Mazhab ini terdiri atas 4 (empat)
mazhab populer yang masih utuh sampai sekarang, yaitu sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafi
Pemikiran fiqh dari mazhab ini
diawali oleh Imam Abu Hanifah. Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi serta faqih
dari Irak yang banyak dikunjungi oleh berbagai ulama di zamannya.
Mazhab Hanafi dikenal banyak
menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu hukum yang tidak
ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan qaidah qiyas dan
menggunakan qaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas) tidak bisa
diterapkan dalam menghadapi kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas
apabila suatu hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.
Yang menjadi pedoman dalam menetapkan
hukum Islam (fiqh) di kalangan Mazhab Hanafi adalah Al-Qur’an, sunnah Nabi SAW,
fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ijma’i. Sumber asli dan utama yang digunakan
adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, sedangkan yang lainnya merupakan dalil
dan metode dalam meng-istinbat-kan hukum Islam dari kedua sumber tersebut.
Tidak ditemukan catatan sejarah yang
menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqh. Akan tetapi
pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk
menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai pendapat
Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani dengan judul Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir. Buku Zahir
ar-Riwayah ini terdiri atas 6 (enam) bagian, yaitu:
* Bagian pertama diberi nama
al-Mabsut;
* Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;
* Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;
* Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;
* Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan
* Bagian keenam az-Ziyadah.
* Bagian kedua al-Jami’ al-Kabir;
* Bagian ketiga al-Jami’ as-Sagir;
* Bagian keempat as-Siyar al-Kabir;
* Bagian kelima as-Siyar as-Sagir; dan
* Bagian keenam az-Ziyadah.
Keenam bagian ini ditemukan secara
utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadi Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad al-Maruzi (w. 344 H.). Kemudian pada abad ke-5 H. muncul Imam
as-Sarakhsi yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul al-Mabsut.
Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab Hanafi.
Disamping itu, Mazhab Hanafi juga
dilestarikan oleh murid Imam Abu Hanifah lainnya, yaitu Imam Abu Yusuf yang
dikenal juga sebagai peletak dasar usul fiqh Mazhab Hanafi. Ia antara lain
menuliskannya dalam kitabnya al-Kharaj, Ikhtilaf Abu Hanifah wa Ibn Abi Laila,
dan kitab-kitab lainnya yang tidak dijumpai lagi saat ini.
Ajaran Imam Abu Hanifah ini juga
dilestarikan oleh Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi (110-158 H.) dan Ibnu
al-Lulu (w. 204 H). Zufar bin Hudail semula termasuk salah seorang ulama
Ahlulhadits. Berkat ajaran yang ditimbanya dari Imam Abu Hanifah langsung, ia
kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh fiqh Mazhab Hanafi yang banyak
sekali menggunakan qiyas. Sedangkan Ibnu al-Lulu juga salah seorang ulama
Mazhab Hanafi yang secara langsung belajar kepada Imam Abu Hanifah, kemudian ke
pada Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.
2. Mazhab Maliki.
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam Malik. Ia dikenal luas oleh ulama sezamannya sebagai seorang ahli
hadits dan fiqh terkemuka serta tokoh Ahlulhadits.
Pemikiran fiqh dan usul fiqh Imam
Malik dapat dilihat dalam kitabnya al-Muwaththa’ yang disusunnya atas
permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid dan baru selesai di zaman Khalifah
al-Ma’mun. Kitab ini sebenarnya merupakan kitab hadits, tetapi karena disusun
dengan sistematika fiqh dan uraian di dalamnya juga mengandung pemikiran fiqh
Imam Malik dan metode istinbat-nya, maka buku ini juga disebut oleh ulama
hadits dan fiqh belakangan sebagai kitab fiqh. Berkat buku ini, Mazhab Maliki
dapat lestari di tangan murid-muridnya sampai sekarang.
Prinsip dasar Mazhab Maliki ditulis
oleh para murid Imam Malik berdasarkan berbagai isyarat yang mereka temukan
dalam al-Muwaththa’. Dasar Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW,
Ijma’, Tradisi penduduk Madinah (statusnya sama dengan sunnah menurut mereka),
Qiyas, Fatwa Sahabat, al-Maslahah al-Mursalah, ‘Urf; Istihsan, Istishab, Sadd
az-Zari’ah, dan Syar’u Man Qablana. Pernyataan ini dapat dijumpai dalam kitab
al-Furuq yang disusun oleh Imam al-Qarafi (tokoh fiqh Mazhab Maliki). Imam
asy-Syatibi menyederhanakan dasar fiqh Mazhab Maliki tersebut dalam empat hal,
yaitu Al-Qur’ an, sunnah Nabi SAW, ijma’, dan rasio. Alasannya adalah karena
menurut Imam Malik, fatwa sahabat dan tradisi penduduk Madinah di zamannya
adalah bagian dari sunnah Nabi SAW. Yang termasuk rasio adalah al-Maslahah
al-Mursalah, Sadd az-Zari’ah, Istihsan, ‘Urf; dan Istishab. Menurut para ahli
usul fiqh, qiyas jarang sekali digunakan Mazhab Maliki. Bahkan mereka lebih
mendahulukan tradisi penduduk Madinah daripada qiyas.
Para murid Imam Malik yang besar
andilnya dalam menyebarluaskan Mazhab Maliki diantaranya adalah Abu Abdillah
Abdurrahman bin Kasim (w. 191 H.) yang dikenal sebagai murid terdekat Imam
Malik dan belajar pada Imam Malik selama 20 tahun, Abu Muhammad Abdullah bin
Wahab bin Muslim (w. 197 H.) yang sezaman dengan Imam Malik, dan Asyhab bin
Abdul Aziz al-Kaisy (w. 204 H.) serta Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam
al-Misri (w. 214 H.) dari Mesir. Pengembang mazhab ini pada generasi berikutnya
antara lain Muhammad bin Abdillah bin Abdul Hakam (w. 268 H.) dan Muhammad bin
Ibrahim al-Iskandari bin Ziyad yang lebih populer dengan nama Ibnu al-Mawwaz
(w. 296 H.).
Disamping itu, ada pula murid-murid
Imam Malik lainnya yang datang dari Tunis, Irak, Hedjzaz, dan Basra. Disamping
itu Mazhab Maliki juga banyak dipelajari oleh mereka yang berasal dari Afrika
dan Spanyol, sehingga mazhab ini juga berkembang di dua wilayah tersebut.
3. Mazhab Syafi’i
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali
oleh Imam asy-Syafi’i. Keunggulan Imam asy-Syafi’i sebagai ulama fiqh, usul
fiqh, dan hadits di zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya.
Sebagai orang yang hidup di zaman
meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlulhadits dan Ahlurra ‘yi, Imam
asy-Syafi ‘i berupaya untuk mendekatkan pandangan kedua aliran ini. Karenanya,
ia belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlulhadits dan Imam Muhammad bin
Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Prinsip dasar Mazhab Syafi’i dapat
dilihat dalam kitab usul fiqh ar-Risalah. Dalam buku ini asy-Syafi’i
menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh merumuskan
hukum far’iyyah (yang bersifat cabang). Dalam menetapkan hukum Islam, Imam
asy-Syafi’i pertama sekali mencari alasannya dari Al-Qur’an. Jika tidak ditemukan
maka ia merujuk kepada sunnah Rasulullah SAW. Apabila dalam kedua sumber hukum
Islam itu tidak ditemukan jawabannya, ia melakukan penelitian terhadap ijma’
sahabat. Ijma’ yang diterima Imam asy-Syafi’i sebagai landasan hukum hanya
ijma’ para sahabat, bukan ijma’ seperti yang dirumuskan ulama usul fiqh, yaitu
kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena
menurutnya ijma’ seperti ini tidak mungkin terjadi. Apabila dalam ijma’
tidakjuga ditemukan hukumnya, maka ia menggunakan qiyas, yang dalam ar-Risalah
disebutnya sebagai ijtihad. Akan tetapi, pemakaian qiyas bagi Imam asy-Syafi ‘i
tidak seluas yang digunakan Imam Abu Hanifah, sehingga ia menolak istihsan
sebagai salah satu cara meng-istinbat-kan hukum syara’
Penyebarluasan pemikiran Mazhab
Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki. Diawali melalui kitab usul
fiqhnya ar-Risalah dan kitab fiqhnya al-Umm, pokok pikiran dan prinsip dasar
Mazhab Syafi ‘i ini kemudian disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya.
Tiga orang murid Imam asy-Syafi ‘i yang terkemuka sebagai penyebar luas dan
pengembang Mazhab Syafi’i adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H./846 M.),
ulama besar Mesir; Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H./878 M.),
yang diakui oleh Imam asy-Syafi ‘i sebagai pendukung kuat mazhabnya; dan
ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270 H.), yang besar jasanya dalam
penyebarluasan kedua kitab Imam asy-Syafi ‘i tersebut.
4. Mazhab Hanbali
Pemikiran Mazhab Hanbali diawali oleh
Imam Ahmad bin Hanbal. Ia terkenal sebagai ulama fiqh dan hadits terkemuka di
zamannya dan pernah belajar fiqh Ahlurra’yi kepada Imam Abu Yusuf dan Imam
asy-Syafi’i.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah,
prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah sebagai berikut:
1. An-Nusus (jamak dari nash), yaitu
Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, dan Ijma’;
2. Fatwa Sahabat;
3. Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW;
4. Hadits mursal atau hadits daif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’; dan
5. Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat dilihat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Mazhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima istihsan, sadd az-Zari’ah, ‘urf; istishab, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.
2. Fatwa Sahabat;
3. Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW;
4. Hadits mursal atau hadits daif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’; dan
5. Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan yang amat terpaksa. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat dilihat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam perkembangan Mazhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga menerima istihsan, sadd az-Zari’ah, ‘urf; istishab, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.
Para pengembang Mazhab Hanbali
generasi awal (sesudah Imam Ahmad bin Hanbal) diantaranya adalah al-Asram Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani al-Khurasani al-Bagdadi (w. 273 H.), Ahmad
bin Muhammad bin al-Hajjaj al-Masruzi (w. 275 H.), Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi
(w. 285 H.), dan Abu al-Qasim Umar bin Abi Ali al-Husain al-Khiraqi al-Bagdadi
(w. 324 H.). Keempat ulama besar Mazhab Hanbali ini merupakan murid langsung
Imam Ahmad bin Hanbal, dan masing-masing menyusun buku fiqh sesuai dengan
prinsip dasar Mazhab Hanbali di atas.
Tokoh lain yang berperan dalam
menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab Hanbali adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Qayyim al-Jauziah. Sekalipun kedua ulama ini tidak selamanya setuju dengan
pendapat fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, mereka dikenal sebagai pengembang dan
pembaru Mazhab Hanbali. Disamping itu, jasa Muhammad bin Abdul Wahhab dalam
pengembangan dan penyebarluasan Mazhab Hanbali juga sangat besar. Pada
zamannya, Mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar