Rabu, 25 September 2019

MAKALAH TENTANG DAFTAR PUSTAKA


KATA PENGANTAR
  

Assalamu’alaikum Wr.WB
Alhamdulilah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat kasih dan karunia – Nya kami menyelesaikan malkalah bahasa Indonesia yang bertemakan “ Daftar Pustaka dan Catatan Kaki “ inipada waktunya.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui pengertian dan penggunaan daftar pustaka dan catatan kaki ada sebuah buku. Adapun penjelasan pada makalah ini kami ambil dari beberapa sumber website.
Kami ucapakan terima kasih pada teman – teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, akan tetapi kami juga menyadari bahwa terdapat kekurangan didalam makalah ini. untuk itu dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun para pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb






Penulis




------------------------------



i

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I  PENDAHULUAN............................................................................. 3
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 3
1.2. Rumusan masalah.................................................................................... 3                 
1.3. Tujuan...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 5
2.1. Pengertian Daftar Pustaka ...................................................................... 5
2.2. Fungsi Daftar Pustaka............................................................................. 5
2.3. Bentuk Daftar Pustaka............................................................................ 6
2.4. Penyusunan Daftar Pustaka..................................................................... 8
2.5. Cara Menulis Daftar Pustaka................................................................... 9
2.6. Catatan Kaki.......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP...................................................................................... 17
3.1. Simpulan................................................................................................ 17
3.2. Saran...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 18
ii


BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Salah satu fungsi dari daftar pustaka adalah untuk memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang ingin meneruskan kajian atau untuk melakukan pengecekan ulang terhadap karya tulis yang bersangkutan. Fungsi dari daftar pustaka adalah untuk memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku atau karya tulis yang dirujuk terhadap hasil karyanya yang turut menyumbang peraran dalam penulisan karya tulis yang kita tulis. Dan fungsi lain daftar pustaka yang tak kalah penting adalah menjaga profesionalitas kita (jika kita sebagai seorang penulis karya tulis) terhadap tulisan yang kita buat.
Definisi Daftar pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daftar yang mencantmkan judul buku, nama pengarang, penerbit dsb yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku dan disusun berdasarkan abjad. Daftar sendiri didefinisikan sebagai catatan sejumlah nama atau hal yang disusun berderet dari atas ke bawah.
Tentu saja penyusunan sebuah daftar pustaka harus mengedepankan asas kemudahan. Oleh karena itu, diterbitkanlah sebuah format atau cara penulisan daftar pustaka seperti yang sering kita dapatkan dibuku-buku sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

a. Daftar Pustaka

              1. Apakah penegrtian dari Daftar Pustaka?

              2. Apakah fungsi dari Daftar Pustaka?

              3. Sebutkan jenis – jenis Daftar Pustaka

              4. Bagaimana cara  penggunaan dari Daftar Pustaka?

              5. Tuliskan contoh dari Daftar Pustaka

     b. Catatan Kaki

              1. Apakah yang dimaksud dengan catatan kaki?

              2. Apakah fungsi dari catatan kaki?

              3. Sebutkan jenis – jenis catatan  kaki

              4. Bagaimana cara penggunaan catatan kaki dan cara penulisannya?

             5. Tuliskan contoh catatn kaki.

 

1.3 Tujuan Penulisan
a.       Memberikan dasar pengetahuan mengenai cara penulisan daftar pustaka dan catatan kaki yang baik dan benar.
b.      Memepelajari beberapa contoh penulisan daftar pustaka dan catatan kaki dari sumber yang berbeda.
c.       Agar siswa dan siswi dapat mengetahui dan memahami tata cara penulisan daftar pustaka dan catatan kaki dengan baik dan benar, serta  penerapannya sebagai penunjang pembelajaran dan penulisan proposal dan artikel yang akan datang.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Daftar Pustaka
Melalui daftar kepustakaan yang disertakan pada akhir tulisan itu. para sarjana atau cendekiawan dapat melihat kembali kepada sumber aslinya. Mereka dapat menetapkan apakah sumber itu sesungguhnya mempunyai pertalian dengan isi pembahasan itu, dan apakah bahan itu dikutip dengan benar atau tidak. Dan sekaligus dengan cara itu pembaca dapat memperluas pula horison pengetahuannya dengan bermacam-macam referensi itu.
Menurut Gorys Keraf (1997 :213) yang dimaksud dengan Daftar Pustaka atau Bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku artikel-artikel. dan bahan-bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian dan karangan yang tengah digarap. Bagi orang awam. Daftar Pustaka mungkin tidak penting artinya, tetapi bagi seorang sarjana seorang calon sarjana. atau scorang cendekiawan. daftar kepustakaan itu merupakan suatu hat yang sangat penting.

2.2. Fungsi Daftar Pustaka
Daftar pustaka memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
ü  Untuk memberikan informasi bahwa pernyataan dalam karangan itu bukan hasil
pemikiran penulis sendiri, tapi hasil pemikiran orang lain yang penulis.
ü  Untuk memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang ingin
meneruskan kajian atau untuk melakukan pengecekan ulang terhadap sumber aslinya.
ü  Untuk memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku atau karya tulis yang dirujuk terhadap hasil karyanya yang turut menyumbang peraran dalam
penulisan karya tulis yang kita tulis.
ü  Menjaga profesionalitas kita (jika kita sebagai seorang penulis karya tulis) terhadap tulisan yang kita buat.
ü  Untuk melihat kebenaran bahan yang dikutip.

2.3. Bentuk Daftar Pustaka
a)      Dengan seorang pengarang
Hockett. Charles F. A Course in Modern Linguistics. New York: The Mac Millan Company. 1963.
b)      Buku dengun dua atau tiga pengarang
Oliver. Robert T.. and Rupert L. Cortright. New Training for Effective Speech. New  York: Henry Holt and Company, Inc.,1958
c)      Buku dengan banyak pengarang
Morris, Alton C. et. al. College English, the First Year. New York : Harcourt, Brace & World. Inc., 1964
d)     Kalau edisi berikutnya mengalami perubahan
Gleason, H. A. An Introduction to Descriptive Linguistics. Rev. ed.New York: Holt. Rinehart and Winston. 1961.
e)      Buku yang terdiri dari dua jilid atau lebih
Intensive Course in English. 5 vols. Washington: English Language Service, inc., 1964.
f)       Sebuah edisi dan karya seorang pengarang atau !ebih
Ali, Lukman, ed. Bahan dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru. Djakarta: Gunung Agung, 1967.
g)      Sebuah Kumpulan Bunga Rampai atau Antologi
Jassin, H.B., ed. Gema Tanah Air. Prosa dan puisi. 2 Jld. Jakarta: Balai Pustaka,1969
h)      Sebuah Buku Terjemahan
Multatuli, Max Havelaar, atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda, terj. H.B.Jassin. Jakarta: Djambatan,1972
i)        dalam sebuah Himpunan
 RiesmanDavid. “Character and Society,” Toward Liberal Education, eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms. New York: Holt, Rinerhart and Wineton, 1962
j)        Artikel dalam Ensiklopedi
Wrigtht, J.T. “Language Varieties: language and dialect,” Encyclopaedia of Linguistics, Information and Control, hal. 243 – 251.

2.4. Penyusunan Daftar Pustaka
Penyusunan daftar pustaka dan penunjukannya pada naskah mengikuti salah satu dari tiga sistem berikut :
a)      Nama dan Tahun (Name and Year System). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama akhir penulis dan tidak dinomori. Penunjukan pada naskah dengan nama akhir penulis diikuti tahun penerbitan. Contohnya : Sistem Harvard (author-date style) Buller H, Hoggart K. 1994a. New drugs for acute respiratory distress syndrome.New England J Med 337(6): 435-439.
Buller H, Hoggart K. 1994b. The social integration of British home owners intorench rural communities. J Rural Studies 10(2):197–210.
Dower M.
1977. Planning aspects of second homes. di dalam Coppock JT (ed.), Second Homes: Curse or Blessing? Oxford: Pergamon Pr. Hlm 210–237.
Grinspoon L, Bakalar JB. 1993. Marijuana: the Forbidden Medicine. London: Yale Univ Press.
Palmer FR. 1986. Mood and Modality. Cambridge: Cambridge Univ Press.
b)      Kombinasi Abjad dan Nomor (Alphabet-Number System). Pada sistem ini cara penunjukannya dalam naskah adalah dengan memberikan nomor sesuai dengan nomor pada daftar pustaka yang disusun sesuai abjad.
c)      Sistem Nomor (Citation Number System). Kutipan pada naskah diberi nomor berurutan dan susunan daftar pustaka mengikuti urutan seperti tercantum pada naskah dan tidak menurut abjad. Contohnya : Sistem Vancouver (author-number style)
1)      Prabowo GJ, Priyanto E. New drugs for acute respiratory distress syndrome due to avian virus. N Ind J Med. 2005;337:435-9.
2)      Grinspoon L, Bakalar JB. Marijuana: the Forbidden Medicine. London: Yale Univ Pr; 1993.
3)      Feinberg TE, Farah MJ, editors. Behavioural Neurology and Neuropsychology. Ed ke2. New York: McGraw-Hill; 1997.
4)      Grimes EW. A use of freeze-dried bone in Endodontics. J Endod 1994; 20: 355-6.
5)      Amerongen AVN, Michels LFE, Roukema PA, Veerman ECI. 1986. Ludah dan kelenjar ludah arti bagi kesehatan gigi. Rafiah Arbyono dan Sutatmi Suryo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr; 1992. hlm 1-42.
6)      Salim S. Pengaruh humiditas dan waktu penyimpanan serta cara curing terhadap sifat fisik, kimia dan mekanik akrilik basis gigi tiruan. Disertasi. Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga; 1995. hlm 8-21

2.5.  Cara Menulis Daftar Pustaka
Berikut ini merupakan contoh dari bagaimana penulisan daftar pustaka pada penulisan makalah, skripsi atau penelitian dan lain sebagainya.
1.      Penulisan daftar pustaka dalam pengambilan data dari internet, pertama; tulis nama, kedua; tulis (tahun buku atau tulisan dibuat dalam tanda kurung) setelah itu beri (tanda titik), ketiga; tulis judul buku/tulisannya lalu beri (tanda titik) lagi, keempat; tulis alamat websitenya gunakan kata (from) untuk awal judul web dll setelah itu beri tanda koma, kelima; tulis tanggal pengambilan data tersebut ok. Seperti contoh dibawah ini:
·         Albarda (2004). Strategi Implementasi TI untuk Tata Kelola Organisasi (IT Governance). From http://rachdian.com/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=27&Itemid=30, 3 August 2008   
2.      Penulisan daftar pustaka dalam pengambilan data dari buku, pertama; penulisan nama untuk awal menggunakan huruf besar terlebih dahulu setelah nama belakang ditulis beri (tanda koma), dimulai dari nama belakang lalu beri (tanda koma) dan dilanjutkan dengan nama depan, kedua; tahun pembuatan atau penerbitan buku, ketiga; judul bukunya ingat ditulis dengan mengunakan huruf miring setelah judul gunakan (tanda titik), keempat; tempat diterbitkannya setelah tempat penerbitan gunakan (tanda titik dua), dan kelima; penerbit buku tersebut diakhiri dengan (tanda titik). Seperti contoh dibawah ini:
·         Peranginangin, Kasiman (2006). Aplikasi Web dengan PHP dan MySql. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
·         Soekirno, Harimurti ( 2005). Cara Mudah Menginstall Web Server Berbasis Windows Server 2003. Jakarta: Elex Media Komputindo.
3.      Penulisan daftar pustaka yang lebih dari satu/dua orang penulis dalam buku yang sama. Pertama  tulis nama belakang dari penulis yang pertama setelah nama belakang beri (tanda koma) lalu tulis nama depan jika nama depan berupa singkatan tulis saja singkatan itu setelah nama pertama selesai beri (tanda titik) lalu beri (tanda koma) untuk nama kedua / ketiga ditulis sama seperti nama sali alis tidak ada perubahan, yang berubah penulisannya hanya orang pertama sedangkan orang kedua dan ketiga tetap. Setelah penulisan nama kedua selesai, nah jika tiga penulis gunakan tanda dan (&) pada nama terakhir begitupula jika penulisnya hanya dua orang saja, setelah penulisan nama selesai, Kedua; tahun pembuatan atau cetakan buku tersebut dengan diawali [tanda kurung buka dan kurung tutup/ (  )] setelah itu beri (tanda titik). Ketiga; judul buku atau karangan setelah itu beri (tanda koma) dan ditulis dengan huruf miring ok. keempat; yaitu penulisan tempat penerbitan/cetakan setelah itu beri (tanda titik dua : ) dan terakhir kelima; nama perusahaan penerbit buku atau tulisan tersebut dan diakhiri (tanda titik) ok.  Untuk gelar akademik tidak ditulis dalam penulisan daftar pustaka. Nah ini contohnya Seperti dibawah ini:
·         Suteja, B.R., Sarapung, J.A, & Handaya, W.B.T. (2008). Memasuki Dunia E-Learning, Bandung: Penerbit Informatika.
·         Whitten, J.L.,Bentley, L.D., Dittman, K.C. (2004). Systems Analysis and Design Methods. Indianapolis: McGraw-Hill Education.
Penyusunan bibliografi juga harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Nama pengarang diurutkan menurut alfabet, nama yang dipakai dalam urutan itu adalah nama keluarga.
b)      Bila tidak ada pengarang, maka judul buku atau artikel yang dimasukkan dalam urutan alfabet.
c)      Jika untuk seorang pengarang terdapat lebih dari satu bahan referensi, maka untuk referensi yang kedua dan seterusnya , nama pengarang tidak perlu diikutsertakan, tetapi diganti dengan garis sepanjang 5 atau 7 ketukan.
d)     Jarak antara baris dengan baris untuk satu referensi adalah satu spasi. Tetapi jarak antara pokok dengan pokok lain adalah dua spasi.
e)      Baris pertama dimulai dari margin kiri. Baris kedua dan seterusnya dari tiap pokok harus dimasukkan ke dalam sebanyak 3 atau 4 ketikan. (Gorys Keraf, 1997 : 222).

2.7.  Catatan Kaki

1.      Pengertian catatan kaki

Catatan kaki adalah catatan pada  bagian bawah halaman teks yang menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat atau keterangan penyusunan mengenai suatu hal yang diuraikan dalam teks. Catatan kaki biasanya dicetak dengan huruf lebih kecil daripada huruf di dalam teks guna menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok.
2.      Fungsi catatan kaki
a.       Memberikan keterangan dan komentar
b.      Menjelaskan mengenai sumber kutipan atau pedoman penyusunan daftar bacaan
c.       Sebagai pemenuhan kode etik yang berlaku
d.      Sebagai penghargaan terhadap karya orang lain
3.      Jenis dan cara penulisan catatan kaki
Catatan kaki terdiri dari 2 jenis yaitu footnote dan bodynote ditempatkan pada bagian bawah halaman, sedangkan bodynote ditempatkan sejalur dengan tulisan atau bacaan pada teks yang ditulis di dalam kurung.
Cara penulisan catatan kaki yang berasal dari berbagai sumber pada garis besarnya sama, yaitu secara berurutan : nama pengarang, koma, judul buku, koma, kurung buka, tempat penerbit, koma, tahun penerbit, kurung tutup, koma, nomor cetakan, koma, jilid dan nomor halaman.
a.       Cara penulisan catatan kaki
1)      Sumber yang dirujuk berupa buku :
a)      Nama penyusun tanpa dibalik seperti dalam daftar pustaka. Contoh :[i] Selo Soemardjan….
b)      Judul buku sesudah tanda koma, dicetak miring, dan huruf awal setiap kata-kata yang    bukan kata depan, kata sandang, dan kata penghubung ditulis dengan huruf kapital contoh : [ii]……….., Sosiologi Pendidikan, ……….
c)      Nama editor, penerjemah atau pemberi kata pengantar (jika ada), dicantumkan (sesudah tanda koma). Contoh : [iii]…., Metode Penelitian Kualitatif, Editor Sugiyono,…..
d)     Nomor cetakan atau edisi (jika ada) sesudah tanda koma. Contoh : [iv] Hasyim          Muhammad, Dialog antara Tasawuf dan Psikologi, edisi dan kata pengantar M. Amin          Sukur, Cet. I (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hal 1-4.
e)      Nama kota tempat penerbitan sesudah tanda kurung buka tanpa spasi. Jika tidak ada, diganti dengan ttp (tanpa tempat penerbitan). Contoh : [v] Zamroni, Paradigma   Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: ttp, 2012), hal 9.
f)       Nama Penerbit sesudah titik dua. Jika tidak ada diganti dengan tnp (tanpa nama penerbit). Contoh :[vi] Al-Syafi’I, Al-Um, (ttp:tnp., tt), hal. 304.
g)      Tahun terbit setelah tanda koma dan langsung diikuti oleh kurung tutup tanpa spasi. Jika          tidak ada tahun terbit, diganti dengan t,t (tanpa tahun). Contoh : [vii] Al-Syafi’I, Al-Um,          (ttp:tnp., tt), hal. 304.
h)      Nomor jilid (jika ada) dengan angka romawi besar sesudah tanda koma. Jika tidak ada             nomor jilid, diganti dengan hal. (singkatan dari halaman). Contoh : [viii] Al-Syafi’I, Al-     Um, (ttp:tnp., tt), hal. 304.
2)      Penulis lebih dari satu orang
Apabila penyusunya lebih dari satu orang, maka nama kedua penyusun itu ditulis dengan kata penghubung dan. Apabila lebih dari dua orang cukup nama penyusun pertama saja yang ditulis dan nama-nama lain ditulis dengan dkk. Contoh : [ix] Ikhsan dan Sena, Ilmu Perpustakaan, Cet. I (Yogyakarta: Ilmu Perss, 2000), hal. 9.
3)      Penyusun adalah Editor
Apabila penyusun adalah editor, maka didalam catatan kaki sesudah nama penyusun yang sekaligus editor itu ditulis (ed). (singkatan dari editor) . Contoh : [x] Sanusi (ed.), Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Gramedia, 1980), hal.9.
4. Penyusun adalah suatu perhimpunan, lembaga, panitia, atau tim
Apabila penyusun adalah suatu perhimpunan, lembaga, panitia, atau tim, maka dalam catatan kaki pada tempat nama penyusun itu ditulis nama penghimpun, lembaga, panitia atau tim itu. Contoh : [xi] Panitia Penerbitan Buku dan Seminar, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution, Cet 1 (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989), hal.89.
4)      Tanpa nama penyusun
Apabila buku yang dirujuk tidak ada nama penyusunnya, maka dalam catatan kaki langsung ditulis judul buku. Contoh : [xii] Ke-Nu-an (Yogyakarta: Pengurus Wilayah NU   DY,1999), hal. 22.
5)      Buku Terjemahan
Apabila Sumber Rujukan buku terjemahan, maka dalam catatan kaki disebutkan pengarang asli, judul terjemahan, penerjemah. Jika judul asli tidak diterjemahkan, disebutkan judul asli dan apabila diinginkan menyebutkan bahasa asli atau judul asli bersama judul terjemahan dapat dilakukan seperti contoh : [xiii] Al-Syafi;I, Ar-Risalah, alih bahasa Ahmadie Toha, Cet I (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), hal.46.
6)      Buku Saduran
Apabila sumber yang dirujuk adalah buku saduran, maka dalam catatan kaki disebutkan pengarang asli, judul buku dan penyadur. Jika tidak ada pengarang asli, disebutkan nama penyadur yang diikuti oleh singkatan (peny.). Contoh : [xiv]Lili Rosyidi (peny.), Filsafat Ilmu, Cet 2 (Bandung: CV Remaja, 1987), hal.4.
7)      Himpunan Artikel
Apabila buku yang dirujuk adalah sumber artikel, maka penulisan catatan kakinya sebagai berikut : [xv]Ani, “Pebelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar”, dalam Jauhar Hatta (ed.) Pembelajaran di SD, Cet. 1 (Yogyakarta : Pena, 2008), hal. 123.
8)      Ensiklopedi dan Kamus
Apabila buku yang dirujuk adalah ensiklopedi atau kamus sama penulisanya catatan kakinya yaitu: [xvi] Al-Mu;jam al-falsafi, Lembaga Bahasa ARRAM (Kairo: Al-Matabai; al-Amiriyyah, 1978), hal. 123, artikel : “Qanun”, oleh Musa.
9)      Majalah, Jurnal, Surat Kabar
a)      Terdapat nama pengarang
Apabila yang ditulis dari majalah, surat kabar, jurnal ataupun penerbitan berkala lainnya maka penulisannya: Khoiruddin Bashori, “ Pendidikan Karakter”, Kedaulatan Rakyat, No. 11, Tahun XLI (24 Januari 2012), hal. 8. Kolom 7.
b)      Tidak terdapat pengarang
Apabila tidak ada pengarang, maka disebutkan judul atau langsung nama penerbitan yang bersangkutan. Contoh : [xvii] KUHP yang Baru Harus Beri Rasa Keadilan Masyarakat”, Kedaulatan Rakyat, 123, Tahun XLI (12 Oktober 2010), hal. 9.
10)  Internet
Apabila mengutip dari internet maka penulisan catatan kakinya sebagai berikut : [xviii]Khoirudin Bashori, “Manusia Bekas”, dikutip dari http//www.uin.suka-ac.id/-artikel 1109/accessed 24 Oktober 2009.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
a)      yang dimaksud dengan Daftar Pustaka atau Bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku. artikel-artikel. dan bahan-bahan penerbitan lainnya. yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sehagian dan karangan yang tengah digarap.
b)      Daftar Pustaka dapat pula dilihat dan segi lain. yaitu ía berfungsi sebagai pelengkap dan sebuah catatan kaki.
c)      Pokok yang paling penting yang harus dimasukkan dalam sebuah Daftar Pustaka adalah:(1) Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap.(2) Judul Buku, termasuk judul tambahannya.(3) Data publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan ke-berapa, nomor jilid, dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut.(4) Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan, nama majalah, jilid. nomor dan tahun.

B.     Saran
            Sebagai penutup dari makalah ini, kami memberikan saran – saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi pembaca yaitu :
a)      Agar kita lebih memahami konsep dari maksud daftar pustaka itu sendiri yang nanti akhirnya bermanfaat bagi kita sendiri dan orang lain.
b)      daftar pustaka mempermudah kita untuk mengetahui judul buku, pengarang, tahun pembuatan, dan sebagainya yang menyangkut tentang daftar pustaka.
c)      Daftar pustaka ini juga sangat bermanfaat untuk semua orang. Khususnya bagi mahasiswa agar mahasiswa bisa memahami fungsi dan manfaat dari daftar pustaka itu sendiri sehingga hasil karya ilmiah atau makalah menjadi baik, benar, dan dapat dimengerti semua pihak.




Daftar Pustaka

Admaji, (2007). Bibliography. From http://www.anneahira.com/daftar-pustaka-karya-tulis.htm, 28 Januari 2011
Aromblog.blogspot.com/2011/12/kutipan-dan-daftar-pustaka.html?m=1, 26 Desember 2011
Behla, Riki. 2011. Makalah Daftar Pustaka. From http://Rikibehla.blogspot.com/2011/05/makalah-daftar-pustaka.html?m=1, 18 Mei 2011
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta : Akademika Pressindo.
Ichsan, dkk. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi : Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Indriati, Etty. 2001. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Jalaluddin.1998. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Masruri, Anis, dkk. 2004. Panduan Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakutas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Nasucha, dkk. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Imiah. Yogyakarta : Media Perkasa.
Rifky Lubis. 2013. Karangan Persuasi.   http://rifkydiandap.blogspot.co.id/. Diunduh pada Jum’at 31 Maret 2017










KELEMAHAN DAN KELEBIHAN SISTEM DEMOKRASI


KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM DEMOKRASI

 

 

Kelebihan sistem demokrasi selanjutnya adalah stabilitas dan tanggung jawab pemerintah yang hanya akan stabil apabila hal ini di dukung oleh public. Selanjutnya adalah pendidikan politik rakyat dimana rakyat akan selalu berperan serta dalam menyampaikan aspirasi mengenai berbagai kebijakan demi menciptakan kesadaran di kalangan masyarakat.

Kelebihan sistem demokrasi lainnya adalah sedikitnya peluang revolusi, pemerintahan akan menjadi lebih stabil, sistem demokrasi akan dapat membantu masyarakat untuk menjadi warga Negara yang baik, dan hal ini juga di dasarkan oleh opini atau pendapat dari masyarakat umum

Ada beberapa kelebihan dari sistem politik yang di anut Indonesia antara lain:

1.      Warga negara bisa terlibat dalam hal-hal tertentu seperti pembuatan keputusan-keputusan politik,baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih.

2.      Warga negara memiliki kebebasan atau kemerdekaan menyangkut hak-hak kebebasan yang telah mencakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik,ekonomi,kesetaraan di depan hokum dan pemerintahan,ekspresi kebudayaan,dan hak pribadi).

3.      Masyarakat yang telah memenuhi syarat tertentu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemilihan pemerintahan (pemilu).

4.      Penduduk memilih secara rahasia tanpa ada unsure paksaan.

5.      Pengambilan keputusan di lakukan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat.

6.      Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan

7.      Selalu menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia

8.      Demokrasi ini selalu menghendaki adanya persamaan hak dan kewajiban sehingga dalam setiap melakukan proses politik yang berlaku di Negara Indonesia melibatkan seluruh pelaku Negara termasuk setiap warga Negara, seperti dalam pemilihan umum.

9.      Selalu menjunjung tinggi hokum

Sistem ini selalu menghendaki suatu pemerintahan yang benar-benar menjunjung tinggi hukum (rechtstaate) dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaate). Dengan demikian, segala tindakan atau kebijaksanaan harus berdasarkan pada hokum yang berlaku. Hal ini menghapus kewenangan politik secara semena-mena sehingga membuat masyarakat lebih lancar melibatkan diri dalam proses politik di dalam berbangsa bernegara.

10.  Menghendaki proses politik secara musyawarah dalam pengambilan keputusan

Hal ini memang sangat diperlukan untuk menegakkan keadilan di Indonesia, sehingga politik di dalam suatu negara tidak menimbulkan perselisihan apalagi dalam perebutan kekuasaan pemerintahan. Musyawarah ini harus diliputi oleh semangat kekeluargaan.

11.  Bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai konsensus bersama

Hal ini menjadi penyaluran pemikiran politik dari masyarakat sehingga tidak tertutup kemungkinan jika politik pemerintahan dikritik masyarakat itu sendiri.

12.  Mengungkapkan seperangkat norma

Menghambat politik tak bertanggungjawab sebagai substansi dari norma-norma dan kaidah-kaidah yang menjadi pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan.


Kelebihan dari sisi lain system pemerintahan Indonesia, Sistem Pemerintahan Indonesia menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia, Presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan begitu saja seperti misalkan rendahnya dukungan politik tidak akan membuat presiden dapat dilengserkan karena alasan tersebut. (read more: Sistem Pemerintahan IndonesiaSistem Pemerintahan Presidensial).  Hal tersebut bisa menjadi suatu Kelebihan ataupun Kekurangan dalam Sistem Pemerintahan Indonesia.

  1. Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen
  2. Dengan adanya parlemen sebagai perwakilan rakyat maka pengawasan pemerintah dapat berjalan dengan baik
  3. Pembuat kebijakan bisa ditangani secara cepat sebab gambang terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif & legislatif. Hal ini disebabkan kekuasaan eksekutif & legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
  4. Sistem pertanggungjawaban dalam pembuatan dan juga pelaksanaan kebijakan publik sangat jelas.
  5. Badan eksekutif (presiden) akan lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
  6. Masa jabatan badan eksekutif (presiden) mempunyai jangka waktu tertentu. Masa jabatan Presiden Indonesia adalah 5 tahun.
  7. Penyusun Program Kerja Kabinet akan lebih mudah karena dapat disesuaikan dengan jangka waktu semasa mereka menjabat.
  8. Legislatif bukan tempat kaderisasi calon jabatan eksekutif karena badan legislatif dapat diisi oleh orang luar bahkan anggota parlemen pun dapat masuk dalam badan legislatif.

Kelemahan sistem politik yg dianut Indonesia :

 

·         Kekerasan Politik Dalam Penerapan Prinsip Demokrasi di Indonesia

Demokrasi sebagai sistem politik modern (demokrasi modern) bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara –kota sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state). Artinya demokrasi memiliki hakikat nasionalisme secara menyeluruh dan bukan sebuah pemahaman nasionalisme dalm arti sempit (baca; chauvinisme) yang berpotensi melahirkan kekerasan politik di sebuah negara Demokrasi.
Huntington secara menarik menamakan perkembangan demokrasi di negara modern (negara bangsa) dengan istilah Gelombang Demokrasi atau gelombang demoratisasi, yang menunjukan fenomena transisi di sejumlah negara dari rezim non-demokratis (otoriter) ke rezim-rezim demokratis yang terjadi pada kuruk-kurun waktu tertentu dan jumlahnya sangat signifikan lebih banyak daripada transisi menuju arah yang sebaliknya. Dengan analisis gelombang demokrasi yang lebih empirik, Huntungton melihat bahwa demokratisasi di suatu negara mensyaratkan adanya tiga hal, yakni:
1.      Berakhirnya sebuah rezim yang otoriter,
2.      Dibangunnya sebuah rezim demokratis,
3.      Pengkonsolidasian rezim demokratis.
Tampak sekali bahwa Huntington menempatkan demokrasi dan demokratisasi secara empirik berhadap-hadapan dengan sistem politik yang otoriter untuk mengetahui seberapa jauh perkembanagn terbaik dari dua kecendrungan yang bertentangan secara diametral itu. Analisis tentang demokrasi memang menjadi sangat jelas dan bersifat empirik manakala dikaitkan dengan kondisi dan sistem politik yang berada diseberangnya, yakni sistem poltik otoriter.
Gelombang baru tentang demokrasi bahkan saat ini ditandai dengan uoaya melakukan dekonstruksi pemikiran tentang demokrasi, yang seiring dikenal dengan pemikiran tentang “democracy without adjectives”, demokrasi kerakyatan, demokrasi parlementer, dan demokrasi dengan tambahan kata-kata sifat lainnya, selain mereduksi sifay universalitas demokrasi juga pada saat bersamaan merupakan pembatasan-pembatasan terhadap praktik demokrasi yang sesungguhnya. Setiap kata sifat sering kali digunakan oleh pihak penguasa untuk memnatasi pelaksanaan demokrasi sebagaimana mestinya, sehingga demokrasi kehilangan fungsi dalam aktualisasi kehidupan suatu sistem politik di suatu bangsa dan negara. Penguasa di beberapa negara otoriter bahakan seringkali sembunyi dibalik kata-kata sifat itu untuk mengebiri demokrasi dan tegaknya kedaultan rakyat.
Demokrasi sebagai sistem politik modern (demokrasi modern) bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara –kota sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state).Setiap rezim memang selalu memerlukan conflicts dan management of conflicts. Kedua hal tersebut diyakini penguasa sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan demokrasi. Namun yang lebih sering terjadi justru hal tersebut direkayasa untuk mengalihkan perhatian publik dari suatu persoalan, sekaligus juga menempatkan sang penguasa sebagai pahlawan yang mampu meredakan pertikaian tersebut.
Para operator politik memperlakukan ‘mereka’ sebagai partner shadow boxing hanya untuk sementara waktu hingga tujuan politiknya terpenuhi. Namun celakanya bagi masyarakat yang terprovokasi, ‘mereka’ tetap disembah sebagai berhala, yang kemudian mengkultuskan setiap opini politik yang terbentuk dengan melakukan pembenaran terhadap setiap tindakan, bahkan kekerasan sekalipun. Hal ini tidak berati kita harus menggugat elite politik sebagai pelaku dan penanggungjawab utama kekerasan politik yang selama ini terjadi di masyarakat. Ini hanya sekilas catatan untuk menunjukan apa yang terhilang dari analisis sosial yang terlanjur menonjol dalam masyarkat.
Dalih yang sering dibuat adalah bahwa perilaku tersebut sebagai bagian dari sebuah proses demokrasi. Padahal pemahaman tentang demokrasi tidaklah sempit seperti yang dijabarkan diatas. Bernhard Sutor menyebutkan bahwa demokrasi memiliki tanda-tanda empiris, yaitu jaminan terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat, memperoleh informasi bebas, kebebasan pers, berserikat dan berkoalisi, berkumpul dan berdemonstrasi, mendirikan partai-partai, beroposisi, pemilihan yang sama, bebas, rahasia atas dasar nilai dua alternatif, dimana para wakil dipilih untuk waktu terbatas
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah poko yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaan tersebut menyangkut kehidupan rakyat juga. Meskipun pada umumnya pengertian demokrasi dapat dikatakan tidak mengandung kontradiksi karena di dalamnya meletakkan posisi rakyat dalam posisi yang amat penting, namun pelaksanaannya (perwujudannya) dalam lembaga kenegaraan ternyata prinsip ini telah menempuh berbagai rute yang tidak selalu sama.
Adanya berbagai rute atau pengejawantahan tentang demokrasi itu menunjukkan pula beragamnya kapasitas peranan negara maupun rakyat. Ada negara yang memberikan peluang yang amat besar terhadap peran rakyat yang melalui sistem pluralisme-liberal, dan ada juga yang sebaliknya negara yang memegang dominasi yang jauh lebih besar daripada rakyatnya. Studi politik tentang Dunia Ketiga yang umumnya memperlihatkan lebih dominannya negara daripada peranan rakyat telah melahirkan berbagai konsep yang dimaksudkan sebagai alat pemahaman bagi realitas tersebut. Berbagai uapaya pemahaman dengan memberikan pijakan teoritis itulah telah menunjukkan betapa di negara Indonesia telah terjadi hubungan tolak-tarik antara negara dengan masyarkat dalm memainkan peranannya.
Penting kiranya untuk segera memberikan porsi yang layak bagi pembangunan demokrasi, serta menciptakan suatu kebijakan publik yang mampu mengatur agar simbol-simbol kekerasan tidak digunakan, setidaknya dibatasi, dalam wacana politik. Dan yang terpenting agar penalaran masyarakat tidak diredusir dari esensi menjadi simbol dan menyihir simbol menjadi esensi. Masyarakat perlu diberi ketentraman untuk mengembangkan demokrasinya, bukan dicabik untuk kepentingan politik.
Namun, kini kita menyaksikan kecenderungan yang semakin kuat munculnya public podium yang bersifat merusak tradisi demokrasi di berbagai wilayah di Tanah Air. Ikatan-ikatan kepercayaan yang dibangun oleh kelompok-kelompok masyarakat cenderung semakin menyempit, meniadakan pentingnya pluralisme. Kecenderungan semacam ini sudah barang tentu mendorong pengerasan batas-batas antar kelompok dalam transaksi politik. Akibatnya, arena publik sebagai arena penyelamatan masyarakat berubah menjadi arena kekerasan politik.
Setidaknya ada dua bentuk model kekerasan politik, yakni kekerasan struktural dan kekerasan kultural. Dalam tataran struktural, kekerasan politik dipahami sebagai hasil hubungan-hubungan sosial atau struktural dimana para pelaku tersebut berada. Nilai dan norma dipandang sebagai imperatif struktural yang terinternalisasi dalam diri individu, sehingga orang berprilaku selaras dengan-atau fungsional terhadap sistem.
Menurut Muhammad Asfar, ada empat kondisi struktural yang menjadi akar persoalan munculnya kekerasan politik :
Pertama, kekerasan politik tersebut merupakan reaksi beberapa kelompok masyarakat, khususnya pendukung OPP tertentu, yang menilai para pemegang kekuasaan kurang adil dalam mengelola berbagai konflik dan sumber kekuasaan yang ada. Bahkan dengan wewenang strukturalnya memakai cara-cara non-dialogis, non-musyawarah untuk menyelesaikan konflik kepentingan. Karena tidak memakai cara-cara dialogis dan beradab untuk menyelesaikan konflik, maka jalan kekerasan kekuasaanlah yang dipakai untuk memenangkan kepentingan terhadap lawan-lawan yang bersengketa atau berbeda kepentingan.
Kedua, cara-cara kekerasan politik tersebut ditempuh karena para pelaku menilai bahwa institusi-institusi demokrasi tidak mampu mengartikulasikan dan mengagregatkan berbagai kepentingan politik dalam masyarakat. Akibatnya, berbagai kelompok yang tidak mempunyai akses kepada kekuasaan menyalurkan berbagai aspirasi politiknya melalui cara-cara diluar lembaga demokrasi yang ada. Strategi perjuangan politik kemudian dilakukan di jalan dan tidak jarang dengan cara kekerasan.

TUGAS TEORI SOSIOLOGI


Teori-Teori Sosiologi

1.Pengertian Sosiologi
Dari etimonologinya sosiologi berasal dari dua kata dasar, yaitu Socius dari bahasa Latin yang berarti teman atau sesama dan logos dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Jadi menurut Etimonologisnya sosiologi adalah ilmu tentang hidup bersama atau ilmu tentang hidup sama atau ilmu tentang hidup bermasyakat. Tetapi tentu saja definisi ini tidak memuaskan, karena cakupan sosiologi sangatlah luas. Kita perlu mengetahui definisi dari para sosiolog itu sendiri. Definisi sosiologi menurut para sosiolog adalah sebagai berikut.

1.Menurut August Comte, sosiologi adalah ilmu positip tentang masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsure yaitu struktur masyarakat yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang disebut dinamika sosial.

2.Menurut Emile Durkheim, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial.fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu. Contoh-contoh dari fakta sosial adalah kebiasaan-kebiasaan, peraturan-peraturan, norma-norma, hukum-hukum dan adat istiadat. Dan fakta sosial yang paling besar adalah masyarakat menurut Durkhiem. Fakta sosial ini bersifat eksternal, obyektif dan berada di luar individu.

3.Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami tindakan sosial secara interpretatif agar diperoleh kejelasan mengenai sebab-sebab, proses dan konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa dipeoleh penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi dari tindakan itu. Dengan interpretative dimaksudkan untuk memahami arti dan makna dari tindakan sosial.

4.Menurut Peter L.berger, sosiologi adalah ilmu atau studi ilmiah mengenai hubungan antara individu dan masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu memiliki beberapa unsur yaitu,
#. Bersifat empiris. Itu berarti sosiologi didasarkan pada pengalaman-pengalaman, fakta-fakta konkrit manusia dan dianalisis dengan akal nalar.misalnya, masyarakat cina di Indonesia adalah masyarakat yang memiliki jiwa bisnis. Pernyataan ini bersifat empiris karena semua orang dapat melihat cina buka toko dan bisnis di mana-mana.
#. Bersifat Teoristis. Hal ini berarti bahwa sosiologi berusaha membuat abtraksi-abtraksi dari observasi yang ada atau data empiris. Dan berteori berdasar data empiris tersebut.
#. Bersifat kumulatif. Ini berarti teori sosiologi dibangun berdasarkan data-data yang dikumpulkan, ditambah, serantak diperbaiki sehingga teori itu makin bagus.
#. Bersifat bebas nilai. Ini berarti sosiologi berusaha menganalisis situasi sosial menurut apa adanya dan bukan menurut yang seharusnya. Sosiologi sebagai ilmu, tidak memberi penilaian baik-buruk, sosiologi hanya meneliti dan menganalisa sebuah fakta atau situasi sosial sebagaimana adanya. Ini berarti sosiologi bersifat netral dan tidak memihak atau terjatuh pada penilaian moral, baik-buruknya suatu fakta sosial atau masyarakat.

2.Paradigma dalam sosiologi
2.1.Pengertian Paradigma!
Apa itu paradigma? Paradigma adalah cara pandang atau cara melihat dari sudut pandang tertentu terhadap suatu masalah. Dalam ilmu sosial, sudut pandang atau cara pandang tertentu itu adalah teori. Memahami paradigma dalam sosiologi sangat penting bagi kita. Dalam sosiologi ada tiga paradigm utama menurut Goerge Ritzer, yaitu, paradima fakta social, paradigm definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. 

1.Paradigma fakta sosial.
Dalam paradigma fakta sosial mengakui bahwa pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhatian dari penyelidikan sosiologi adalah fakta sosial. Fakta sosial itu adalah sesuatu(things) yang berada diluar individu tetapi bisa mempengaruhi individu di dalam bertingkah laku. Misalnya masyarakat dengan hukum, adat, kebiasaan, organisasi, hirarki kekuasaan, system peradilan, nilai-nilainya dan institusi sosial lainnya.  Secara garis besar fakta sosial terdiri dua tipe, yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Ada dua teori besar yang bernaung di bawah paradigma fakta sosial, yaitu teori fungsionalisme struktural dan teori konflik.

A.Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang teratur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, di mana bagian yang satu tidak bisa berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Bila terjadi perubahan pada satu bagian akan menyebabkan ketidak seimbangan  dan dapat menyebabkan perubahan pada bagian lainnnya. Sebagai contoh institusi pendidikan atau keluarga. Dalam keluarga ayah berfungsi sebagai kepala keluarga yang melindungi dan memberi nafkah untuk keluarga dan ibu sebagai memelihara kehidupan dalam rumah tangga dan mengasuh anak-anak. Kalau salah satu tidak berfungsi maka akan terjadi kepincangan dalam keluarga tersebut. Demikian juga menurut terori ini kemiskinan dalam masyarakat juga berfungsi, misalnya;
# .Orang miskin berfungsi untuk mengerjakan pekerjaan kasar dalam rumah tangga atau pabrik.
#. Orang miskin dapat menimbulkan sikap altruis pada orang  kaya.
#.Orang miskin berfungsi membantu majikan mengurus urusan rumah tangga.
#. Kemiskinan dapat menguatkan norma-norma sosial.
#.kemiskinan membuka ruang untuk berbuat amal bagi orang lain.
Jadi menurut teori fungsionalisme, kemiskinan bukanlah sesuatu yang buruk atau negative, melainkan bermanfaat bagi masyarakat.
Keterbatasan teori fungsional struktural.
kelemahan teori ini adalah tertutup terhadap perubahan sosial, karena terlalu menekankan keteraturan dan kemapanan struktur sosial yang sudah baku. Kelemahan lainnya adalah bahwa struktur fungsional mempertahankan status quo dan tidak membuka kepada orang atau hal lain berperan. Keterlibatan non status quo dipandang sebagai ancaman bagi masyarakat dan pemegang status quo.

B.Teori Konflik
Teori ini merupakan reaksi atas teori fungsionalisme. Teori konflik melihat elemen-elemen dan komponen-komponen dalam masyarakat merupakan suatu persaingan dengan kepentingan yang berbeda sehingga pihak yang satu selalu berusaha menguasai pihak yang lain. Pihak yang kuat berusaha menguasai pihak yang lemah. Dengan demikian konflik menjadi tak terhindarkan. Asumsi dasar teori konflik adalah.
@. Struktur dan jaringan dalam masyarakat merupakan persaingan antar kepentingan dan bahkan saling bertentangan satu sama lain.
@. Sehingga dalam kenyataan menunjukkan bahwa system sosial dalam masyarakat menimbulkan konflik.
@.Karena konflik adalah sesuatu yang tak terelak, maka konflik menjadi salah satu cirri dari system sosial.
@Konflik ini tampak dalam kepentingan-kepentingan dalam kelompok –kelompok masyarakat yang berbeda-beda.
@. Selain itu konflik juga terjadi dalam pembagian sumber-sumber daya dan kekuasaan yang tidak merata dan tidak adil.
@. Sehingga konflik menungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dan perubahan yang akan terjadi tentu saja perubahan ke arah yang lebih baik atau bisa juga sebaliknya.
Kelemahan Teori Konflik
Teori konflik mengabaikan kestabilitasan dalam masyarakat dan terlalu menekankan perubahan dan konflik. Walaupun kadangkala perubahan yang terjadi bersifat minor.
Tokoh terkemuka teori konflik, yaitu Karl Mark.

2. Paradigma Definisi Sosial
Paradigm ini menekankan kenyataan sosial yang subyektif, tindakan individu. Paradigm ini mengartikan sosiologi sebagai studi atau ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial, yaitu tindakan yang penuh arti dari seorang individu. Beberapa teori yang bernaung di bawah paradigm ini adalah.
A.Teori Aksi
Teori ini meletakan dasar  bagi teori-teori yang lebih berkembang kemudian, yakni teori interaksionisme  simbolik dan fenomenologi. Asumsi dasari teori aksi adalah bahwa;
@.Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sebagai subyek atau individu  yang memiliki kesadaran.
@.Sebagai subyek, manusia bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dan dalam bertindak itu manusia menggunakan teknik, cara, prosedur, metode serta perangkat yang cocok dan sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk mencapai gelar sarjana, anda mengunakan metode atau cara study sebagaimana yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan.
@.Kelangsungan tindakan manusia itu hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak bisa diubah oleh diri sendirinya. Sebuah tindakan individu itu berlangsung  terus sampai ada halangan serius yang membuat individu tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
@.Individu memiliki kemampuan memilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukannya. Artinya tiap individu bisa menimbang, memikirkan dan merancanakan tindakan yang akan dilakukannya. Misalnya apakah mahasiswa itu akan melanjutkan sarjana filsafat, sementara masa depan tidak cerah?
@. Pertimbangan-pertimbangan moral, ekonomi, sosial biasanya muncul pada saat pengambilan keputusan.
Tokoh terkemukan teori ini adalah Max Weber.

2.Teori Interaksionnisme Simbolik
Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa individu atau manusia dalam berinteraksi tidak Cuma memberi reaksi terhadap tingkah laku atau perbuatan individu lain, melainkan terlebih dahulu menafsirkan atau member interpretasi sebelum bertindak. Di sinilah letak perbedaan manusia/individu dengan hewan. Hewan hanya memberi reaksi tanpa memberi interpretasi, tetapi manusia memberi reaksi setelah itu menafsir arti atas tindakan atau aksi tersebut. Menurut teori ini reaksi pada diri manusia atau individu itu terjadi melalui tiga tahap, yakni, aksi, interpretasi dan reaksi.
Kelemahan teori interaksionalisme simbolik
Kelamahan teori ini adalah mengabaikan struktur sosial makro, seperti norma sosial, hokum, institusi sosial karena terlalu terfokus pada interaksi sosial mikro, yaitu hubungan antar pribadi.
Tokoh terkemukan teori ini adalah Goerge Herbert Mead dan Herbert Blumer.

3.Teori fenomenologi
Teori ini berpendapat bahwa manusia atau individu bisa menciptakan dunia sosialnya sendiri dengan memberikan arti kepada perbuatan-perbuatannya itu. Teori ini muncul sebagai reaksi atas anggapan yang memandang bahwa manusia atau individu dibentuk oleh kekuatan-kekuatan sosial yang mengitarinya. Untuk melakukan studi fenomenologis orang harus tinggal dalam masyarakat yang bersangkutan agar ia bisa menangkap arti fenomena sosial yang ada dalam masyarakat itu.
Tokoh terkemuka teori ini adalah Alfred Schultz.

4.Etnometodologi
Entometodologi adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha menangkap arti dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Menurut teori ini seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti/makna kepada apa yang dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog adalah menemukan bagimana orang-orang atau anggotaa masyarakat membangun dunia sosialnya sendiri dan mencoba menemukan bagaimana mereka memberi arti atau makna kepada dunia sosialnya sendiri.
Misalnya di Manggarai ada istilah Bisbalar dan Gegerta. Kedua ungkapan ini sering ditemukan dalam sebuah perkawinan. ‘Bisbalar’  artinya bisa dibawa larikah! Dan jawaban dari pemudi;”Gegerta’ artinya tunggu hinga paagi hari. Arti ungkapan itu adalah bahwa pemudi mau di bawa lari tapi tunggu hingga pagi tiba. Dalam tiap masyarakat memiliki peribahasa atau ungkapan-ungkapan semacam ini yang harus ditemukan artinya oleh seorang sosiolog.
Tokoh terkemuka teori ini adalah Harold Garfinkel.

3.Paradigma perilaku sosial
Paradigma ini menyatakan bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan realistis ialah perilaku manusia atau individu yang tampak dan kemungkinan perulangannya. Paradigm ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara pribadi dan hubungan pribadi dengan lingkungannya. Menurut paradigma ini tingkah laku seorang individu mempunyai hubungan dengan lingkungan yang mempengaruhi dia dalam bertingkah laku. Menurut teori ini tingkah laku manusia atau individu lebih ditentukan oleh sesuatu diluar dirinya seperti norma-norma, nilai-nilai atau struktur sosialnya. Jadi dalam hal ini individu atau actor kurang sekali memiliki kebebasan. Teori yang bernaung dibawah paraigma ini adalah teori pertukaran dan tokoh utamanya Goerge Hommas.

A.Teori pertukaran nilai
Teori ini berangkat dari asumsi dasar ‘do ut des” artinya saya memberi supaya engkau juga memberi. Menurut Goerge Simmel peletak toeri ini, semua kontak di antara manusia bertolak dari skema memberi dan memdapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Pendukung teori ini merumuskan ke dalam lima proposisi yang saling berhubungan satu sama lain.
@. Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran atau upah atau manfaat, maka semakin sering orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama. Misalnya, seseorang akan meminta nasihat pada seorang psikiatris, kalau ia merasa bahwa nasehat orang itu sangat berguna baginya.
@. Jika di masa lalu ada stimulus yang khusus atau satu perangkat stimulus yang merupakan peristiwa di mana tindakan seseorang mempeoleh ganjaran, maka semakin stimuli itu mirip dengan stimuli masa lalu, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan serupa. Contoh, seorang nelayan menebar jala di laut yang dalam dan gelap dan menangkap banyak ikan, maka ia cenderung melakukan hal yang sama kemudiannya.
@. Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Misalnya, apabila bantuan yang saya berikan kepada orang itu bernilai, maka kemingkinan besar saya akan melakukan tindakan yang sama lagi. Sebaliknya bila bantuan kurang bernilai, tidak mungkin diulangi lagi.
@. Semakin sering seseorang menerima satu ganjaran dalam waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai ganjaran tersebut. Di sini unsure waktu memainkan peranan penting. Misalnya, apabila seseorang menerima pujian dari orang yang sama dalam waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai pujian itu baginya.
@.Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkan atau menerima hukuman, maka ia menjadi marah atau kecewa.  Sebaliknya bila seseorang menerima ganjaran  yang lebih besar dari apa yang ia harapkan, maka ia merasa senang dan lebih besar kemungkinan ia melakukan perilaku yang disenanginya.
Tokoh utama dari teori ini adalah Goerge Simmel.

3.Masyarakt
3.1.Pengertian Masyarakat
Menurut Peter L Berger, masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan yang luas sifatnya, yang terdiri dari berbagai sistem and subsistem seperti ekonomi, politik, pendidikan, keluarga, kesehatan dan organisasi sosial lainnya. Di antara sub sistem masyarakat itu sendiri terdapat jalinan relasi dengan norma-norma dan peraturannya sendiri.
3.2.Teori-Teori Tentang Masyarakat
Menurut Gebhard and Jean Lenski, mereka melukiskan tipe-tipe masyarakat dengan perubahannya dari kelompok masyarakat primitive sampai kepada masyarakat industry. Menurut perubahannya itu, mereka membedakan masyarakat atas empat tingkat, yaitu,
A.Masyarakat pemburu and pengumpul hasil hutan.
Masyarakat pemburu bersifat tidak menetap dan sering berpindah-pindah. Tugas berburu dilakukan oleh laki-laki dan wanita bertugas memasak hasil buru dan mengumpulkan umbi-umbian. Pemburu yang handal biasanya dikagumi oleh masyarakat.


3. Kehidupan Modern
3.1.Pengertian Kehidupan Modern
Dalam ilmu sosiologi, modernisasi dikaitkan dengan industrialisasi yang terjadi pada akhir abad 18 di Eropa Barat. Para sosiolog berpendapat bahwa perubahan sosial yang terjadi sejak revolusi industry dikenal sebagai proses modernisasi.

3.2. Ciri-Ciri Modernisasi
Peter L Berger dalam karyanya berjudul Facing Up to Modernity menyebut empat ciri utama dari modernisasi, yaitu.
@. Berkurangnya kelompok-kelompok masyarakat tradisional yang berskala kecil. Menurutnya, salah satu kekhasan dari modernisasi ialah melemahnya kelompok masyarakat tradisional yang biasanya memiliki solidaritas tinggi antara anggota-anggota, setiap orang mengenal baik satu sama lain dan hidup secara gotong royong.
@.Masyarakat modern memiliki banyak pilihan. Dalam masyarakat tradisional, kehidupan orang banyak dikontrol oleh kekuatan dan kepercayaan supranatural. Sementara dalam masyarakat modern, kehidupan orang tidak harus terikat pada kepercayaan tradisional, indivualisasi sangat tinggi dan orang bebas untuk memilih.
@. Masyarakat modern memiliki pola-pola kepercayaan dan norma yang beragam. Dalam masyarakat tradisional, orang sangat terikat pada satu kepercayaan dan norma-norma tradisisonal yang mengekang yang mengatur kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat modern, orang bebas memilih kepercayaan dan norma-norma yang ia kehendaki. Orang tidak terikat pada satu pilihan saja, tetapi ada banyak pilihan.
@.Masyarakat berorientasi pada masa depan dan memiliki kesadaran akan waktu yang tinggi. Menurut Peter L Berger, waktu menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi masyarakat modern. Orang modern memiliki kesadarn yang tinggi berpikir untuk masa depan dari pada masa lampau. Sementara masyarakat tradisional sangat memperhatikan masa lampau sebagai pedoman tingkah laku untuk masa sekarang. Karena itu tak heran orang modern member istilah pada waktu, “waktu adalah uang, time is money.”
@.Masyarakat modern bekerja menggunakan teknologi. Tidak pada masyarakat tradisonal, orang bekerja lebih banyak mengandal tangan dan  kekuatan fisik serta tenaga hewan untuk memproduksi hasil bumi. Sementara masyarakat modern, orang lebih banyak menghandal teknologi dan pikiran untuk menggandakan hasil bumi maupun produksi. Sebagai contoh, masyarakat modern menggunakan traktor untuk membajak sawah dan menggunakan computer untuk menghitung hasil bumi.

3.3. Kehidupan Modern Menurut Para Sosiolog
A. Ferdinand Toennies
Untuk menjelaskan kehidupan modern, Ferdinand Toennies menggunakan istilah Gemeinsschaft dan Gesselschaft. Ia Menggunakan istilah Gemeinsschaft untuk menjelaskan ciri-ciri masyarakat tradisional, di mana solidaritas masyarakat sangat tinggi, ikatan kekeluargaan sangat penting dan norma-norma hidup bersama masih sangat dijunjung tinggi. Kebersamaan sangat tinggi dan orang memecahkan suatu masalah secara bersama-sama. Hal ini berbeda dengan masyarakat industri yang disebutnya Gesselschaft, di mana orang lebih mementingkan kehidupan individu, ikatan kekeluargaan menjadi lemah, rasa solidaritas antara anggota masyarakat berkurang dan orang lebih cenderung egois atau individual dan tidak peduli pada kelompok, orang kurang mempercayai suatu kelompok dan mengandalkan kekuatan individu. Tiap individu lebih mementingkan efesiensi, efektifas kerja, keuntungan and spesialisasi dalam kerja.

B. Emile Durhkeim
Durkheim membedakan masyarakat atas dua, yakni masyarakat dengan solidaritas mekanik, yaitu masyarakat yang ditandai oleh ikatan sosial yang didasarkan pada persepsi bahwa mereka adalah sama dan memiliki rasa kebersamaan yang kuat. Dalam masyarakat ini, orang sering terlibat dalam kegiatan bersama dan menghayati pola hidup dan kebudayaan yang sama. Masyarakat jenis ini terjadi pada masyarakat pra-industri. Norma-norma dan nilai-nilai di dalam kehidupan bersama dihayati dan dipegang serta dipelihara oleh tiap-tiap anggota.
Dan kesatuan pada anggota-anggota masyarakat semacam ini lebih bersifat mekanik dan otomatis. Kedua masyarakat dengan solidaritas organik, yaitu masyarakat yang ditandai oleh sikap salingketergantungan antara orang-orang yang terlibat di dalam kegiatan yang terspesialisasi. Dengan kata lain, pembagian kerja di dalam masyarakat industri menyebabkan individu-individu yang terlibat hanya dalam salah satu kegiatan dan kebutuhan pada bidang lain dikerjakan oleh kelompok spesialisasi lainnya. Misalnya, buruh pabrik sepeda motor bergantung pada orang lain yang memenuhi kebutuhan pangan dan sandang mereka. Menurut Durkheim, ketergantungan timbal balik secara ekonomis menyebabkan setiap orang membutuhkan satu sama lain, tetapi sebatas ketergantungan secara ekonomis saja, mereka bisa berbeda pendapat soal moralitas dan kepercayaan. Dan mereka menganut pola hidup dan kebudayaan yang bertentangan satu sama lain  dan ketergantungan secara ekonomis ini bisa berbahaya karena norma-norma dan nilai-nilai hidup bersama tidak jalan dan sangat lemah dan orang kehilangan orientasi atau arah di dalam kehidupan keadaan semacam ini disebut Durkheim sebagai keadaan Anomie. Anomie yaitu suatu keadaan di mana norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat menjadi sangat lemah sehingga orang kehilangan orientasi dan pegangan hidup. Keadaan terburuk ini dapat membuat orang melakukan bunuh diri.

C. Max Weber
Menurut Max Weber, kehidupan modern ditandai oleh melemahnya pola-pola kehidupan tradisional and berkembangnya rasionalitas. Masyarakat modern lebih menggunakan perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang paling efektif and efisien untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, masyarakat modern lebih percaya pada perhitungan rasional, yang masuk akal dari pada percaya pada nasib atau campur tangan ilahi. Salah satu contoh dari sistem-sistem rasional itu adalah munculnya birokasi and institusi-institusi masyarakat, akan tetapi walaupun masyarakat modern menciptakan banyak kemudahan di dalam kehidupan, menurut Weber, masyarakat modern tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan fundamental tentang makna dan tujuan kehidupan manusia. Dalam hal ini, agama walaupun sering dipandang kurang rasional masih mempunyai arti bagi kehidupan manusia, karena agama dapat memberikan makna dan arti kehidupan bagi manusia. Kalau Durkheim mencemaskan bahwa masyarakat modern akan semakin jatuh ke dalam anomie, maka Max Weber mencemaskan bahwa rasionalisasi khususnya dalam organisasi-organisasi formal, akan menciptakan dehumanisasi ketika manusia semakin banyak diatur oleh organisasi birokratis yang impersonal.

RPP KLS 6 SEMESTER 1 & 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan          :      …………………………….. Kelas / Semester               :      VI (...