Pencitraan
Suatu saat Muawiyah bin
Abu Sufyan menangis dengan tangisan yang luar biasa kerasnya hingga orang yang
berada di sekitarnya menyangka bahwa dia akan meninggal gara-gara beratnya
tangisan itu. Selidik punya selidik, ternyata tangis Muawiyah bersumber pada
rasa khawatirnya setelah mendengar sebuah hadits yang pernah disabdakan
Rasulullah di depan sahabat sahabatnya. Hadits tentang pencitraan oleh beberapa
orang dengan tujuan jangka pendek. Mengejar pujian dan kekaguman manusia.
Mengharapkan decak dan sanjungan dari bibir sesamanya.
Rasulullah bersabda:
Orang yang pertama kali
akan diadili pada hari kiamat adalah seorang yang dianggap syahid (oleh banyak
orang). Kemudian dia didatangkan dan diperlihatkan nikmat yang Allah berikan
padanya. Dan dia pun mengenalinya. Maka ditanyakan kepadanya apa yang kau
lakukan dengan nikmat nikmat itu? Orang itu menjawab: “Aku berperang di
jalanMu, hingga aku mati sebagai syahid!”
Allah berfirman, “Kau
dusta! Kau lakukan itu semua agar orang berkata bahwa engkau adalah seorang
pemberani. Dan itu telah dikatakan oleh mereka!”
Maka dia pun diseret
dengan wajah tersungkur lalu dilemparkan ke dalam api neraka.
Hal yang sama Allah
tanyakan pada orang yang belajar ilmu dan mengajarkannya, kemudian dia membaca
Al Quran. Dimana mereka menjawab bahwa itu dilakukan karena Allah.
Namun Allah nyatakan:
“Kau dusta! Itu semua kau lakukan agar kau dikatakan seorang yang alim dan kau
disebut-sebut sebagai seorang qari‘, dan itu telah dikatakan padamu!”
Maka dia pun diseret
dan dimasukkan ke dalam neraka!
Yang ketiga adalah
seorang yang berlimpah harta benda. Dan Allah menanyakan hal yang sama padanya.
Dan dia pun memberikan jawaban, “Tak ada satu jalanpun yang Kau sukai untuk
berinfaq di dalamnya, kecuali aku berinfaq karena Engkau!”
Allah menyergah jawaban
dustanya dengan mengatakan bahwa dia dusta, “Kau lakukan itu semua, agar
orang-orang mengatakan bahwa engkau adalah seorang dermawan dan seorang
pemurah. Dan itu semua telah mereka katakan!”
Maka diapun diseret dan
dimasukkan ke dalam neraka! (HR. Muslim).
Banyak diantara kita,
siapapun kita. Baik itu politisi, ulama, budayawan, intelektual, seniman,
ustadz, guru, pegawai, reporter, artis, anggota legislatif, eksekutif ataupun
yudikatif dan lainnya sering kali hanya mengejar pujian manusia agar kita
disebut pintar, peduli, empati pada orang lain, gagah membela kebenaran dan
lainnya. Tujuan jangka pendek yang semu, tujuan jangka pendek yang menumpulkan
ketajaman mata batin kita untuk bisa berbuat semata karena Allah.
Topeng kita sebagai
ulama, politisi, pejabat, sebagai orang kaya sering kali menjadi tabir
penghalang nurani sehingga kita tak berhasil menyingkap tabir bahwa amal amal
kita telah menjadi percuma. Sia-sia. Hampa. Tanpa makna akibat sumbu pendek
niat kita dalam perbuatan dan amal kita. Amal minus keikhlasan dan sesak dengan
hanya berburu pencitraan di mata mata manusia, di pujian bibir mereka.
Maka tak heran apabila
Abu Hurairah sahabat besar itu tersungkur sebelum meriwayatkan hadits penuh
hikmah dan sarat makna ini.
Semoga kita tidak
menjadi pemburu citra baik di mata manusia, namun bercitra buruk di mata Allah.
Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar