Latar
Belakang Isra’ dan Mi’raj
Tersebutlah dalam Sirah
Nabawiyah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam ditinggal mati oleh dua
orang; Khadijah Radhiyallahu ‘Anha dan Abu Thalib. Padahal, selama ini dua orang tersebut telah
berperan besar bagi dakwah Islamiyah.
Ummul Mukminin Khadijah
Radhiyallahu ‘Anha, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, adalah:
Wanita dan bahkan
manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Seorang mukmin yang
mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah, dan
Seorang istri, yang
darinya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mempunyai anak (keturunan).
Abu Thalib, meskipun
belum beriman, namun, mengingat posisinya sebagai paman Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam, ia telah membela Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
dengan sangat luar biasa.
Namun, di tahun itu,
keduanya meninggal dunia, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sangat
bersedih, dan karenanya, tahun itu disebut ‘Amul Huzni (Tahun Kesedihan).
Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin,
hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap warganya, sehingga sikap mereka
barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa
Sallam. Tidak seperti Makkah (saat itu) yang keras, semuanya tertutup batu,
sehingga “membatu” sikap mereka terhadap dakwah. Namun, bukannya kedatangan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Thaif disambut, tapi malah disambit
(batu).
Singkat cerita, dalam
perjalanan pulang ke Mekah, terjadi tiga peristiwa:
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam bertemu dengan seorang bernama Adas, dari Nainuwa, kampung
halaman Nabi Yunus ‘Alaihis Salam. Dalam pertemuan itu, Adas menyatakan masuk
Islam. Hal ini seakan mengatakan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa
Sallam: “Jangan bersedih wahai Muhammad, kalau orang Mekah, orang Arab tidak
mau beriman, jangan bersedih, nih buktinya, orang Nainuwa mau beriman.”
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam bertemu dengan sekelompok jin, dan saat dibacakan Al Qur’an
kepada mereka, mereka menyatakan beriman. Hal ini seakan memberi message kepada
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Seandainya pun seluruh manusia tidak
mau beriman, engkau pun tidak peru bersedih wahai Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wa Sallam, sebab, bangsa jin telah membuktikan bahwa mereka siap beriman
kepadamu”.
Peristiwa Isra’ dan
Mi’raj. Hal ini seakan berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
“Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak
mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab,
buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini,
peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar
biasa bagi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Mestinya adalah shalat,
sebab oleh-oleh Isra’ dan Mi’raj utamanya adalah shalat, dan Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjadikan shalat sebagai qurratu ‘ain dan
sekaligus rahah (rehat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar