ) sebagai tempat “nongkrong”. Selain itu pusat pertokoan juga merupakan tempat yang menjadi pilihan remaja untuk berkumpul, mencari kemungkinan mendapatkan pasangan, tempat berjanji bertemu pasangan, atau kemungkinan untuk melakukan transaksi seks.
BAB II
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT KELAMIN

Badan kesehatan sedunia atau WHO berpendapat bahwa penularan AIDS hanya dapat dicegah bila semua negara didunia ikut serta secara aktif melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap AIDS. Pada tanggal 1 Pebruari 1987 dibentuk suatu wadah dengan nama SPA atau special programme on AIDS, yang kemudian diubah namanya menjadi GPA atau Global programme on AIDS, yang artinya suatu program mencakup semua negara didunia. Wadah ini disahkan berdirinya oleh sidang WHA ( World Health Assembly ) ke-40 pada bulan Mei 1987 dan disahkan pula oleh sidang UNGA
( United Nation General Assembly ) ke-42 pada bulan Oktober 1987 di Jenewa ( Swiss ).
A. Ada beberapa dasar pertimbangan pembentukan wadah ini, adalah :
1. AIDS Telah menjadi masalah Internasional, penyebaranya telah menyeluruh ( pandemi ), dan telah dianggap sebagai kedaruratan seluruh dunia ( atau “ Worlwide global emergency” ).
2. Pandemi ini dapat dihentikan dan penularanya dapat dicegah, walapun obat maupun vaksin antinya sampai saat ini belum ditemukan.
3. Penyuluhan kesehatan kepada petugas kesehatan maupun masyarakat umum, dan golongan resiko tinggi, masih merupakan upaya penting dalam pencegahan dan pemberantasan AIDS.
4. Pencegahan dan pemberantasan AIDS memerlukan upaya dan keterlibatan (“Commitment” ) jangka panjang dan berkesinambungan.
5. Pencegahan dan pemberantasan AIDS perlu diintegrasikan melalui primary Health Care


(Pelayanan kesehatan tingkat awal) dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada (baik Puskesmas, poliklinik, pos kesehatan, unit pelayanan kesehatan terdepan).
B. Tujuan dari progran ini adalah :
1.Mencegah penularan HIV
2.Pemberian nasehat ( Counseling ) kepada mereka penghidap HIV.
3.Mempersatukan upaya nasional dan internasional dalam pencegahan dan pemberantasan AIDS.

C. Komponen utama GPA ( = Global Programme on AIDS ) adalah :
1. bantuan teknis dan keuangan program nasional pencegahan dan pemberantasan AIDS.
2. Kerjasama dan pertukaran informasi mengenai IADS di bawa koordinasi dan pimpinan GPA Internasional.

D. Beberapa pandangan (Perspektif) megenai masalah AIDS :
1. Besar masalah sebenarnya belum pesti. (Jumlah penderita maupun angka kematian AIDS).
2. Penularan HIV di masyarakat akan terus berlangsung dan tak dapat dielakkan.
3. Dimensi akhir akibat AIDS Belum diketahui
4. Diperkirakan dalam 5 Tahun mendatang, obat atau vaksin anti AIDS belum diketemukan.
5. Tidak ada satu negara didunia ini yang bebas dari AIDS atau infeksi HIV, hanya khususnya tidak dilaporkan.
BAB III.
GAMBAR KLINIK AIDS

1. Tumor.
Dapat berupa sarkoma kaposi pada AIDS yang sifatnya :
Multipel, progresif, dapat terjadi pada semua bagian kulit dan organ tubuh, pendarahan paru-paru, dan pendarahan dalam perut ( Intra abdoninal ). Penyebabnya belum jelas, prognese ditentukan oleh penyakit dasar, dan dijumpai pada : 36-50 % kasus AIDS kelompok homoseksual. Jarang dijumpai pada heteroseksual. 4,3 % pada penyalah-guna narkotika suntik. 0-2 % pada hemofilia, atau penerima transfusi darah. Dapat pula berupa limpoma ganas. Sering sesudah sarkoma kaposi. Terdapat pada susunan saraf pusat (otak), sumsum tulang, saluran pencernaan, pelepasan (rectum), jaringan kulit dan selaput lendir,dan pada stasium lanjut, ada : demam, riwayat infeksi dan penyularan berat badan (disebut “B symptoms”). Prognosis kurang baik, walaupun sembuh dengan khemoterapi tinggi, kambuh lagi sesudah 1 tahun.
2. Infeksi oportunistik ( Kesempatan mendapat infeksi ).
a. Manifestasi pada paru-paru dapat berupa infeksi oportunistik, infiksi bukan oportunistik maupun bukan infeksi. 50 % berupa gejala pertama.
Manisfestasi paru-paru ini dapat berupa “ pneumonia “ ( dikenal sebagai paru-paru basah ), PCP = Pneumonia Pneumocystis carinii denagn gejala klinis :
• Sesak nafas sejak lama atau langsung berat, batuk kering, tidak dapat menarik nafas dalam, demam ( tidak tinggi ), 70 % sembuh pada pengobatan pertama, kekambuhan 20 % ; harapan hidup 9 bulan sampai 1 tahun, jarang sampai 2 tahun.
• Dapat pula berupa Cytomegalo Virus ( CMV ), yang hidup diparu-paru secara komensil ( 50 % ) dengan gejala sesak nafas, batuk, biasanya bersama dengan PCP.
• Atau dapat berupa Mycobacteria ( infeksi jamur ) yang sulit di sembuhkan, biasanya muncul pada stadium akhir.
b. Pada saluran pencernahan dan hati ( ;iver ), dengan gejala tidak enak diulu hati dan tidak ada nafsu makan. Dapat pula gejala tidak enak dimulut dan kerongkongan, tidak mau makan, sukar menelan dan rasa nyeri diulu hati. Gejala lain diare ( sering buang air besar, mencret ), gangguan penyerapan makanan dalam usus, pengurangan berat badan, karena diare yang terus-menerus, bertahan, kolik perut ( mulas ), tinja lembek sampai encer, hingga kekurangan cairan.
3. Manifistasi pada saraf, denga infiksi HIV :
10 % manifestasi saraf ; 75 % ada penyakit saraf. Dapat berupa encefalitis ( infeksi otak ), miningitis ( infeksi selaput otak ), infeksi selaput jala mata ( retinitis ), dan gangguan saraf tepi ( neoropati perifer ).
Gejala encepalitisnya dapat berupa :
Kebingugan, lupa ( amnesia ), lamban berpikir, hilang kemampuan konsentrasi, letih, tidak ada nafsu seksual, hilang keseimbangan badan, tungkai lemah, ataxia ( gerakan anggota tubuh tidak terarah ) tulisan kacau, peninggian refleks-refleks ( hyperreflexia ). Gejala mental, antara lain : marah-marah, suka gaduh, respon berbicara lambat, lupa (
©2004 Digitized by USU digital library 3 kejadian baru ), berlanjut dengan demensia ( bodoh ), berlanjut tergeletak, dan besar ( incontinentia urinae ).
Gejala encefalitisnya dapat berupa :
Kebigungan, lupa ( amnesia ), lamban berfikir hilang kemampuan konsentrasi, litih, tidak nafsu seksual hilang, keseimbangan badan, tungkai lemah, ataxia ( gerakan anggota tubuh tidak berarah ), tulisan kacau, peninggian refleks-refleks ( hyperreflexia ). Gejala mental, antara lain : marah-marah, suka gaduh, respons berbicara lambat, lupa ( kejadian baru ), berlanjut dengan dimensia ( bodoh ), berlanjut tergeletak, dan beser ( incontinentia urinae ). Gejala meningitisnya berupa keletihan, deman, berat badan menurun, sakit kepala, mau muntah, kaku kuduk, dan fotofobia ( tidak tahan melihat cahaya ). Infeksi toxoplasma, jamur, TBC, tomor lain, dengan gejala klinik letih dan bingung, kejang, lumpuh sebagai tubuh, sampai ataxia, disfungsi batang otak dll. 4. Retinitis ( infeksi selaput jala mata = retina ). Gejala klinis dapat berupa : penyempitan lapangan pandang, kabur, nyeri dalam mata, perdarahan dala mata, bisa sampai buta.




















BAB IV .
CARA PENULARAN AIDS ( TRANSMISI ).

Untuk penularan diperlukan antara lain :
1. sumber penyakit.
2. alsat embawa agent penyakit (“ vehikulum” ).
3. host ( tuan rumah ) yang rentan.
4. adanya jalan keluar.
5. adanya jaln masuk (“ port d’entrée” ).

Yang diketahui sampai saat ini sebangai sember penyakit AIDS adalah virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ). Sebagai pembawa penyakit ( vehikulum ) diketahui adalah : berbagai cairan tubuh, seperti sperma, cairan alat kelamin wanita ( vagina dan cerviks ), dan darah. Selain itu, HIV dapat dijumpai pada penderita yang mengandung HIV dari air susu ibu, air mata, air liur, air ludah, tapi tidak terbukti dapat menularkan.

A 1. Transmisi suksual
1. cara hubungan suksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV. Karena mukosa rectum dan anus ( pelapisan ) yang sangat tipis dan mudah luka dan mendapat infeksi HIV.
2. Cara hubungan oro-ginital merupakan resiko tingkat kedua sesedah ano-genital. ( terrmasuk menelan sperma dari mitra seks pengidap HIV ).
3. Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-genital ( hetero suksual ). Hasil sebuah penelitian membuktikan bahwa resiko penularan suami pengidap HIV kepada istrinya adalah 22 % dan dari isteri pengidap HIV kepada suaminya adalah 8 %.

A 2. Transmisi non- seksual
1. Transmisi perenteral, penggunaan alat suntik atau alat tusuk lainya yang sudah tertular dengan virus HIV. Contoh paling populer adalah : para penyalah guna narkotika dengan suntik, terutama dinegara maju, di Asia terkenal di Thailand.
Selain itu juga penggunaan alat suntik oleh para medis untuk banyak orang, atau diperguanakan berkali-kali dan sudah tertular virus HIV. Juga pada penggunaan alat tindik, baik daun teliga, hidung maupun di tempat lain, sedang alatnya sudah tertular virus HIV Resiko tertular dengan alat tusuk seperti ini, sekitar 1 %. Dari data CDC-NIH ( Centers for Disease Control and National Institute for Health ) Amerika Serikat, dari sejumlah 973 orang yang tertusuk dengan jarum suntik yang sudah tertular dengan virus HIV, hanya 4 orang yang tertular dengan virus HIV.
2. Hal yang lain perlu diperhatikan adalah tertular dari darah transfusi, dari donor yang sudah tertular virus HIV. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, diman prevalensi HIV sedemikian tingginya, setiap donor darah sudah harus diskrin bebas virus HIV. Di Indonesia hal ini masih belum diperlulakan, karena relevansi HIV masih rendah. Resiko tertular infeksi HIV melalui transfusi darah adalah lebih dari 90 %.
3. Resiko transplasental, dari ibu hamil kepada anaknya 50 %.

A 3 . Transmisi yang belum terbukti.
Antara lain : walapun HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, namun belum terbukti penularanya. Dari air liur ( ludah), dapat diisolasi virus HIV, kemungkinan infeksi terjadi kalau saat berciuman dengan pengidap HIV, luka dibibir atau mukosa mulut.
Transmisi lain ynag belum terbukti adalah :
Transmisi lewat air mata, lewat air seni ( urine ), maupun transmisi sosial , seperti serumah, satu kelas disekolah dll. Transmisi melalui serangga penggigit manusia, antara lain nyamuk, kutui busuk, tidak terbukti.
Walaupun cara-cara yang disebutkan tadi belum terbukti merupakan transmisi infeksi virus HIV, namun dianjurkan agar :
1. Ibu pengidap HIV agar tidak menyusukan anaknya.
2. Mengurangi kontraminasi dengan saliva ( air liur, ludah), baik sewaktu “ resusitasi”

( merangsang jantung sewaktu serangan mogok jantung ), atau dikala berciuman ( sebainya jangan berciuman mulut-mulut dengan pengidap HIV ), dan juga hati-hati pada penderita sakit jiwa yang pengidap HIV yang suka menggigit ( anak penderita sakit jiwa ).
3. untuk dokter ahli mata harus berhati-hati terhadap air mata pasien pengidap HIV.






BAB V.
ASPEK KEJIWAAN PENDERITA AIDS.

Begitu seseorang mengakui ia menderita AIDS ( atas pemberitahuan dokter ), penderita mengalami scock. Bisa putus asa ( karena shock berat ). Penderita mengalami “ depressi berat “. Dengan berkembangnya penyakit, makin lama makin berat, timbul berbagai infeksi opotunistik, penderita makin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, macam penyakit tambah banyak, obat yang di beri harus tambah banyak dan tambah keras, dengan berbagai efek samping, ysng memperparah keadaan penderita. Masyarakat sekitar turut pula memperburuk keadaan kejiwaan penderita, dengan segala macam isu dan ejekan yang dilontarkan.

Adanya rasa takut pada AIDS.
Orang yang melakukan kegiatan yang dinyatakan sebagai resiko tinggi tertular AIDS, sepertii para homoseksual, atau mereka yang suka gonta-ganti pasangan seksualnya, maupun yang propesinya denagn aktivitas seksual dan termasuk resiko tinggi, tentu saja sesudah mendengar informasi tentang AIDS jadi takut..
Orang yang takut ini, menjadi panik, gelisah, susah tidur, merasa sudah tertular AIDS, akibatnya tidak dapat bekerja, lemah, dan menjadi sakit karena dinyatakannya sendiri ia sakit. Padahall sebenarnya ia belum tertular AIDS. Hal seperti ini disebut : “ PSEUDO AIDS “ atau “ AIDO PHOBIA “. Gejala-gejalanya menyerupai AIDS pada fase ringan. Orang ini kawatir dirinya menderita AIDS, malahan percaya bahwa dirinya sudah menderita AIDS, karena apa yang didengarnya tentang gejala AIDS, dirasakanya ada pada dirinya. Oleh sebab itu, yang penting adalah menjauhi semua kegiatan yang tidak normal, berlaku wajar, dan kalua memeng merasa telah tertular, sebaiknya memeriksakan diri kepada dokter untuk menyakinkan diri sendiri.
Demikian makalah ini, untuk mempertinggi kewaspadaan kita terhadap AIDS. Semoga setelah mendapat informasi tentang AIDS ini, kita lebih meningkatkan kewaspadaan, lebih terbuka, tetapi tidak menjadi menderita “ PSEUDO AIDS “ atau “ AIDO PHOBIA “


DAFTAR KEPUSTAKAAN
BING WIBISONO, Epidemiologi AIDS. Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Kelamin / Frambusia, Direktorat Jenderal PPM & PLP Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989.
IDA BAGUS MANTRA, Kebijaksanaan Penyuluhan Kesehatan Dalam Program Aids Di Indonesia. Pusat Penyuluhan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta , 1989.
NAEK L. TOBING, Pendekatan Kejiwaan terhadap Penderita AIDS. Subdirektorat Rehabilitasi Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989.
NYOMAN SUESEN, GPA ( Global Programme on AIDS ) dalam kaitanya dengan program nasional pencegahan dan pemberantasan AIDS.







BAB VI
PENUTUP

Alhamdulillah, penulis telah dapat berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Semoga dengan disusunnya tugas ini akan mendatangkan manfaat bagi semua pihak. terlepas dari pihak-pihak yang memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta dukungan dan bantuan lainnya kepada penulis.

Dengan penuh harapan penulis mohon saran dan kritik dalam penyusunan tugas ini, agar menjadi suatu pengalaman dalam melakukan penyusunan selanjutnya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Guru bidang studi Olah Raga Bapak Nana yang telah memberikan tugas ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan terhadap. Dampak Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang (Narkoba) terhadap : Penyakit Hubungan Kelamin.


Bandung, April 2010
Penulis


Dean Pranata Akhri
Multi Media X.R


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya.
Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
Pelayanan publik dewasa ini telah menjadi isu yang semakin strategis, karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik.
Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim ekonomi yang amat diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk bisa keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia yang sering mendapat sorotan dari masyarakat menjadi faktor penentu yang penting dari penurunan minat investasi. Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan mempunyai implikasi luas, terutama dalam tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kurang baiknya kinerja birokrasi menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya perbaikan kinerja pelayanan publik diharapkan mampu memperbaiki kembali citra pemerintah di mata masyarakat, karena dengan kualitas pelayanan yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali sehingga pemerintah bisa meningkatkan legitimasi yang lebih kuat di mata publik.
Kondisi pelayanan yang dilaksanakan pemerintah dalam berbagai jenis pelayanan masih dianggap belum sesuai harapan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari adanya berbagai pengaduan maupun keluhan, baik yang disampaikan langsung kepada institusi unit pelayanan maupun melalui media cetak ataupun elektronika. Di sisi lain, masyarakat sendiripun belum memberikan kontrol yang efektif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik. Oleh sebab itu, untuk lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, upaya-upaya peningkatan pelayanan publik terus ditingkatkan melalui berbagai pembenahan yang menyeluruh baik dari aspek kelembagaan, kepegawaian, tatalaksana dan akuntabilitas. Diharapkan, hal ini dapat menghasilkan pelayanan yang prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel.

2. Tujuan
1. Mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan selamat;
2. Mewujudkan tenaga kerja yang sehat dan produktif;
3. Mewujudkan laboratorium yang berkualitas dan terpercaya;
4. Mewujudkan sistem informasi hiperkes dan keselamatan kerja.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Hygene Industrial
Industrial Hygiene adalah ilmu tentang antisipasi, mengenal, mengevaluasi serta mengontrol kondisi lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi tenaga kerja [menyebabkan sakit, gangguan kesehatan atau ketidaknyamanan pada pekerja
Yang dapat dilakukan oleh seorang Industrial Hygienist adalah menerapkan ilmu Medical Scientist, Detective, dan Engineer. Pengetahuan yang luas mengenai ilmu kesehatan sangat membantu seorang Industrial Hygienist dalam memandang permasalahan di tempat kerja.
Seorang Industrial hygienist adalah detektif, sebab kita diharuskan mengetahui informasi lebih mengenai bahaya-bahaya di dalam tempat kerja. Monitor lingkungan kerja dan menganalisa metodenya yang nanti digunakan untuk menganalisa dampaknya terhadap pekerja yang terpapar.
Analisa bahaya di tempat kerja merupakan tahap pertama terpenting dari seorang Industrial Hygienist untuk mengetahui potensi bahaya di tempat kerja terhadap pekerja. Pengenalan lapangan kerja yang merupakan daerah tanggung jawab Kita harus dikontrol setiap waktu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di area kerja dapat termonitor setiap saat.
Dalam memonitor lingkungan kerja, selain lingkungan fisik, perlu juga dilakukan monitoring terhadap para pekerja dengan melakukan interview untuk menanyakan apakah ada isu-isu kesehatan yang terjadi di areanya. Sebelumnya kita harus memberikan informasi kedatangan Kita kepada Foreman atau Supervisor yang berwenang di area tersebut. Sehingga apabila ditemukan hal-hal yang substandard bisa dilakukan klarifikasinya kepada mereka. Ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan informasi antara kondisi lapangan dengan keterangan dari mereka.
2. Selama proses menganalisa seorang Industrial Hygienist melakukan:
1. Mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan kerja serta resikonya. Menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang timbul.
2. Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja.
3. Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran.
4. Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan.]
3 . Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
1. Engineering kontrol.
1. Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.
2. Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.
3. Work proses ditempatkan terpisah.
4. Menempatan ventilasi local/umum.
2. Administrasi kontrol.
1. Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya.
3. Praktek kerja.
1. Mengikuti prosedur yang sesuai untuk meminimalisasi pemaparan ketika pengoperasian.
2. Inspeksi secara reguler dan perawatan peralatan.
4. APD
1. Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian.

4.Peran Tenaga Kesehatan Dalam Perusahaan
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pada dekade belakangan ini perkembangan dunia industri berjalan dengan pesat, demikian juga tuntutan terhadap kualifikasi pekerjaannya serta pelayanan kesehatan pada kelompok pekerja di industri. Konsep pelayanan kesehatan kerja bagi pekerja juga mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan perkembangan dunia industri. Perusahaan adalah tempat bertemunya dua pihak yang berkepentingan. Di satu pihak owner mengusahakan keuntungan dan efisiensi sebesar mungkin, di lain pihak tenaga kerja memperjuangkan kesejahteraan termasuk kesehatan dan keluarga mereka. Di Indonesia, pemerintah membantu kelompok kedua dengan memberlakukan peraturan dan perundangan. Undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Permenaker No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Atas dasar inilah maka peran tenaga kesehatan kerja sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk melaksanakan Undang-undang tersebut di atas.
Tenaga Kesehatan yang bekerja di perusahaan merupakan Ahli Kesehatan Kerja (occuptional health specialist) yang bekerja dalam komunitas pekerja dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan tempat kerja dan berfokus pada keselamatan kerja, serta menggunakan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian efek yang merugikan selama interaksi pekerja dengan tempat kerja.
Tenaga kesehatan yang bekerja di perusahaan selain harus mahir dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit-penyakit akibat kerja, mengetahui cara-cara pencegahan, diagnosis dini dan usaha-usaha lain dalam memberantas penyakit akibat kerja, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan hubungan kerja yang kurang baik, berkurangnya gairah kerja, serta hal-hal lain, ia juga harus mempunyai etika tenaga kesehatan dalam tugas mereka.
Etika Ahli Kesehatan Kerja merupakan seperangkat perilaku anggota profesi Ahli Kesehatan Kerja dalam hubungannya dengan klien/ pasien, teman sejawat dan masyarakat pekerja serta merupakan bagian dari keseluruhan proses kesehatan kerja ditinjau dari segi norma-norma/ nilai-nilai moral. Masalah-masalah kecelakaan, penyakit akibat kerja, keluhan-keluhan tenaga kerja, kehilangan waktu bekerja, banyaknya angka absensi, menurunnya angka produktifitas tenaga kerja, dan sebagainya, memerlukan perhatian penuh pihak profesi Ahli Kesehatan Kerja, hukum, agama dan masyarakat luas.
Sebagai pemberi pelayanan yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan keselamatan kerja maka mudah dipahami bahwa seseorang Ahli Kesehatan Kerja memerlukan etika tenaga kesehatan karena harus bekerja sama dengan bidang-bidang lain yaitu misalnya dokter, ahli higine perusahaan, ergonomi, psikolog, ahli gizi dan yang paling penting adalah tenaga kerja.
Fungsi seorang Ahli Kesehatan Kerja di perusahaan sebenarnya sangat bergantung pada kebijakan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup upaya kesejahteraan dan keselamatan kerja. Posisi Ahli Kesehatan Kerja kesehatan kerja disini unik dan merupakan posisi Ahli Kesehatan Kerja seringkali lebih dekat dan lebih akrab dengan pekerja-pekerja dibandingkan dengan pihak manajemen perusahaan,
Etika tenaga kesehatan kerja yang didalamnya dikuti adanya kesadaran akan pilihan dari pihak manajemen, pihak tenaga kerja, dan dari masyarakat sekitar perusahaan.
Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
1. Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
1. Jaringan elektrik dan komunikasi.
2. Kualitas udara.
3. Kualitas pencahayaan.
4. Kebisingan.
5. Pemeliharaan.



BAB III
KESIMPULAN

Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer.
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi factor fisik, kimia, biologi, ergonomic dan psikososial yang mempengaruhi pekerjaan dalam melaksanakanpekerjaannya.(2) Kesehatan lingkungan kerja adalah ilmu dan seni yang ditunjukkan untuk mengenal mengevaluasi dalam mengendalikan semua factor-faktor dan stress lingkungan ditempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kesejahteran, kenyamanan dan efisiensi dikalangan pekerjaan dan masyarakat
Mencegah timbulannya kecerdasan dan penyakit akibat kerja melalui usaha-kungan usaha pengenalan (recognition), penilaian (evaluasi), dan pengendalian (contol) bahaya lingkungan kerja atau accupational health hazards
Menciptakan kondisi tempat dan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman, memberikan keuntungan baik kepada perusahan maupun kepada karyawan, guna meningkatkan derajat kesehatan, moral dan produktivitas kerja karyawan.

1. Saran – saran
1. Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet.’
2. Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.
3. Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.
4. Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter)
DAFTAR PUSTAKA
Suma’mur. Sejarah dan Hari Depan Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja in : Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung. Jakarta. 1996. p:22-25.
Thalib, D. Higene Perusahaan-Industrial Hygiene in: Kebijakan Keseamatan dan Kesehatan Kerja Pertamina. Jakarta. p:1-21.
Buraena, S. Program Kesehatan Lingkungan in: Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar. 2004. p:1-5.


BAB IV
PENUTUP

Alhamdulillah, penulis telah dapat berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Semoga dengan disusunnya tugas ini akan mendatangkan manfaat bagi semua pihak. terlepas dari pihak-pihak yang memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta dukungan dan bantuan lainnya kepada penulis.

Dengan penuh harapan penulis mohon saran dan kritik dalam penyusunan tugas ini, agar menjadi suatu pengalaman dalam melakukan penyusunan selanjutnya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Guru bidang studi Olah Raga Bapak Nana yang telah memberikan tugas ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan terhadap Keselamatan Kerja

Bandung, April 2010
Penulis

Dean Pranata Akhri
Multi Media X.R


BAB I
PENDAHULUAN
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dalam paparan ini sengaja mengambil Cara pertolongan pertama secara menyeluruh hal ini dimagsudkan menambah wawasan dan memudahkan apabila menemukan kejadian dalam kehidupan sehari-hari.

1.Obat untuk Pertolongan Pertama dan Pengelolaan Obat
Obat dalam rumah tangga sangat penting dalam penatalaksanaan kesehatan. Ketaktersediaan obat dasar /sederhana di rumah dapat mengakibatkan kesakitan menjadi lebih parah, apalagi jika penatalaksanaannya tidak tepat dan lambat. Kecelakaan merupakan peristiwa tidak terduga yang menimpa seseorang. Peristiwa tersebut terjadi begitu saja, tidak direncanakan, tidak mengenal waktu, tidak mengenal tempat, dan tidak memilih siapa yang akan mendapatkannya. Kecelakaan dapat berakibat fatal, menimbulkan cacat tubuh atau bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali. Hal ini sangat tergantung dari faktor penyebab, peristiwa itu sendiri, dan daya tahan korban.
Penanganan yang tepat dan cepat menentukan keberhasilan penanganan kecelakaan. Jika penanganan tidak tepat dan lambat kondisi pasien dapat menjadi semakin parah. Sebaliknya, jika penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan tepat dapat mencegah kematian atau perburukan kondisi korban. Kecelakaan di rumah tangga cukup tinggi, seperti jatuh dari tangga/pohon, tersayat pisau/pecahan gelas; tersiram air/minyak panas, kemasukan benda asing ke dalam hidung/telinga, salah minum obat, dan sebagainya. Untuk melakukan pertolongan pertama, peralatan dan obat-obatan di rumah sangat terbatas sehingga untuk melakukan pertolongan pertama diperlukan pengetahuan dan keterampilan sederhana yang tidak memperparah kondisi korban. Selain itu, diperlukan ketepatan dalam menentukan kapan dirujuk ke rumah sakit.
Makalah ini akan memaparkan secara ringkas tentang pertolongan pertama kecelakaan di rumah tangga dan pengelolaan obat yang baik dirumah tangga.
a.Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
Kecelakaan di rumah tangga dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok besar:
• murni kecelakaan ( trauma fisik, panas, kimia, dll)
• kedaruratan medik ( umumnya karena penyakit yang diderita seperti kejang, tidak sadar, ngamuk, dan sebagainya ).
b.Murni Kecelakaan
Beberapa kejadian yang sering dijumpai di rumah tangga:
1.Memar
Memar terjadi karena trauma/benturan benda keras. Jatuh ke lantai terbentur meja tembok. Tanda yang terlihat adanya benjolan pada bagian yang terantuk, kadang disertai wama kebiruan ( dapat muncul esok hari ). Benjol dan kebiruan disebabkan karena pembuluh darah pada bagian yang terkena benturan pecah dan darah masuk kejaringan sekitarnya. Cara mengatasinya jika tidak ada luka langsung dikompres dingin pada bagian yang terbentur. Hal ini untuk mencegah bertambah banyak darah yang merembes ke jaringan. Pengompresan juga akan mengurangi udema (pembengkakan). Pada hari berikut dilihat kondisi pembengkakan berkurang atau tidak. Pada periode ini penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi/menghilangkan pembengkakan. Cara yang digunakan dengan memberikan kompres panas selama 3-5 menit, untuk melebarkan pembutuh darah setempat, setelah itu dikompres dingin selama 1-2 menit. Hal ini dilakukan 4 - 5 kali sehari sampai bengkak menghilang. Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan kompres panas yakni suhu panas jangan sampai menimbulkan luka bakar. Kompres panas dapat menggunakan air panas dalam kantong atau dengan obat pemanas kulit ( salep/ krim / balsam ). Penggunaan obat yang ditempatkan pada kulit perlu diperhatikan efeknya.
Memar dapat terjadi di semua bagian tubuh. Untuk memar yang terjadi di sekitar mata, misalnya terkena tinju. Cara penatalaksanaan sama yakni dalam 24 jam pertama diberikan kompres dingin, selanjutnya kompres panas dingin berganti-ganti. Hal yang perlu diperhatikan adalah penyebab dan kondisi memar mata yang dapat menimbulkan penyulit, misal tulang dasar kepata retak atau tulang sekitar bola mata retak/patah. Untuk memastikan biasanya diawali dengan melihat ukuran trauma, ada tidaknya gangguan penglihatan. Jika diduga terjadi keadaan semacam ini maka harus segera dirujuk ke rumah sakit.
2.Laserasi atau Luka Parut
Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit, misalnya karena jatuh saat berlari. Permukaan kulit yang rusak mengakibatkan terjadi perdarahan. Banyaknya perdarahan tergantung dari lokasi luka, dalam dan luas luka. Luka parut di kepala ( misal terantuk ) umumnya minimbulkan perdarahan lebih banyak dibanding di tempat lain. Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan sabun. Luka dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai benda asing ( kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke rumah sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa anti-infeksi.
3.Terpotong atau Teriris
Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada pembuluh darah arteri yang putus terpotong. Cara mengatasinya pertama, menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain yang bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan pembalutan torniquet. Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat pinggang/saputangan pada bagian antara luka dan jantung secara melingkar, kemudian dengan menggunakan sepotong kayu/ballpoint tali/ikat pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang (lihat gambar 1). Tujuan cara ini untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup dan rujuk ke rumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha. Pembebatan di tempat lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian ditutup kasa steril.
4.Luka Bakar
Luka Bakar sering terjadi di rumah tangga di antaranya terkena api, tersiram air panas, minyak panas, sampai kuah masakan yang panas. Berat ringan luka bakar sangat tergantung pada luas dan dalam luka bakar tersebut. Luka bakar dibedakan atas, luka bakar kering umumnya karena api, sengatan listrik, logam panas; luka bakar karena cairan panas, air mendidih, uap panas, minyak panas, dll; luka bakar karena zat kimia, asam pekat, alkali pekat, dll. Tanda-tanda luka bakar sesuai tingkat keparahannya, yakni luka bakar ringan rasa panas dan nyeri, kemerah-merahan pada bagian yang terkena panas, kadang-kadang ada pembengkakan. Luka bakar sedang cirinya bagian yang terkena lebih dalam dari permukaan kulit, rasa panas dan nyeri lebih hebat, selain kemerahan juga timbul gelembung yang berisi cairan. Luka bakar berat cirinya jaringan yang terkena lebih dalam sampai jaringan di bawah kulit, tampak ada jaringan yang mati ( kehitaman ). Hal yang perlu diperhatikan selain kedalaman luka bakar juga luas permukaan kulit yang terkena trauma panas. Semakin luas permukaan kulit yang terkena semakin membahayakan jiwa korban.
Penatalaksanaan luka bakar tergantung pada tingkat keparahannya.
1. Luka bakar ringan
Derajat ringan jika luas kurang dari 50% atau derajat sedang dengan dengan luas kurang dari 15 % atau derajat berat kurang dari 2%. Bagian yang terkena panas dikompres dengan air dingin atau dialiri air dingin. Bila terlalu luas segera rujuk kerumah sakit. Bagian yang melepuh jangan dipecah, tetapi ditutupi. Tidak dianjurkan mengolesi luka bakar dengan odol/kamfer, keadaan ini justru akan memperberat kondisi luka bakar dan akan menambah penderitaan, sebab saat membersihkan akan terasa sakit.
2. Luka Bakar Sedang.
Derajat ringan dengan luas lebih dari 50%, derajat sedang dengan luas c15-30%, atau derajat berat dengan luas lebih dari 2 % perlu segera dirujuk ke rumah sakit dengan menutupi bagian yang terkena panas.
3. Luka bakar berat.
Lebih parah dan lebih luas dari kondisi luka bakar sedang, segera rujuk ke rumah sakit yang lengkap.
Obat-obatan yang diperlukan pada luka bakar, terutama bila permukaan kulit terbuka, adalah anti infeksi yang diberikan secara oles/topikal untuk mencegah kemungkinan terinfeksi. Hal lain yang perlu diperhatikan karena dapat mengancam korban luka bakar adalah kehilangan cairan tubuh (dehidrasi), karena permukaan kulit yang rusak, infeksi, cacat tubuh karena adanya jaringan parut akibat luka bakar (kontraktur). Untuk luka bakar karena zat kimia perlu penatalaksanaan khusus, secara umum luka bakar dialiri air dingin lebih lama ( 20 - 30 menit ), tutup dengan kain halus, dan rujuk ke rumah sakit.
c.Terkilir, Lepas Sendi, dan Patah Tulang
Keadaan ini sering terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Cara mengatasi terkilir, pertama dilakukan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakan sendi, kemudian dilakukan pembalutan ketat dua lapis untuk mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan. Istirahatkan sampai bengkaknya hilang. Lepas sendi (luxasio) sering terjadi pada usia lanjut, terutama sendi mandibula. Penatalaksanaan lepas sendi harus dilakukan di rumah sakit oleh ahli ortopedi untuk mengembalikan sendi ke posisi normal. Patah tulang (fracture) dapat tertutup dapat terbuka. Patah tulang terbuka terjadi jika salah satu ujung tulang keluar permukaan kulit sehingga menimbulkan luka. Patah tulang yang banyak terjadi dalam rumah tangga karena jatuh dari atap, dari pohon, atau terpeleset. Pada wanita usia lanjut banyak terjadi patah tulang di leher tulang paha ( colum femur ). Penatalaksanaan patah tulang dilakukan di rumah sakit. Namun demikian, sebelum dirujuk ke rumah sakit dapat dilakukan pertolongan pertama sebagai berikut: korban dibaringkan, bagian tulang yang diperkirakan patah diistirahatkan, jangan sampai bergerak. Untuk itu harus dilakukan pembidaian. Prinsip pembidaian adalah "mematikan" dua persendian yang membatasi bagian tulang yang patah. Pembidaian dilakukan agar bagian yang patah tidak bergerak atau bergeser. Pada patah tulang terbuka selain tindakan seperti di atas, perdarahan dihentikan dan luka ditutupi dengan kain steril atau kain bersih agar tidak terkontaminasi bakteri. Selanjutnya dirujuk ke rumah sakit. Pada fraktur terbuka tidak boleh menarik atau membetulkan bagian yang patah dan/atau memasukan ujung tulang yang mencuat keluar.
d.Mimisan atau Perdarahan Hidung.
Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak, baik karena dikorek-korek atau karena hal lain (demam). Cara mengatasi yang paling mudah dengan mendudukkan anak agak menunduk, cuping hidung kanan kiri dipencet bersamaan, dan bernapas melalui mulut. Tunggu sampai 10 menit. Bila darah masih keluar, segera rujuk ke rumah sakit. Penggunaan cara tradisional dengan daun sirih, dapat membantu menghentikan perdarahan karena daun sirih mengandung zat yang menyempitkan pembuluh darah.
1.Pingsan (syncope)
Pingsan adalah suatu keadaan seseorang kehilangan kesadarannya. Hal ini sering terjadi karena kondisi fisik ataupun mental tidak baik. Cara mengatasi keadaan ini, sebelum melakukan tindakan perhatikan pernapasannya. Bila masih bernapas segera baringkan dengan posisi kepala lebih rendah dari dada dan kaki, pakaian yang kencang dilonggarkan. Badan dihangatkan. Pingsan karena kejiwaan agak sulit ditangani sebab biasanya disertai kejang ( misal dalam keadaan histeris ). Bila tidak bernapas, raba nadinya, bila tidak teraba, lakukan resusitasi jantung paru. Bila tidak dapat segera rujuk ke rumah sakit
2.Benda asing
Benda asing adalah benda yang tidak biasa di dalam tubuh, seperti duri menusuk dan tertinggal dalam kulit, biji-bijian yang dimasukkan ke dalam hidung telinga, telinga kemasukan serangga, dan saluran napas tersumbat makanan. Kejadian yang sering dijumpai adalah anak-anak yang memasukkan benda asing ke lubang hidung. Cara mengatasinya, bila benda asing tidak terlalu besar, diusahakan untuk bersin. Caranya dengan mencium bubuk merica. Jika dengan cara tersebut tidak berhasil segera dirujuk ke rumah sakit. Jangan mengkorek atau menyemprot dengan air karena hal ini dapat memperparah keadaan atau benda asing semakin dalam.
Jika ditemukan benda asing di telinga, misalnya serangga harus dikeluarkan dengan meneteskan minyak mineral (gliserin/parafin cair) atau obat tetes telinga, kemudian miringkan dan amati benda asing tersebut keluar atau tidak. Bila tidak keluar, jangan melakukan tindakan apapun sebab dapat merusak saluran atau selaput kendang telinga. Benda asing di mata, prinsip jangan menggosok-gosok kelopak mata. Bila ada darah segera rujuk ke rumah sakit. Bila debu yang halus, dapat dilakukan dengan membalik kelopak mata, dengan ujung kapas atau saputangan yang dibasahi ambil debu yang ada di mata. Dapat juga dilakukan dengan gelas pencuci mata, atau dengan mengaliri air bersih. Bila benda asing menancap pada selaput lendir bola mata, segera rujuk kerumah sakit. Benda asing dikulit, misal duri, bila ujung duri masih teraba cabut dengan alat penjepit yang telah dibersihkan/disucihamakan. Bila halus, duri bambu/kaktus/ulat bulu, dapat dengan cara menempelkan plester pada kulit yang tercancap duri halus, kemudian plester dicabut dengan cepat. Lakukan berulang-ulang sampai duri/bulu halus tercabut semua. Bila Benda asing masuk ke dalam tenggorokan, sehingga menyumbat saluran nafas, perlu dilakukan tindakan yang cepat dan segera. Pada bayi dengan cara mengangkat kedua kaki dan tepuk punggungnya. Pada anak-anak, dengan cara tengkurupkan pada lutut, atau kursi yang dibalik tepuk punggungnya. Pada anak yang besar atau dewasa dengan metode Heimlich. Bila tidak berhasil segera rujuk ke rumah sakit. Duri ikan yang tercancap ditenggorokan dapat diatasi dengan menelan bakpao, atau nasi/ketan yang dikepal kemudian ditelan. Bila tidak berhasil rujuk ke rumah sakit.
3.Keracunan.
Dalam rumah tangga keracunan dapat terjadi karena makanan/minuman misal keracunan singkong, bongkrek, jengkol, minuman lapen atau karena zat kimia seperti baygon, pemutih, racun tikus, dan lainnya. Keracunanan makanan dan minuman ditandai dengan gangguan saluran cerna, mual, muntah, sampai diare, kepala berputar-putar, pada keadaan yang berat dapat terjadi gangguan gangguan pernapasan dan dapat meninggal dunia, misalnya kejadian keracunan bongkrek di daerah Banyumas. Khusus untuk keracunan karena makan jengkol, ditandai dengan gangguan saluran kemih, berupa nyeri dan air seni sedikit. Cara mengatasi secara umum, bila baru terjadi dan korban masih sadar, dengan mengeluarkan bahan makanan dari lambung dengan memacu muntah. Caranya dengan mengorek tenggorokan dengan jari. Bila tidak sadar segera rujuk ke rumah sakit, apalagi telah muncul tanda kebiruan (sianotis) pada daerah-daerah ujung jari dan bibir. Untuk mengatasi keracunan kimiawi diperlukan penatalaksanaan khusus dan hanya dilakukan di rumah sakit. Akan sangat menolong bila korban yang dirujuk ke rumah sakit disertai dengan zat racun yang diminum/dimakan. Beberapa cara tradisional yang dilakukan dengan minum air kelapa muda dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan bila korban sadar. Jangan sekali-kali memasukkan makanan-minuman melalui mulut pada keadaan pasien tidak sadar.
e.Gigitan hewan, Sengatan Serangga dan Racun dari Tumbuh-tumbuhan.
Kejadian gigitan/sengatan dari hewan maupun tumbuhan dapat terjadi pada rumah tangga. Mulai dari hewan kecil, seperti tungau, pinjal, lebah, nyamuk, kaki seribu, kelabang, sampai ular, anjing. Akibat yang nyata terlihat adanya perlukaan pada kulit dan adanya tanda peradangan ( merah bengkak, sakit/nyeri ). Pada kondisi yang lebih buruk dapat terjadi kekakuan / kelumpuhan bagian yang terluka. Khusus pada gigitan ular yang beracun ada dua lubang bekas masuknya taring ular berbisa. Cara mengatasi gigitan hewan ( anjing, kucing, kera ) korban ditenangkan luka dicuci dengan air bersih dan sabun, beri antiseptik balut, dan rujuk ke rumah sakit. Bila ada perdarahan hentikan perdarahan dengan cara seperti luka potong atau luka sayat. Jika luka karena sengatan serangga, segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan minyak pelumas, atau terpentin atau minyak cat kuku. Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine atau krim antihistamin. Bila tersengat lebah, ambil sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan krim antihistamin atau kompres es bagian yang tersengat. Bila menunjukkan adanya tanda-tanda membahayakan, seperti kepala berputar-putar, mual-muntah, pucat apalagi sampai sesak napas, segera rujuk ke rumah sakit. Sementara, penanganan gigitan ular beracun dengan melakukan torniquet antara bekas gigitan dengan jantung, istirahatkan bagian yang tergigit, seperti kita menangani patah tulang. Rujuk ke rumah sakit. Jangan melakukan sayatan silang dan menghisap darah dari luka sayatan tersebut, sebab selain membahayakan diri bagi yang menghisap darah, juga akan menimbulkan luka infeksi pada korban.
2.Pengelolaan Obat dalam Rumah Tangga
Kita telah minum obat, mengoleskan obat, bahkan mendapat suntikan obat. Apa sebenarnya obat itu? Obat adalah suatu senyawa/bahan kimia yang berasal dari luar tubuh dan akan mengakibatkan perubahan fungsi biologi jaringan atau organ jika masuk ke dalam tubuh manusia. Tujuan meminum obat adalah untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit. Untuk mencapai tujuan pengobatan dan penatalaksanaan kejadian-kejadian di rumah tangga, perlu disediakan obat sederhana. Walaupun obat yang tersedia sederhana, namun perlu dikelola dengan baik. Pengelolaan yang tidak baik selain menyebabkan biaya terbuang percuma juga dapat membahayakan jiwa. Salah satu contoh seorang intelektual meninggal dunia karena meminum racun serangga yang diletakkan di tempat menyimpan obat. Secara umum pengelolaan obat di rumah tangga mencakup jenis obat dan alat kesehatan yang harus tersedia; jumlah yang harus disediakan; dimana membelinya; cara menyimpannya; cara mengetahui obat yang rusak; dan cara penggunaan yang benar. Pengelolaan obat di rumah tangga dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga karena yang paling sering tinggal di rumah, mengenal seisi rumah, dan yang pasti seorang ibu sangat peka terhadap kesehatan seisi rumah. Penyediaan obat tidak harus selengkap di rumah sakit, tetapi cukup untuk mengatasi keadaan darurat rumah tangga. Obat-obat yang harus tersedia dapat dikelompokkan sebagai berikut obat-obat luar, obat-obat yang dibeli sendiri, dan obat-obat khusus yang didapat dari resep dokter. Ketiga golongan obat harus jelas dan disimpan dalam tempat yang terpisah.Pengelompokan yang paling mudah adalah dengan memisahkan obat luar dengan obat yang diminum. Obat yang diminum untuk bayi dipisahkan dari obat anak dan obat untuk dewasa. Cara pemisahan ini minimal dapat mencegah salah penggunaan.
a. Jenis Obat dan Alat Kesehatan yang Perlu Tersedia
Jenis persediaan obat dan alat kesehatan di rumah tangga sangat tergantung pada kejadian yang sering dialami di rumah tangga, misalnya demam, anak kejang (stuip), dan perlukaan. Obat dan alat kesehatan yang disediakan harus berkaitan dengan hal tersebut. Secara umum berdasar angka kejadian obat dan alat kesehatan yang perlu disediakan adalah obat batuk ( anak dan dewasa ): Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), tablet antibatuk; obat sakit perut/diare: oralit, carbon adsorbent (norit®), tablet maag; obat pengurang rasa nyeri/demam: parasetamol sirup dan tablet, aspirin tablet (khusus dewasa); obat untuk alergi: ctm, dan salep antihistamin; obat anti mabuk (khusus bagi yang sering bepergian); obat yang digunakan secara topikal (dioleskan pada kulit): cairan antiseptik (mercurochrom, povidon iodine), salep/krim anti histamin, salep/krim pengurang rasa nyeri (kayu putih, minyak telon, balsern dll.), dan tetes mata. Alat kesehatan yang diperlukan di rumah tangga antara lain adalah kasa pembalut, pembalut elastis, kasa steril, plester biasa maupun yang sudah ada anti infeksinya, pembalut segitiga (mitela), peniti, pinset, termometer, dan gelas pencuci mata.
b. Jumlah yang Harus Tersedia
Jumlah obat dan alat kesehatan yang harus tersedia sangat tergantung pada situasi. Besar kecil lemari obat tergantung dari jauh tidaknya rumah dengan fasilitas kesehatan, kemudahan mencapainya, serta kejadian di rumah tangga. Kecelakaan yang sering terjadi di rumah tangga dan kesulitan mencapai fasilitas kesehatan menyebabkan ketersediaan obat dan alat kesehatan di rumah tangga harus lengkap jenis dan jumlahnya.
c. Tempat Mendapatkan Obat dan Alat Kesehatan
Pengadaan obat tidak menjadi persoalan sebab banyak toko obat/apotik yang menyediakan obat dan alat kesehatan. Usahakan membeli pada toko obat yang telah mendapat izin resmi dari departemen kesehatan (ada asisten apoteker), perhatikan kemasannya, dan mintalah petunjuk penggunaan.
d. Cara Penyimpanan Obat dan Alat Kesehatan
Kotak/lemari obat ditempatkan pada tempat yang mudah terjangkau, namun tidak mudah dijangkau oleh anak-anak. Jangan ditempatkan di daerah yang terkena cahaya matahari langsung, hindari penempatan pada tempat yang lembab dan basah. Bahan kotak/lemari obat dapat bermacam-macam, dapat terpisah sendiri (yang ideal), dapat bersama dengan barang lain, namun harus jelas pemisahannya. Setiap obat yang disimpan harus diberi etiket/label yang jelas, nama obat, cara penggunaan, dan tanggal dibeli. Bedakan label penggunaan obat luar dan obat dalam (yang diminum). Penyimpanan yang baik dapat mencegah salah penggunaan dan mencegah kerusakan obat. Agar penyimpanan tetap baik perlu dikontrol dan dibersihkan secara periodik.
e. Obat Rusak
Penyimpanan yang baik dapat mencegah kerusakan. Obat cepat menjadi rusak bila terpapar sinar matahari, kelembaban udara, dan udara yang sangat kering. Ciri obat rusak antara lain adanya perubahan warna, bentuk ( pecah, tumbuh kristal, lembab); bila berupa sirup/campuran saat dikocok tidak tercampur, sudah lewat batas kadaluwarsa. Dalam kondisi tersebut obat harus dibuang dan jangan digunakan. Perlu diperhatikan pembuangan obat sebaiknya memperhatikan lingkungan, sebaiknya dihancurkan terlebih dahulu.
f. Cara Penggunaan
Obat dapat merugikan jika digunakan secara tidak tepat. Untuk menggunakan obat secara aman ketahui aturan pakainya, dosis yang harus diminum dan frekuensi minum dalam sehari (24 jam), lama minum obat. Untuk pengobatan sendiri atau self-medication dibatasi tidak lebih dari 2 X 24 jam jika gejala tidak berkurang segera ke dokter. Jenis obat yang harus diminum sesudah makan jika obat tersebut merangsang lambung sehingga timbul rasa pedih. Hal ini terutama karena obat yang diminum bersifat asam. Dalam kondisi semacam ini memang dianjurkan meminum obat 1-2 jam sesudah makan. Obat seperti vitamin dan obat yang mengandung enzim pencernaan, sebaiknya diminum bersama makan. Obat -obat resep dokter bila tidak ada informasinya tanyakan pada dokter yang memberi resep atau pada apoteker yang memberikan obat. Dengan cara demikian penjelasan yang lengkap tentang cara menggunakan obat yang benar dan rasional didapatkan. Jika timbul gejala yang asing setelah minum obat seperti gatal, buyer, lemes, mual-muntah, ataupun diare, segeralah ke dokter/rumah sakit. Hal tersebut disebabkan timbulnya efek samping obat. Efek samping dapat terjadi pada setiap orang, berupa reaksi alergi (gatal, biduren, diare, sesak nafas atau shock), karena efek obat tersebut atau efek ikutan (ngantuk, mual, lemes). Alergi tidak dapat diduga sebelumnya, sedangkan efek ikutan obat dapat diduga sebelumnya.
Daftar Pustaka
1. Darwis, A., dkk. Buku Pedoman Pertolongan Pertama. Jakarta: Kantor Pusat PMI; 2001.
2. Dwipahasto, I; Suryawati, S; Santo, S; Pemakaian dan Pengelolaan Obat di Rumah Tangga. Yogyakarta: Lab. Farmakologi Klinik Fak Kedokteran UGM;1988.
3. Shryock, H., Modern Medical Guide. Bandung: Indonesian Publishing House; 1982.
4. Smerdon, G, P3K untuk Orang Tua. Jakarta: Arcan;1994.

BAB III
PENUTUP

Alhamdulillah, penulis telah dapat berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Semoga dengan disusunnya tugas ini akan mendatangkan manfaat bagi semua pihak. terlepas dari pihak-pihak yang memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta dukungan dan bantuan lainnya kepada penulis.

Dengan penuh harapan penulis mohon saran dan kritik dalam penyusunan tugas ini, agar menjadi suatu pengalaman dalam melakukan penyusunan selanjutnya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Guru bidang studi Olah Raga Bapak Nana yang telah memberikan tugas ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan terhadap. P3k. (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)


MAKALAH TENTANG AIDS

BAB I
PENDAHULUAN


Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangan dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula.

Bagi seorang individu moral merupakan landasan dalam perilaku. Tinggi rendahnya orientasi moral seseorang berpengaruh terhadap perilakunya, termasuk perilaku seksnya. Berperilaku seks yang tidak sesuai dengan moral akan menimbulkan perasaan bersalah pada diri si pelaku.

Di samping itu, meningkatnya kasus perilaku reproduksi di kalangan remaja, karena mereka tidak mengerti kalau perilaku tersebut merupakan perilaku yang melanggar norma adat. Hal ini terjadi karena sosialisasi tentang norma dengan maslah perilaku reproduksi sangant kurang. Kecenderungan seperti ini banyak ditemukan di daerah perkotaan. Keadaan tersebut adalah salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri. Peranan anggota keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nenek, saudara sepupu dan sebagainya dalam suatu keluarga, tidak hanyadapat menjadi tempat mengadu bagi anak-anak bermasalah, tetapi juga dapat menjadi pengawas dalam suatu keluarga. Keberadaan mereka dapat mengontrol perilaku remaja. Dengan kata lain remaja yang tinggal dalam keluarga batih mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk melakukan hubungan seks pranikah, terlebih bila kedua orang tuanya berkerja.

Ketika teknologi di bidang komunikasi dan informasi berkembang sarana hiburan film, baik yang ditonton di bioskop maupun yang ditayangkan televisi disinyalir sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku reproduksi tidak sehat di kalangan remaja, selain gambar dan film porno. tempat hiburan ( diskotik, karaoke, bar, pub, dan cafe). Pusat pertokoan seperti Matahari dan McDonal di Kuta merupakan alternatif baru yang dipilih ABG ( remaja ) sebagai tempat “nongkrong”. Selain itu pusat pertokoan juga merupakan tempat yang menjadi pilihan remaja untuk berkumpul, mencari kemungkinan mendapatkan pasangan, tempat berjanji bertemu pasangan, atau kemungkinan untuk melakukan transaksi seks.

BAB II
KEWASPADAAN TERHADAP PENYAKIT KELAMIN

Badan kesehatan sedunia atau WHO berpendapat bahwa penularan AIDS hanya dapat dicegah bila semua negara didunia ikut serta secara aktif melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap AIDS. Pada tanggal 1 Pebruari 1987 dibentuk suatu wadah dengan nama SPA atau special programme on AIDS, yang kemudian diubah namanya menjadi GPA atau Global programme on AIDS, yang artinya suatu program mencakup semua negara didunia. Wadah ini disahkan berdirinya oleh sidang WHA ( World Health Assembly ) ke-40 pada bulan Mei 1987 dan disahkan pula oleh sidang UNGA ( United Nation General Assembly ) ke-42 pada bulan Oktober 1987 di Jenewa ( Swiss ).

A. Ada beberapa dasar pertimbangan pembentukan wadah ini, adalah :
1. AIDS Telah menjadi masalah Internasional, penyebaranya telah menyeluruh ( pandemi ), dan telah dianggap sebagai kedaruratan seluruh dunia ( atau “ Worlwide global emergency” ).
2. Pandemi ini dapat dihentikan dan penularanya dapat dicegah, walapun obat maupun vaksin antinya sampai saat ini belum ditemukan.
3. Penyuluhan kesehatan kepada petugas kesehatan maupun masyarakat umum, dan golongan resiko tinggi, masih merupakan upaya penting dalam pencegahan dan pemberantasan AIDS.
4. Pencegahan dan pemberantasan AIDS memerlukan upaya dan keterlibatan (“Commitment” ) jangka panjang dan berkesinambungan.
5. Pencegahan dan pemberantasan AIDS perlu diintegrasikan melalui primary Health Care
(Pelayanan kesehatan tingkat awal) dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada (baik Puskesmas, poliklinik, pos kesehatan, unit pelayanan kesehatan terdepan).

B. Tujuan dari progran ini adalah :
1.Mencegah penularan HIV
2.Pemberian nasehat ( Counseling ) kepada mereka penghidap HIV.
3.Mempersatukan upaya nasional dan internasional dalam pencegahan dan pemberantasan AIDS.

C. Komponen utama GPA ( = Global Programme on AIDS ) adalah :
1. bantuan teknis dan keuangan program nasional pencegahan dan pemberantasan AIDS.
2. Kerjasama dan pertukaran informasi mengenai IADS di bawa koordinasi dan pimpinan GPA Internasional.

D. Beberapa pandangan (Perspektif) megenai masalah AIDS :
1. Besar masalah sebenarnya belum pesti. (Jumlah penderita maupun angka kematian AIDS).
2. Penularan HIV di masyarakat akan terus berlangsung dan tak dapat dielakkan.
3. Dimensi akhir akibat AIDS Belum diketahui
4. Diperkirakan dalam 5 Tahun mendatang, obat atau vaksin anti AIDS belum diketemukan.
5. Tidak ada satu negara didunia ini yang bebas dari AIDS atau infeksi HIV, hanya khususnya tidak dilaporkan.

BAB III.
GAMBAR KLINIK AIDS 

1.  Tumor.
Dapat berupa sarkoma kaposi pada AIDS yang sifatnya :

Multipel, progresif, dapat terjadi pada semua bagian kulit dan organ tubuh, pendarahan paru-paru, dan pendarahan dalam perut ( Intra abdoninal ). Penyebabnya belum jelas, prognese ditentukan oleh penyakit dasar, dan dijumpai pada : 36-50 % kasus AIDS kelompok homoseksual. Jarang dijumpai pada heteroseksual. 4,3 % pada penyalah-guna narkotika suntik. 0-2 % pada hemofilia, atau penerima transfusi darah. Dapat pula berupa limpoma ganas. Sering sesudah sarkoma kaposi. Terdapat pada susunan saraf pusat (otak), sumsum tulang, saluran pencernaan, pelepasan (rectum), jaringan kulit dan selaput lendir,dan pada stasium lanjut, ada : demam, riwayat infeksi dan penyularan berat badan (disebut “B symptoms”). Prognosis kurang baik, walaupun sembuh dengan khemoterapi tinggi, kambuh lagi sesudah 1 tahun.

2. Infeksi oportunistik ( Kesempatan mendapat infeksi ).
a. Manifestasi pada paru-paru dapat berupa infeksi oportunistik, infiksi bukan oportunistik maupun bukan infeksi. 50 % berupa gejala pertama.

Manisfestasi paru-paru ini dapat berupa “ pneumonia “ ( dikenal sebagai paru-paru basah ), PCP = Pneumonia Pneumocystis carinii denagn gejala klinis :
• Sesak nafas sejak lama atau langsung berat, batuk kering, tidak dapat menarik nafas dalam, demam ( tidak tinggi ), 70 % sembuh pada pengobatan pertama, kekambuhan 20 % ; harapan hidup 9 bulan sampai 1 tahun, jarang sampai 2 tahun.
• Dapat pula berupa Cytomegalo Virus ( CMV ), yang hidup diparu-paru secara komensil ( 50 % ) dengan gejala sesak nafas, batuk, biasanya bersama dengan PCP.
• Atau dapat berupa Mycobacteria ( infeksi jamur ) yang sulit di sembuhkan, biasanya muncul pada stadium akhir.

b. Pada saluran pencernahan dan hati ( ;iver ), dengan gejala tidak enak diulu hati dan tidak ada nafsu makan. Dapat pula gejala tidak enak dimulut dan kerongkongan, tidak mau makan, sukar menelan dan rasa nyeri diulu hati. Gejala lain diare ( sering buang air besar, mencret ), gangguan penyerapan makanan dalam usus, pengurangan berat badan, karena diare yang terus-menerus, bertahan, kolik perut ( mulas ), tinja lembek sampai encer, hingga kekurangan cairan.

3. Manifistasi pada saraf, denga infiksi HIV :
10 % manifestasi saraf ; 75 % ada penyakit saraf. Dapat berupa encefalitis ( infeksi otak ), miningitis ( infeksi selaput otak ), infeksi selaput jala mata ( retinitis ), dan gangguan saraf tepi ( neoropati perifer ).

Gejala encepalitisnya dapat berupa :
Kebingugan, lupa ( amnesia ), lamban berpikir, hilang kemampuan konsentrasi, letih, tidak ada nafsu seksual, hilang keseimbangan badan, tungkai lemah, ataxia ( gerakan anggota tubuh tidak terarah ) tulisan kacau, peninggian refleks-refleks ( hyperreflexia ). Gejala mental, antara lain : marah-marah, suka gaduh, respon berbicara lambat, lupa ( ©2004 Digitized by USU digital library 3 kejadian baru ), berlanjut dengan demensia ( bodoh ), berlanjut tergeletak, dan besar ( incontinentia urinae ).

Gejala encefalitisnya dapat berupa :
Kebigungan, lupa ( amnesia ), lamban berfikir hilang kemampuan konsentrasi, litih, tidak nafsu seksual hilang, keseimbangan badan, tungkai lemah, ataxia ( gerakan anggota tubuh tidak berarah ), tulisan kacau, peninggian refleks-refleks ( hyperreflexia ). Gejala mental, antara lain : marah-marah, suka gaduh, respons berbicara lambat, lupa ( kejadian baru ), berlanjut dengan dimensia ( bodoh ), berlanjut tergeletak, dan beser ( incontinentia urinae ). Gejala meningitisnya berupa keletihan, deman, berat badan menurun, sakit kepala, mau muntah, kaku kuduk, dan fotofobia ( tidak tahan melihat cahaya ). Infeksi toxoplasma, jamur, TBC, tomor lain, dengan gejala klinik letih dan bingung, kejang, lumpuh sebagai tubuh, sampai ataxia, disfungsi batang otak dll. 4. Retinitis ( infeksi selaput jala mata = retina ). Gejala klinis dapat berupa : penyempitan lapangan pandang, kabur, nyeri dalam mata, perdarahan dala mata, bisa sampai buta.

BAB IV .
CARA PENULARAN AIDS ( TRANSMISI ).

Untuk penularan diperlukan antara lain :
1. sumber penyakit.
2. alsat embawa agent penyakit (“ vehikulum” ).
3. host ( tuan rumah ) yang rentan.
4. adanya jalan keluar.
5. adanya jaln masuk (“ port d’entrée” ).

Yang diketahui sampai saat ini sebangai sember penyakit AIDS adalah virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ). Sebagai pembawa penyakit ( vehikulum ) diketahui adalah : berbagai cairan tubuh, seperti sperma, cairan alat kelamin wanita ( vagina dan cerviks ), dan darah. Selain itu, HIV dapat dijumpai pada penderita yang mengandung HIV dari air susu ibu, air mata, air liur, air ludah, tapi tidak terbukti dapat menularkan.

A 1. Transmisi suksual
1. cara hubungan suksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV. Karena mukosa rectum dan anus ( pelapisan ) yang sangat tipis dan mudah luka dan mendapat infeksi HIV.
2. Cara hubungan oro-ginital merupakan resiko tingkat kedua sesedah ano-genital. ( terrmasuk menelan sperma dari mitra seks pengidap HIV ).
3. Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-genital ( hetero suksual ). Hasil sebuah penelitian membuktikan bahwa resiko penularan suami pengidap HIV kepada istrinya adalah 22 % dan dari isteri pengidap HIV kepada suaminya adalah 8 %.

A 2. Transmisi non- seksual
1. Transmisi perenteral, penggunaan alat suntik atau alat tusuk lainya yang sudah tertular dengan virus HIV. Contoh paling populer adalah : para penyalah guna narkotika dengan suntik, terutama dinegara maju, di Asia terkenal di Thailand. Selain itu juga penggunaan alat suntik oleh para medis untuk banyak orang, atau diperguanakan berkali-kali dan sudah tertular virus HIV. Juga pada penggunaan alat tindik, baik daun teliga, hidung maupun di tempat lain, sedang alatnya sudah tertular virus HIV Resiko tertular dengan alat tusuk seperti ini, sekitar 1 %. Dari data CDC-NIH ( Centers for Disease Control and National Institute for Health ) Amerika Serikat, dari sejumlah 973 orang yang tertusuk dengan jarum suntik yang sudah tertular dengan virus HIV, hanya 4 orang yang tertular dengan virus HIV.

2. Hal yang lain perlu diperhatikan adalah tertular dari darah transfusi, dari donor yang sudah tertular virus HIV. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, diman prevalensi HIV sedemikian tingginya, setiap donor darah sudah harus diskrin bebas virus HIV. Di Indonesia hal ini masih belum diperlulakan, karena relevansi HIV masih rendah. Resiko tertular infeksi HIV melalui transfusi darah adalah lebih dari 90 %.

3. Resiko transplasental, dari ibu hamil kepada anaknya 50 %.

A 3 . Transmisi yang belum terbukti.
Antara lain : walapun HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, namun belum terbukti penularanya. Dari air liur ( ludah), dapat diisolasi virus HIV, kemungkinan infeksi terjadi kalau saat berciuman dengan pengidap HIV, luka dibibir atau mukosa mulut.

Transmisi lain ynag belum terbukti adalah :
Transmisi lewat air mata, lewat air seni ( urine ), maupun transmisi sosial , seperti serumah, satu kelas disekolah dll. Transmisi melalui serangga penggigit manusia, antara lain nyamuk, kutui busuk, tidak terbukti.

Walaupun cara-cara yang disebutkan tadi belum terbukti merupakan transmisi infeksi virus HIV, namun dianjurkan agar :
1. Ibu pengidap HIV agar tidak menyusukan anaknya.
2. Mengurangi kontraminasi dengan saliva ( air liur, ludah), baik sewaktu “ resusitasi” ( merangsang jantung sewaktu serangan mogok jantung ), atau dikala berciuman ( sebainya jangan berciuman mulut-mulut dengan pengidap HIV ), dan juga hati-hati pada penderita sakit jiwa yang pengidap HIV yang suka menggigit ( anak penderita sakit jiwa ).
3. untuk dokter ahli mata harus berhati-hati terhadap air mata pasien pengidap HIV.

BAB V.
ASPEK KEJIWAAN PENDERITA AIDS.

Begitu seseorang mengakui ia menderita AIDS ( atas pemberitahuan dokter ), penderita mengalami scock. Bisa putus asa ( karena shock berat ). Penderita mengalami “ depressi berat “. Dengan berkembangnya penyakit, makin lama makin berat, timbul berbagai infeksi opotunistik, penderita makin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, macam penyakit tambah banyak, obat yang di beri harus tambah banyak dan tambah keras, dengan berbagai efek samping, ysng memperparah keadaan penderita. Masyarakat sekitar turut pula memperburuk keadaan kejiwaan penderita, dengan segala macam isu dan ejekan yang dilontarkan.

Adanya rasa takut pada AIDS.
Orang yang melakukan kegiatan yang dinyatakan sebagai resiko tinggi tertular AIDS, sepertii para homoseksual, atau mereka yang suka gonta-ganti pasangan seksualnya, maupun yang propesinya denagn aktivitas seksual dan termasuk resiko tinggi, tentu saja sesudah mendengar informasi tentang AIDS jadi takut..

Orang yang takut ini, menjadi panik, gelisah, susah tidur, merasa sudah tertular AIDS, akibatnya tidak dapat bekerja, lemah, dan menjadi sakit karena dinyatakannya sendiri ia sakit. Padahall sebenarnya ia belum tertular AIDS. Hal seperti ini disebut : “ PSEUDO AIDS “ atau “ AIDO PHOBIA “. Gejala-gejalanya menyerupai AIDS pada fase ringan. Orang ini kawatir dirinya menderita AIDS, malahan percaya bahwa dirinya sudah menderita AIDS, karena apa yang didengarnya tentang gejala AIDS, dirasakanya ada pada dirinya. Oleh sebab itu, yang penting adalah menjauhi semua kegiatan yang tidak normal, berlaku wajar, dan kalua memeng merasa telah tertular, sebaiknya memeriksakan diri kepada dokter untuk menyakinkan diri sendiri.

Demikian makalah ini, untuk mempertinggi kewaspadaan kita terhadap AIDS. Semoga setelah mendapat informasi tentang AIDS ini, kita lebih meningkatkan kewaspadaan, lebih terbuka, tetapi tidak menjadi menderita “ PSEUDO AIDS “ atau “ AIDO PHOBIA “
  
DAFTAR KEPUSTAKAAN

BING WIBISONO, Epidemiologi AIDS. Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Kelamin / Frambusia, Direktorat Jenderal PPM & PLP Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989.
IDA BAGUS MANTRA, Kebijaksanaan Penyuluhan Kesehatan Dalam Program Aids Di Indonesia. Pusat Penyuluhan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta , 1989.
NAEK L. TOBING, Pendekatan Kejiwaan terhadap Penderita AIDS. Subdirektorat Rehabilitasi Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989.
NYOMAN SUESEN, GPA ( Global Programme on AIDS ) dalam kaitanya dengan program nasional pencegahan dan pemberantasan AIDS.

BAB VI
PENUTUP

Alhamdulillah, penulis telah dapat berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Semoga dengan disusunnya tugas ini akan mendatangkan manfaat bagi semua pihak. terlepas dari pihak-pihak yang memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta dukungan dan bantuan lainnya kepada penulis.

Dengan penuh harapan penulis mohon saran dan kritik dalam penyusunan tugas ini, agar menjadi suatu pengalaman dalam melakukan penyusunan selanjutnya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Guru bidang studi Olah Raga Bapak Nana yang telah memberikan tugas ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan terhadap. Dampak Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang (Narkoba) terhadap : Penyakit Hubungan Kelamin.                                                                       

Selasa, 05 November 2013

materi obat-obatan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh.untuk itu obat sangat diperlukan. Terkadang Obat tidak selamanya baik, kadang obat justru berbahaya, karena takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit.
Di era teknologi yang sudah maju saat ini, semua bisa kita dapatkan dengan cepat. Apalagi dengan adanya internet, semua aktifitas sudah bisa dilakukan di internet. Mulai dari kirim email, chatting, tele-confrence, dan bisnis. Demikian juga dengan obat, untuk mendapatkan obat melalui internet sudah bisa di lakukan. Cukup anda ketikan kata "obat" atau "toko obat" atau "informasi obat" di google, maka sudah terdapat puluhan toko obat yang menyediakan pelayanan penjualan obat secara online.Permasalahannya adalah apakah obat yang kita beli itu sesuai dengan apa yang tertulis atau tidak malahan sekarang harus kita cari tahu apakah obat yang kita beli "ASLI ATAU PALSU".
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan obat dan apa saja macam-macam obat?
2.    Apa itu dosis obat, standar obat, resep obat, dan reseptor obat?
3.    Apa yang dimaksud Reaksi obat dan faktor yang mempengaruhi reaksi obat?
4.    Bagaimana cara Membeli Dan Mendapatkan Obat Yang Baik?
1.3    Tujuan
1.    Untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan dasar II tentang Obat-Obatan.
2.    Untuk mengetahui definisi obat dan cara memilih obat yang baik.
3.    Untuk mengetahui bahaya Obat.
4.    Menambah dan meningkatkan wawasan tentang obat.

1.4  Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan dan ilmu keperawatan dasar II tentang Obat-Obatan.
2. Bagi Pembaca
Memberikan wawasan tentang Obat-Obatan serta dapat menambah dan meningkatkanwawasan pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan dasar II

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah di uji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang lazim dikenal sebagai obat.Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.

2.2  Macam-Macam Obat
1.    Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi , dosis dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik serta cara penyimpanannya.
2.    Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi.
3.    Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan.
4.    Obat Narkotika dan Psikotropika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.3  Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit.Jika dosis terlalu rendah (under dose) maka efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika berlebih (over dose) bisa menimbulkan efek toksik/keracunan bahkan sampai kematian.

2.4  Standar Obat
Sebaiknya obat yang akan digunakan memenuhi berbagai standar persyaratan obat, diantaranya:
a.       Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada percampuran.
b.      Standar potensi yang baik.
c.       Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan obat.
d.      Adanya keamanan.
e.       Efektivitas.

Kelima standar tersebut harus dimiliki agar menghasilkan efek yang baik terhadap kepatenan obat sendiri.

2.5  Resep Obat
Resep Obat adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk memberikan obat yang dikehendaki kepada pasien. Oleh karenanya pasien tidak diharuskan mengerti tulisan resep obat. Akan tetapi apotekerlah yang wajib mengerti tulisan resep obat dan memberikan informasi obat yang dibutuhkan oleh pasien. Mulai dari nama obat, dosis, aturan pakai, efek samping sampai hal-hal lain yang berhubungan dengan obat dan penyakit pasien. Dari alur tersebut jelaslah bahwa pasien mendapatkan informasi lebih dari sekedar bisa membaca resep obat. Dalam hal ini keaktifan pasien untuk bertanya/berkonsultasi dengan apoteker ketika menebus obat di apotik sangat dibutuhkan.

2.6  Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh, obat akan bekerja sesuai dengan proses kimiawi. Salah satu reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yaitu suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi obat (½ dari kadar puncak) dalam tubuh.
    Faktor yang mempengaruhi Reaksi Obat diantaranya adalah :
a.    Absorbsi Obat yaitu proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh melalui aliran darah, kecuali jenis topical yang dipengaruhi oleh cara dan jalur pemberian obat, jenis obat, keadaan tempat, makanan, dan keadaan pasien.
b.   Distribusi obat kedalam tubuh, setelah diabsorbsi, obat didistribusikan ke dalam tubuh melalui darah dan system limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi oleh keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan patologis.
c.    Metabolisme obat, setelah melalui sirulasi, obat akan mengalami proses metabolism. Obat akan ikut sirkulasi kedalam jaringan kemudian berinteraksi dengan sel dan mengalami perubahan zat kimia untuk kemudian diekskresikan.
d.   Ekskresi sisa melalui obat, setelah obat mengalami metabolism atau pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai dan tidak bereaksi. Sisa zat ini kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urine, intestinal dalam bentuk feses, dan paru dalam bentuk udara.

    Reaksi obat dalam tubuh tidak semuanya sama. Ada kalanya obat memiliki reaksi yang cepat dan ada kalanya memiliki reaksi yang lambat. Semuanya tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya usia dan berat badan, jenis kelamin, faktor genetis, faktor psikologis, waktu, cara pemberian, dan lingkungan.

2.7  Reseptor Obat
Reseptor Obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan tubuh. Kedua bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu, juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis (aginist binding site) di sebut antagonis.

2.8  Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi Keperawatan
a.       Menolak pemberian obat
Jika pasien menolak pemberian obat, intervensi keperawatan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menanyakan alasan pasien melakukan hal tersebut. Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan pemberian obat. Jika pasien terus menolah, maka sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter, dan catat dalam laporan.
b.        Integritas kulit terganggu
Untuk mengatasi masalah gangguan integritas kulit, lakukan penundaan dalam pengobatan, kemudian laporkan ke dokter dan catat kedalam laporan.
c.         Disorientasi dan bingung
Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara melakukan penundaan pengobatan. Jika pasien ragu, laporkan kedokter dan catat dalam laporan.
d.        Menelan Obat
Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat, maka sebaiknya laporkan kejadian tersebut kepada dokter, untuk selanjutnya dokter yang akan melakukan intervensi.
e.         Alergi Kulit
Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan  sebanyak mungkin pengobatan yang telah diberikan, beritahu dokter dan catat dalam pelaporan.

2.9  Cara Pemberian Obat
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya :
a.    Pemberian Obat melalui Oral, merupakan pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan jenis obat.
b.   Pemberian Obat Intrakutan, merupakan cara memberikan atau memasukkan obat kedalam jaringan kulit, tujuannya adalah untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan.
c.    Pemberian Obat Subkutan, merupakan pemberian obat melalui suntikan kebawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus (abdomen)
d.   Pemberian Obat Intravena Langsung, merupakan pemberian obat yang dilakukan melalui vena, diantaranya vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), dan vena frontalis/temporalis (kepala), serta bertujuan memberikan obat dengan reaksi cepat dan langsung masuk pada pebuluh darah.
e.    Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena, merupakan pemberian obat melalui wadah cairan intravena merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
f.     Pemberian Obat Melalui Selang Intravena.
g.    Pemberian Obat Intramuskular, merupakan pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan otot. Tujuan pemberian obat dengan cara ini agar absorpsi obat lebih cepat.
h.   Pemberian Obat Melalui Anus/Rektum, merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukkan obat melalui anus atau rectum, bertujuan memberikan efek local dan sistemik.
i.      Pemberian Obat Melalui Vagina, merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukkan obat melalui vagina yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks.

2.10. Tips Membeli Dan Mendapatkan Obat Yang Baik
1.    Beli obat di Apotik atau Toko Obat yang memiliki ijin
Agar aman, sebaiknya membeli obat di apotik. Obat-obatan yang ada di apotik biasanya berasal dari distributor obat yang menyediakan obat yang di produksi oleh perusahaan farmasi (Pharmaceutical company).Apalagi apotik mempunyai izin resmi dari dinas kesehatan setempat dan dibawah pengawasan seorang apoteker, sehingga obat yang didapatkan dari apotik bisa kita jamin kualitas dan keasliannya.Selain di apotik, obat juga bisa didapatkan melalui toko obat. Namun perlu diperhatikan, dengan semakin menjamurnya toko obat, maka perlu lebih selektif dalam memilih toko obat. Lihat dulu apakah toko obat tersebut memiliki izin pendirian atau tidak dan tanyakan kepada pemilik toko obat dari mana penyediaan obat dari toko tersebut. Hal ini penting untuk menghindari mendapatkan obat yang kualitasnya buruk atau obat palsu.
2.    Cek obat yang akan kita beli
Untuk membedakan secara fisik apakah obat itu obat palsu atau obat asli. Namun ada hal mendasar yang dapat kita jadikan dasar apakah obat itu asli atau palsu adalah "HARGA OBAT". Survey harga obat yang akan kita beli. Jika harga obat di suatu tempat lebih murah dengan perbedaan yang significant, maka kita bisa duga bahwa obat itu adalah palsu.Hal lain yang perlu di perhatikan adalah tanggal kadaluarsa obat, dimana hal ini kadang kurang diperhatikan. Selalu lihat tanggal kadaluarsa obat. Jangan membeli obat yang sudah lewat tanggal kadaluarsanya, karena bisa jadi obat tersebut bukan menjadi obat, malah menjadi racun buat tubuh.
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
        Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.

3.2    SARAN
    Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :
 Dapat mengetahui dan dapat meningkatkan wawasan tentang Obat.
 Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat mengetahui dan memahami arti obat serta dapat memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi semua pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
http://id.wikipedia.org/wiki/Obat
http://www.ronywijaya.web.id/2012/05/bahaya-obat-obatan.html











   

MAKALAH WAWASAN TENTANG OBAT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh.untuk itu obat sangat diperlukan. Terkadang Obat tidak selamanya baik, kadang obat justru berbahaya, karena takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit.
Di era teknologi yang sudah maju saat ini, semua bisa kita dapatkan dengan cepat. Apalagi dengan adanya internet, semua aktifitas sudah bisa dilakukan di internet. Mulai dari kirim email, chatting, tele-confrence, dan bisnis. Demikian juga dengan obat, untuk mendapatkan obat melalui internet sudah bisa di lakukan. Cukup anda ketikan kata "obat" atau "toko obat" atau "informasi obat" di google, maka sudah terdapat puluhan toko obat yang menyediakan pelayanan penjualan obat secara online.Permasalahannya adalah apakah obat yang kita beli itu sesuai dengan apa yang tertulis atau tidak malahan sekarang harus kita cari tahu apakah obat yang kita beli "ASLI ATAU PALSU".
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan obat dan apa saja macam-macam obat?
2.    Apa itu dosis obat, standar obat, resep obat, dan reseptor obat?
3.    Apa yang dimaksud Reaksi obat dan faktor yang mempengaruhi reaksi obat?
4.    Bagaimana cara Membeli Dan Mendapatkan Obat Yang Baik?
1.3    Tujuan
1.    Untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan dasar II tentang Obat-Obatan.
2.    Untuk mengetahui definisi obat dan cara memilih obat yang baik.
3.    Untuk mengetahui bahaya Obat.
4.    Menambah dan meningkatkan wawasan tentang obat.

1.4  Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan dan ilmu keperawatan dasar II tentang Obat-Obatan.
2. Bagi Pembaca
Memberikan wawasan tentang Obat-Obatan serta dapat menambah dan meningkatkanwawasan pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan dasar II

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal dan ada yang telah melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah di uji khasiatnya. Yang terakhir inilah yang lazim dikenal sebagai obat.Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.

2.2  Macam-Macam Obat
1.    Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi , dosis dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi, nama dan alamat pabrik serta cara penyimpanannya.
2.    Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda peringatan P. No.1 sampai P.No.6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi.
3.    Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf "K" yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk juga semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan.
4.    Obat Narkotika dan Psikotropika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.3  Dosis Obat
Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit.Jika dosis terlalu rendah (under dose) maka efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika berlebih (over dose) bisa menimbulkan efek toksik/keracunan bahkan sampai kematian.

2.4  Standar Obat
Sebaiknya obat yang akan digunakan memenuhi berbagai standar persyaratan obat, diantaranya:
a.       Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada percampuran.
b.      Standar potensi yang baik.
c.       Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan obat.
d.      Adanya keamanan.
e.       Efektivitas.

Kelima standar tersebut harus dimiliki agar menghasilkan efek yang baik terhadap kepatenan obat sendiri.

2.5  Resep Obat
Resep Obat adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk memberikan obat yang dikehendaki kepada pasien. Oleh karenanya pasien tidak diharuskan mengerti tulisan resep obat. Akan tetapi apotekerlah yang wajib mengerti tulisan resep obat dan memberikan informasi obat yang dibutuhkan oleh pasien. Mulai dari nama obat, dosis, aturan pakai, efek samping sampai hal-hal lain yang berhubungan dengan obat dan penyakit pasien. Dari alur tersebut jelaslah bahwa pasien mendapatkan informasi lebih dari sekedar bisa membaca resep obat. Dalam hal ini keaktifan pasien untuk bertanya/berkonsultasi dengan apoteker ketika menebus obat di apotik sangat dibutuhkan.

2.6  Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh, obat akan bekerja sesuai dengan proses kimiawi. Salah satu reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yaitu suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi obat (½ dari kadar puncak) dalam tubuh.
    Faktor yang mempengaruhi Reaksi Obat diantaranya adalah :
a.    Absorbsi Obat yaitu proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh melalui aliran darah, kecuali jenis topical yang dipengaruhi oleh cara dan jalur pemberian obat, jenis obat, keadaan tempat, makanan, dan keadaan pasien.
b.   Distribusi obat kedalam tubuh, setelah diabsorbsi, obat didistribusikan ke dalam tubuh melalui darah dan system limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi oleh keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan patologis.
c.    Metabolisme obat, setelah melalui sirulasi, obat akan mengalami proses metabolism. Obat akan ikut sirkulasi kedalam jaringan kemudian berinteraksi dengan sel dan mengalami perubahan zat kimia untuk kemudian diekskresikan.
d.   Ekskresi sisa melalui obat, setelah obat mengalami metabolism atau pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai dan tidak bereaksi. Sisa zat ini kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urine, intestinal dalam bentuk feses, dan paru dalam bentuk udara.

    Reaksi obat dalam tubuh tidak semuanya sama. Ada kalanya obat memiliki reaksi yang cepat dan ada kalanya memiliki reaksi yang lambat. Semuanya tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya usia dan berat badan, jenis kelamin, faktor genetis, faktor psikologis, waktu, cara pemberian, dan lingkungan.

2.7  Reseptor Obat
Reseptor Obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan tubuh. Kedua bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu, juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis (aginist binding site) di sebut antagonis.

2.8  Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi Keperawatan
a.       Menolak pemberian obat
Jika pasien menolak pemberian obat, intervensi keperawatan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menanyakan alasan pasien melakukan hal tersebut. Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan pemberian obat. Jika pasien terus menolah, maka sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter, dan catat dalam laporan.
b.        Integritas kulit terganggu
Untuk mengatasi masalah gangguan integritas kulit, lakukan penundaan dalam pengobatan, kemudian laporkan ke dokter dan catat kedalam laporan.
c.         Disorientasi dan bingung
Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara melakukan penundaan pengobatan. Jika pasien ragu, laporkan kedokter dan catat dalam laporan.
d.        Menelan Obat
Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat, maka sebaiknya laporkan kejadian tersebut kepada dokter, untuk selanjutnya dokter yang akan melakukan intervensi.
e.         Alergi Kulit
Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan  sebanyak mungkin pengobatan yang telah diberikan, beritahu dokter dan catat dalam pelaporan.

2.9  Cara Pemberian Obat
Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya :
a.    Pemberian Obat melalui Oral, merupakan pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan jenis obat.
b.   Pemberian Obat Intrakutan, merupakan cara memberikan atau memasukkan obat kedalam jaringan kulit, tujuannya adalah untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan.
c.    Pemberian Obat Subkutan, merupakan pemberian obat melalui suntikan kebawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus (abdomen)
d.   Pemberian Obat Intravena Langsung, merupakan pemberian obat yang dilakukan melalui vena, diantaranya vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), dan vena frontalis/temporalis (kepala), serta bertujuan memberikan obat dengan reaksi cepat dan langsung masuk pada pebuluh darah.
e.    Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena, merupakan pemberian obat melalui wadah cairan intravena merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
f.     Pemberian Obat Melalui Selang Intravena.
g.    Pemberian Obat Intramuskular, merupakan pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan otot. Tujuan pemberian obat dengan cara ini agar absorpsi obat lebih cepat.
h.   Pemberian Obat Melalui Anus/Rektum, merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukkan obat melalui anus atau rectum, bertujuan memberikan efek local dan sistemik.
i.      Pemberian Obat Melalui Vagina, merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukkan obat melalui vagina yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks.

2.10. Tips Membeli Dan Mendapatkan Obat Yang Baik
1.    Beli obat di Apotik atau Toko Obat yang memiliki ijin
Agar aman, sebaiknya membeli obat di apotik. Obat-obatan yang ada di apotik biasanya berasal dari distributor obat yang menyediakan obat yang di produksi oleh perusahaan farmasi (Pharmaceutical company).Apalagi apotik mempunyai izin resmi dari dinas kesehatan setempat dan dibawah pengawasan seorang apoteker, sehingga obat yang didapatkan dari apotik bisa kita jamin kualitas dan keasliannya.Selain di apotik, obat juga bisa didapatkan melalui toko obat. Namun perlu diperhatikan, dengan semakin menjamurnya toko obat, maka perlu lebih selektif dalam memilih toko obat. Lihat dulu apakah toko obat tersebut memiliki izin pendirian atau tidak dan tanyakan kepada pemilik toko obat dari mana penyediaan obat dari toko tersebut. Hal ini penting untuk menghindari mendapatkan obat yang kualitasnya buruk atau obat palsu.
2.    Cek obat yang akan kita beli
Untuk membedakan secara fisik apakah obat itu obat palsu atau obat asli. Namun ada hal mendasar yang dapat kita jadikan dasar apakah obat itu asli atau palsu adalah "HARGA OBAT". Survey harga obat yang akan kita beli. Jika harga obat di suatu tempat lebih murah dengan perbedaan yang significant, maka kita bisa duga bahwa obat itu adalah palsu.Hal lain yang perlu di perhatikan adalah tanggal kadaluarsa obat, dimana hal ini kadang kurang diperhatikan. Selalu lihat tanggal kadaluarsa obat. Jangan membeli obat yang sudah lewat tanggal kadaluarsanya, karena bisa jadi obat tersebut bukan menjadi obat, malah menjadi racun buat tubuh.
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
        Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.

3.2    SARAN
    Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :
 Dapat mengetahui dan dapat meningkatkan wawasan tentang Obat.
 Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat mengetahui dan memahami arti obat serta dapat memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi semua pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
http://id.wikipedia.org/wiki/Obat
http://www.ronywijaya.web.id/2012/05/bahaya-obat-obatan.html











   

Minggu, 03 November 2013

PRIVACY POLICY

Privacy Policy for Asmisiangka

If you require any more information or have any questions about our privacy policy, please feel free to contact us by email at Privacy.
At http://asmisiangka.blogspot.com/ we consider the privacy of our visitors to be extremely important. This privacy policy document describes in detail the types of personal information is collected and recorded by http://asmisiangka.blogspot.com/ and how we use it.
Log Files
Like many other Web sites, http://asmisiangka.blogspot.com/ makes use of log files. These files merely logs visitors to the site - usually a standard procedure for hosting companies and a part of hosting services's analytics. The information inside the log files includes internet protocol (IP) addresses, browser type, Internet Service Provider (ISP), date/time stamp, referring/exit pages, and possibly the number of clicks. This information is used to analyze trends, administer the site, track user's movement around the site, and gather demographic information. IP addresses, and other such information are not linked to any information that is personally identifiable.
Cookies and Web Beacons
http://asmisiangka.blogspot.com/ uses cookies to store information about visitors' preferences, to record user-specific information on which pages the site visitor accesses or visits, and to personalize or customize our web page content based upon visitors' browser type or other information that the visitor sends via their browser.
DoubleClick DART Cookie
→ Google, as a third party vendor, uses cookies to serve ads on http://asmisiangka.blogspot.com/.
→ Google's use of the DART cookie enables it to serve ads to our site's visitors based upon their visit to http://asmisiangka.blogspot.com/ and other sites on the Internet.
→ Users may opt out of the use of the DART cookie by visiting the Google ad and content network privacy policy at the following URL - http://www.google.com/privacy_ads.html
Our Advertising Partners
Some of our advertising partners may use cookies and web beacons on our site. Our advertising partners include .......
  • Google
  • Commission Junction
  • Amazon
  • Widget Bucks
  • Adbrite
  • Clickbank
  • Linkshare
  • Yahoo! Publisher Network
  • Azoogle
  • Chitika
  • Kontera
  • TradeDoubler
  • Other
While each of these advertising partners has their own Privacy Policy for their site, an updated and hyperlinked resource is maintained here: Privacy Policies.
You may consult this listing to find the privacy policy for each of the advertising partners of http://asmisiangka.blogspot.com/.
These third-party ad servers or ad networks use technology in their respective advertisements and links that appear on http://asmisiangka.blogspot.com/ and which are sent directly to your browser. They automatically receive your IP address when this occurs. Other technologies (such as cookies, JavaScript, or Web Beacons) may also be used by our site's third-party ad networks to measure the effectiveness of their advertising campaigns and/or to personalize the advertising content that you see on the site.
http://asmisiangka.blogspot.com/ has no access to or control over these cookies that are used by third-party advertisers.
Third Party Privacy Policies
You should consult the respective privacy policies of these third-party ad servers for more detailed information on their practices as well as for instructions about how to opt-out of certain practices. http://asmisiangka.blogspot.com/'s privacy policy does not apply to, and we cannot control the activities of, such other advertisers or web sites. You may find a comprehensive listing of these privacy policies and their links here: Privacy Policy Links.
If you wish to disable cookies, you may do so through your individual browser options. More detailed information about cookie management with specific web browsers can be found at the browsers' respective websites. What Are Cookies?
Children's Information
We believe it is important to provide added protection for children online. We encourage parents and guardians to spend time online with their children to observe, participate in and/or monitor and guide their online activity. http://asmisiangka.blogspot.com/ does not knowingly collect any personally identifiable information from children under the age of 13. If a parent or guardian believes that http://asmisiangka.blogspot.com/ has in its database the personally-identifiable information of a child under the age of 13, please contact us immediately (using the contact in the first paragraph) and we will use our best efforts to promptly remove such information from our records.
Online Privacy Policy Only
This privacy policy applies only to our online activities and is valid for visitors to our website and regarding information shared and/or collected there. This policy does not apply to any information collected offline or via channels other than this website.
Consent
By using our website, you hereby consent to our privacy policy and agree to its terms.

Update
This Privacy Policy was last updated on: Monday, November 4th, 2013. Privacy Policy Online Approved Site
Should we update, amend or make any changes to our privacy policy, those changes will be posted here.

RPP KLS 6 SEMESTER 1 & 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan          :      …………………………….. Kelas / Semester               :      VI (...