Pembinaan
Kualitas Remaja di Bulan Puasa
1. Remaja: Periode Kekuatan dan Kelabilan
Ibnu Katsir, tatkala
menafsirkan ayat: “Allah menciptakan kamu dari kelemahan, kemudian menjadikan
kuat setelah masa lemah, lalu menjadikan lemah kembali dan beruban, Dia
menciptakan sehendak-Nya, Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa ” (Ar-Ruum: 54),
menjelaskan bahwa yang dimaksud masa kuat dalam ayat itu adalah periode remaja
(Adolescence) dan dewasa (Adulthood).
Dari sisi fisiologis
dan psikologis, penulis memperkirakan “masa kuat” itu berada pada fase remaja
akhir (remaja paripurna, usia 14-21 tahun atau 15-22 tahun) dan masa dewasa
(21-30 tahun). Perkiraan penulis ini didasarkan pada realitas remaja salaf yang
pada masanya mampu menunjukkan kualitas kemampuannya dalam berbagai bidang.
Sebagai misal, Usamah bin Zaid di usianya yang baru 17 tahun diberi amanah
sebagai panglima perang dalam peristiwa Tabuk melawan Romawi.
Muadz bin Jabal saat diambil sumpah sebagai
hakim agung, usianya masih 18 tahun. Meski diusianya yang masih belasan tahun,
Salim Maula Abu Hudzaifah diakui Umar sebagai seorang kandidat pemimpin handal,
sehingga Khalifah Umar bin Khattab mengatakan: “Kalau Salim masih hidup, maka
dialah yang layak menjadi penggantiku”. Begitu pula dengan Abu Ubaidah,
diusianya yang masih relatif muda dikenal sebagai ahli manajemen dan ahli
strategi perang besar yang pernah terjadi dalam sejarah keemasan Islam periode
awal.
Jauh sebelumnya,
sejarah juga membuktikan bahwa perjuangan Islam tidak luput dari peran kaum
muda. Para Nabi, sebut saja Nabi Daud As, Nabi Yusuf As, Nabi Ibrahim As, Nabi
Ismail As, Nabi Isa As dan Nabi Muhammad sendiri adalah dari kalangan muda.
Selain itu, Al Qur’an mengabadikan kisah Ashabul Kahfi (penghuni gua), kisah
Ashabul Ukhdud, dan kisah Hawariyyun (pengikut Nabi Isa As).
Semuanya adalah
orang-orang muda yang telah menunjukkan kekuatannya seperti yang dituturkan
Allah dalam surah Ruum ayat 54 di atas. Kekuatan yang menurut Sayyid Quthb
bukan saja ditunjukkan dari dimensi fisologis, tetapi psikologis (Fi Zhilal Al
Qur’an 5/2776), yang dalam terminologi psikologi dirumuskan usia mental (mental
age) mereka jauh lebih dewasa dari usia kalender (calendar age) mereka.
Zakiah Drajat
(Kesehatan Mental, 1988/104) mengqiaskan, bahwa masa remaja merupakan jembatan
penghubung yang membentang antara masa bergantung pada orangtua (masa
anak-anak) dan masa mandiri, bertanggungjawab, memiliki prinsip, dan berfikir
matang (masa dewasa). “Jembatan” itu ditempuh kurang lebih selama 7 tahun.
Perbedaan waktu yang cukup panjang itu tidaklah dilalui dengan stabil, tetapi
mengalami pancaroba (pubertas).
Masa remaja merupakan
ujung dari masa anak-anak. Kemampuan remaja melalui “jembatan pancaroba” itu
ditentukan oleh rangkaian pendidikan di masa anak-anak. Bagaimana jadinya di
masa dewasa, sangat ditentukan dari kemampuan ia menempuh masa 7 tahun
pancaroba itu.
Oleh karena itulah,
Islam memerintahkan para orangtua menyelenggarakan pendidikan anak sejak dini
sebagai pembentukkan fondasi karakter kepribadian Islami yang kokoh. Sehingga,
saat ia menempuh masa pancaroba, anak tetap pada jati diri keislamannya.
Pertumbuhan fisik,
intelektual, dan emosi pada masa remaja berlangsung sangat cepat. Remaja tumbuh
menjadi sosok yang kuat, wawasan keilmuannya bertambah luas dan dalam, sehingga
tumbuh pula sebagi sosok yang kritis. Sementara, dimensi emosinya masih belum
stabil, dimana keinginannya lebih menggebu ketimbang pertimbangan rasionya.
Sehingga, ia berkembang pula menjadi sosok “pemberontak” terhadap realitas.
Maka, tidak
dimungkinkan lagi para orangtua menganggap ia sebagai anak-anak yang masih
berusia 8 atau 10 tahun. Atau sebaliknya, dengan melihat tubuh fisiknya yang
besar, para orang tua memperlakukannya sebagai orang dewasa yang semuanya mampu
dilakukan secara mandiri dengan kemampuan berfikir matang dan pengalaman banyak
dengan emosi yang stabil.
Keliru dalam mendidik
remaja, akan dapat berakibat fatal dalam perkembangan mental, intelektual, dan
spiritualnya. Sebagaimana hal tersebut terjadi pada para ABG bangsa ini:
konsumeris, materialistis, hedonis, dan mengalami penyimpangan perilaku seperti
madat, narkoba, penyimpangan seksual, tawuran, dan penyimpangan psikis serta
sosial lainnya.
2. Remaja : Antara Generasi Penerus dan Generasi
Terakhir
Masa remaja bisa
berujung pada masa kedewasaan yang berkarakter Al ’abdu ash-shalih Al mushlih
(hamba yang shalih secara individu dan manjadi penggerak perubahan positif
dalam masyarakatnya) atau pemuda yang “salah lagi lemah”. “Salah” aqidah dan
ibadahnya, “lemah” fisik, mental, dan kemampuannya.
Jangan sampai generasi
muslim bangsa ini seperti generasi terakhir ummat sebelum dimusnahkan dengan
berbagai bencana. Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman,
“Telah pulang yang taat
dan digantikan oleh generasi baru, yang hanya menyia-nyiakan shalatnya, serta
menurutkan kehendak syahwatnya, memperluas masyarakat perzinaan. Mereka akan
menemui bermacam-macam bahaya dan bencana” (Maryam : 59).
Hakikat Islam adalah
perbaikan dan penyempurnaan akhlak. Indentitas ummat Islam adalah akhlaknya.
Abul A’la Al Maududi mengatakan, musnahnya sebuah masyarakat atau bangsa bila
telah lenyap indentitas kebangsaannya atau hancur melebur kedalam indentitas
bangsa yang lain.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala. menegaskan bahwa musnahnya bangsa-bangsa yang pernah mentas di panggung
sejarah, pangkal musababnya adalah rusaknya akhlak sebagi akibat “mendustakan
agama”, bukan oleh sebab ekonomi atau lemah angkatan bersenjatanya, seperti
ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Sesungguhnya telah
berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah (Al Qur’an dan Terjemah Departeman
Agama, memberi catatan kaki : “yang dimaksud sunnah-sunnah Allah disini ialah
hukuman-hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana, yang ditimpakan kepada
orang-orang yang mendustakan rasul”). Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi
dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”
(Ali Imron: 137).
Ahli hikmah mengatakan,
“Umat-umat ini akan berdiri tegak dengan akhlak mulia, jika tidak ada akhlak
(tidak bermoral) maka umat itu akan punah”.
3. Puasa: Teknik Pengembangan Kualitas
Remaja
Puasa sesungguhnya
merupakan salah satu teknik pengembangan pribadi muslim, baik dari sisi fisik
maupun psikis. Terutama dari sisi kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ). Bagi remaja yang lazimnya berkarakter intelektuaitasnya tengah
mengalami perkembangan pesat, kritis, tetapi dari sisi emosi labil dan dalam
proses pencarian diri, maka puasa merupakan teknik penyeimbang dari gejolak
jiwa remajanya itu.
Puasa akan meredam sisi
negatif kecenderungannya dan mengoptimalkan potensi serta kemampuan positifnya.
Puasa mengembangkan sikap ihsan dan sabar yang sesuai dengan pilar-pilar SQ dan
EQ. Bahkan ihsan dan sabar merupakan pintu masuk pada pengembangan SQ dan EQ.
SQ ditandai dengan
kemampuan merasakan kehadiran Tuhan yang pada gilirannya berimplikasi pada
ketenangan jiwa. Kehadiran Allah Subhanahu wa Ta’ala. hanya akan dapat
dirasakan bila hati bersih dari aneka kotoran dan penyakit. Puasa adalah teknik
penyucian jiwa dari kotoran dan penyakit hati. Penyakit hati, seperti
keangkuhan, dengki, berambisi pada posisi tertentu dan riya merupakan sumber
keresahan jiwa (stress).
Penyakit-penyakit hati
itu akan tumbuh subur pada masa remaja yang mengalami fluktuasi gejolak jiwa
akibat rasionya mempertanyakan kembali konsep agama dan Tuhan, ambisinya yang
melampui pertimbangan akal sehatnya, dan kebutuhan pada pengakuan sosial yang
acapkali menampakkan dirinya pada tataran aksesoris ketimbang esensi
kemampuannya mengelola hidup secara mandiri. Melalui puasa, remaja dilatih
ikhlash dan rendah hati, yang tercermin dari ucapan dan perilakunya lebih
berorientasi pada obyektifitas ajaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.
EQ ditandai dengan
kemampuan mengelola emosi. Sedangkan sabar adalah kata lain dari kemampuan
mengendalikan emosi. Dalam sikap sabar terkandung 4C, yaitu:
Pertama: Commitment,
yaitu niat atau tekad yang menghunjam dalam kalbu untuk mencapai cita. Komitmen
ini pula yang menentukan maju atau mundurnya usaha seseorang. Dengan komitmen
yang tinggi remaja tidak akan pernah putus asa. Komitmen ini diperlukan remaja
yang seringkali melakukan sesuatu tanpa orientasi yang jelas.
Kedua: Consistence,
yaitu satu padunya isi hati dan fikiran dengan ucapan dan tindakan.
Kecenderungan remaja cepat merubah arah tujuan hidupnya karena labilnya emosi
yang kemudian mempengaruhi keputusannya, hanya akan berakhir pada kehampaan dan
penyesalan. Dengan shibghoh puasa, remaja dilatih memiliki sikap sabar yang salah
satunya berdimensi konsisten dengan tujuan esensial dan tidak pernah menggeser
arah untuk tujuan yang temporer.
Ketiga: Consequence,
yaitu siap dan sabar menanggung risiko. Remaja sangat membutuhkan pengakuan
bukan sekedar eksistensinya, tetapi juga kemampuannya dalam memilih dan
melakukan sesuatu dengan bertanggungjawab. Ibadah puasa akan memperkokoh
dorongan alamiahnya, berani, dan sabar menanggung risiko. Ia terlatih tidak
akan berhenti di tengah jalan oleh karena ia gagal, melainkan segera bangkit meneruskan
perjalanan yang belum usai.
Keempat: Continues,
yaitu sikap sabar melalui proses tahap demi tahap secara berkelanjutan. Sabar
dalam ikhtiar merupakan penawar dari sikap remaja yang segera ingin mendapatkan
hasil secara instant.
4. Kriteria Pengembangan Program
Rancangan program
pembinaan remaja di bulan puasa harus mempertimbangkan aspek syariah,
perkembangan karakter, dan kebutuhan pada tiap fase dan permasalahan remaja.
Ketiganya merupakan fundamen mendasar dan krusial dalam membahas apa dan
bagaimana membina remaja di bulan puasa.
Karena pertama, setiap
fase mengindentifikasikan perkembangan fisik dan mental yang berbeda-beda,
sehingga implikasi tujuan, materi, dan model pembinaan remaja itu berbeda-beda
pula, sesuai dengan tahap perkembangan. Kedua, permasalahan remaja secara umum
perlu diketahui akar-akar pemicunya, sehingga program pembinaan itu mencakup
pula alternatif solusi dari permasalahan kenakalan remaja itu.
Tanpa menimbang faktor
syari’ah, psikologis, dan realitas tantangan itu, maka program pembinaan remaja
di bulan Ramadhan ini akan kurang diminati oleh remaja itu sendiri, tidak
memiliki relevansi yang signifikan terhadap realitas kebutuhan remaja, dan
kurang menimbulkan efek positif bagi perkembangan potensi dan kemampuannya.
5. Program Pembinaan Remaja di Bulan Puasa
Secara umum, rancangan
program pembinaan remaja di bulan Ramadahan, dapat disusun sebagai berikut:
ASPEK
PERKEMBANGAN PROGRAM PEMBINAAN
KEAGAMAAN
Kritis terhadap konsep
dan praktik keagamaan yang tidak sejalan.
Perkembangan wawasan
Keilmuan yang berimplikasi pada pertarungan pemikiran keagamaan dan isme-isme
Pengalaman ruhaniyah
menghendaki penyegaran makna lebih dari sekedar rutinitas ritual atau kewajiban
Penyegaran paham
keagamaan sesuai dengan perkembangan wawasan keilmuannya dan penerapan ekspresi
aqidah, disiplin ibadah dan akhlak. Bentuk Program: pesantren kilat, diskusi
buku, tadabur Al Qur’an, perbandingan agama/ isme, menghidupkan/pembudayaan
sunnah Rasulullah di bulan Ramadhan (zikir, shalat sunnah, improvisasi amal
shalih, qiyamul lail, I’tikaf dsb).
1. KEBUTUHAN Hubungan
sosial yang lebih bermakna, mencapai peran sosial, pengembangan fisik secara
optimal, kebebasan memilih dan bertanggungjawab, pengembangan potensi dan kemampuan,
serta bimbingan pemikiran dan nilai yang demokratis.
2. Pengembangan potensi dan Kemampuan: mental,
IQ, jasmani, sosial. Bentuk Program: pelatihan pengembangan potensi dan
kemampuan seperti jadi da’i muda, keterampilan, kepemimpinan, akademik, profesi.
Pemberian kepercayaan dan tanggungjawab melalui pelibatan dalam kepanitiaan
ifthar jamai, ZIS, I’tikaf dan kepengurusan masjid, pembentukan organisasi
remaja mandiri, klub belajar, tadabur alam, kreatifitas seni dan lomba, usaha
kecil dsb.
3.
Dialog kaum tua dan remaja. Bentuk:
diskusi atau seminar dialogis dengan disiplin adab berbeda pendapat/ukhuwah,
mentoring, jumpa tokoh. Melibatkan dalam rapat-rapat urusan kemasyarakatan.
KEPRIBADIAN
faktor internal
(persepsi, sikap, motivasi)
faktor eksternal
(keluarga, sekolah, masyarakat)
Pengembangan
kepribadian produktif. Bentuk pelatihan manajemen diri (EQ dan SQ), adab
mua’malah, social project team work.
PERMASALAHAN Membolos, putus sekolah, berbohong, tindakan
kekerasan, narkoba, cabul, membuat gank, tawuran, mencuri, serta melawan orang
tua dan guru Bimbingan konsep
diri, pemecahan masalah, manajemen waktu, karier dan seks, ruqyah dalam Islam
dengan tinjauan pskologi dan manajemen.
JASMANI Pertumbuhan fisik yang sangat cepat tetapi
di lain sisi berakibat terjadinya disharmonisasi antar pertumbuhan fisik,
pertumbuhan alat kelamin, mengalami gangguan kesehatan
Aktif dalam atau mengorganisir klub olah raga,
disiplin dalam kesadaran pengaturan gizi dan makanan, pakaian yang menutup
aurat, gaya hidup muslim, organisasi aktivitas dan teman bermain dan lain,
pemeriksaan kesehatan, berbekam.
Dengan program pembinaan yang menempatkan
remaja sebagai subyek pembinaan melalui pembelajaran dialogis dan pemberian
kepercayaan, keleluasaan ekspresi, kreatifitas, dan pada pemberian beban
tanggungjawab dalam bingkai kurikulum pembinaan remaja terpadu. Insya Allah
program ini akan diminati oleh remaja itu sendiri dan akan mengembangkan
potensi serta kemampuan remaja sebagai generasi muslim yang berkualitas, dapat
terlaksana secara optimal, di samping meredam gejolak jiwa negatif remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar