Membangun
Takwa Politik Dengan Ramadhan
Menurut Bapak sosiologi
Islam, Ibnu Khaldun, panggung politik dan kekuasaan adalah posisi yang banyak
diidam-idamkan orang karena kenikmatannya. Di dunia politik ini, terkumpul
segala macam kenikmatan, dari harta kekayaan yang berlimpah, kepuasan karena
terpenuhinya kebutuhan fisik, dan kenyamanan psikologi (karena selalu
dihormati). Karena kenyamanan ini, banyak orang bersaing untuk mendapatkannya.
Dan kalau sudah berkuasa, sangat sedikit yang dengan sukacita menyerahkannya
kepada orang lain.
Karakter inilah yang
barangkali bisa menafsirkan kita kepada sebuah fenomena kenapa mayoritas
penguasa diturunkan dengan cara yang tidak formal, dan kenapa banyak pejabat
mengalami post power syndrome saat turun dari jabatannya. Salah satu penyebab
jeleknya citra politik di mata mayoritas adalah karena banyak penguasa yang
berbuat semena-mena dengan lawan politiknya demi mempertahankan kekuasaannya.
Benarkah politik itu
sejatinya kotor, ataukah kekotoran itu adalah benalu kekuasaan di saat penguasa
sudah lupa dengan tujuan semula saat dilantik menjadi pemimpin?
Dengan penuh keyakinan,
penulis menyatakan bahwa politik adalah salah satu agenda penting dalam dakwah.
Politik adalah keniscayaan dalam mewujudkan totalitas beragama, dan politik
adalah salah satu cara untuk menggapai taqwa. Tetapi dunia ini sangat rentan
godaan, sehingga memerlukan energi besar agar praktisinya tidak mudah
terjangkiti oleh virus-virus politik kotor.
Lalu, apa kaitan
Ramadhan dengan taqwa? Benarkah Ramadhan bisa menjadi solusi carut marutnya
dunia perpolitikan? Mampukah Ramadhan menciptakan taqwa di sektor politik?
Mencermati pernyataan
Ibnu Khaldun di atas, penulis akan menggali sejauh mana Ramadhan mampu
membangun karakter taqwa di dunia politik. Tulisan ini menyoroti dua sudut:
Pertama, masyarakat terhadap penguasa, dan kedua, penguasa yang menjalankan
roda pemerintahan.
1. Masyarakat yang menentukan pilihan
politik
Masyarakat memiliki
peran penting dalam membangun budaya taqwa dalam politik. Masyarakat yang
bertaqwa, tidak akan membiarkan pemimpinnya berbuat semena-mena. Dalam pidato
politik saat dikukuhkan menjadi Khalifah Islam setelah Rasulullah, Abu Bakar
sadar betul bahwa kekuasaan
mudah menyeret
seseorang kepada penyelewengan. Karenanya, beliau meminta masyarakat – yang
pada saat itu mayoritas bertaqwa – untuk memantau kinerja kepemimpinan beliau.
Dalam pidatonya yang singkat beliau berkata,
إني وليت عليكم ولست بخيركم
.فإن أحسنت ، فأعينوني ، وإن أسأت فقوموني ، الصدق أمانة ، والكذب خيانة …
“Sesungguhnya aku
sekarang telah diangkat untuk menjadi pemimpin kalian, padahal aku sadar bahwa
aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika aku profesional, maka
dukunglah kinerjaku, tapi jika aku asAl asalan, maka luruskan diriku. Kejujuran
adalah amanah, dan kebohongan adalah pengkhianatan…”
Salah satu cara
membentuk masyarakat taqwa adalah dengan metode Ramadhan. Ramadhan secara
intensif melatih masyarakat muslim untuk mencintai nilai-nilai kebaikan, mampu
menahan nafsu untuk tidak melakukan perbuatan keji. Bersemangat melaksanakan
shalat secara berjamaah, dan berani menegur imamnya jika melakukan kekeliruan.
Ramadhan yang sukses
juga akan menekan persoalan bangsa yang sangat akut sekarang ini, yaitu
korupsi. Karenanya, permasalahan serius yang disoroti Allah pasca ayat-ayat
tentang Ramadhan adalah problematika korupsi, yang dalam ajaran Allah
pemberantasannya baru akan efektif manakala dilakukan oleh orang-orang yang
bertaqwa. Allah berfirman,
“Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil,
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui” (Al Baqarah: 188).
Ramadhan sangat
intensif mengenalkan nilai-nilai kebaikan untuk masyarakat. Nilai-nilai yang
diperkenalkan sangat bervariasi, mulai dari kedisiplinan, kejujuran,
keikhlasan, melatih sikap empati, sampai kepada pengenalan hak-hak pemimpin dan
yang dipimpin.
Kedisiplinan dikenalkan
lewat jadwal berbuka dan imsak, kapan boleh makan dan minum dan kapan tidak
boleh; kapan waktu berangkat ke masjid, dan jam berapa harus bangun sahur.
Kejujuran diasah lewat kesportifan orang untuk tidak melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa, meskipun tidak ada satu pun orang yang tahu dia
melakukannya. Keikhlasan tumbuh dari praktek puasa yang tidak mungkin diketahui
orang lain, kecuali kalau kita sendiri yang menceritakannya.
Ramadhan melatih kita
untuk lebih peduli terhadap sesama dengan program memberi makan orang yang
berpuasa, memperbanyak infaq, sedekah, dan zakat. Ramadhan juga mengajarkan
kita bagaimana memilih pemimpin dalam shalat, kapan harus menaatinya, dan
bagaimana menegurnya jika berbuat kesalahan.
Masyarakat Ramadhan
dengan karakteristik di atas tidak mungkin tertarik memilih pemimpin yang tidak
seirama dengan mereka, hanya karena tampilan fisik calon pemimpin, atau karena
teror money politics. Mereka telah terbiasa dengan sukarela tidak makan
seharian selama sebulan tanpa dibayar dengan uang. Andaikan ada yang ingin
membayar mereka agar membatalkan puasa, mereka pasti tidak akan melakukan itu.
Masyarakat Ramadhan
juga tidak akan segan-segan memberikan peringatan kepada pemimpin yang salah.
Mereka sangat sadar bahwa pilihan mereka harus mendukung nilai-nilai ketaqwaan
yang telah mereka bangun dengan susah payah, sebagaimana mereka merasa tidak
nyaman di saat shalat di belakang imam yang bacaan serta sikapnya tidak baik.
Masyarakat Ramadhan
juga tidak akan melanjutkan tradisi korupsi yang telah beranak-pinak. Mereka
adalah orang pertama yang akan menghapus tradisi ini. Selama Ramadhan, mereka
telah dilatih untuk memakan makanan yang halal dan thayyib, dan tidak akan korupsi
pada saat berbuka dan sahur. Mereka tidak berani untuk berbuka sebelum
waktunya, demikian juga dengan makan setelah waktu sahur lewat.
Dengan sikap seperti
itu, penguasa yang punya niat korupsi akan berfikir seribu kali untuk
melakukannya, lantaran masyarakatnya tidak mendukung, bahkan akan mengadilinya.
Suburnya korupsi di negeri ini adalah akibat banyaknya pejabat yang korup yang
berkolaborasi dengan pengusaha atau rakyat yang membutuhkan bidang yang digarap
oleh pejabat.
2. Penguasa yang Menjalankan Roda
Pemerintahan.
Godaan kekuasaan sangat
besar, baik harta, tahta maupun wanita. Penguasa sangat rentan dengan godaan
harta. Banyak pengusaha yang siap menanamkan investasi jasa keuangannya
jauh-jauh hari sebelum menjadi penguasa, dengan harapan nanti kalau berkuasa
akan mendapatkan proyek-proyek besar.
Kalau tidak berhasil
mendekati penguasa atau calon penguasa, mereka coba masuk dari jalur keluarga,
baik istri maupun anak-anak mereka. Banyak sudah pemimpin yang harus turun dari
jabatannya lantaran skandal korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk
memperkaya diri dan keluarga mereka.
Pejabat juga sangat
rentan dengan godaan wanita. Betapa banyak pemimpin yang harus meninggalkan
tahtanya gara-gara terlibat skandal dengan wanita simpanan. Betah dengan tahta
adalah godaan lain yang melekat kental di sebagian penguasa. Demi
mempertahankan tahtanya, dia singkirkan lawan-lawan politiknya dengan berbagai
macam cara. Ada yang dicampakkan ke dalam sel, ada yang diasingkan, bahkan ada
yang dihabisi nyawanya.
Tetapi pejabat yang
telah dicelup dengan nilai Ramadhan dan sukses dalam prosesnya, Insya Allah
lahir dengan tampilan yang berbeda. Ramadhan tidak hanya diwajibkan kepada
masyarakat kecil, tetapi juga menyentuh kalangan pejabat. Ramadhan mengajarkan mereka
untuk berhias dengan sifat jujur, cinta masjid, merasakan kedekatan dengan Sang
Pencipta, memperkecil nafsu serakah terhadap dunia, hati-hati dengan godaan
lawan jenis, siap menerima kritik, memberantas korupsi dan lainnya.
Kejujuran tumbuh dari
terlatihnya mereka berpuasa tanpa harus berbuka, meskipun tidak dilihat oleh
orang lain. Mereka juga sering ke masjid menyatu dengan rakyatnya untuk
sama-sama shalat berjamaah. Seringnya mereka beribadah, insya Allah menjadikan
mereka semakin merasakan kedekatan kepada Allah. Sehingga nafsu serakah dunia
dan hebatnya godaan syahwat menjadi jinak dan terkendali.
Penguasa yang bertaqwa
seperti di atas, akan membawa dampak positif buat diri, keluarga, dan
rakyatnya. Pemimpin yang lulus puasa Ramadhan adalah pemimpin yang salih secara
pribadi, rajin beribadah, jujur, berdedikasi tinggi, siap menerima kritik
membangun, tidak tergiur oleh berbagai godaan.
Pemimpin yang lulus
ujian Ramadhan adalah pemimpin yang berwibawa di dalam keluarganya, menjadi
contoh buat isteri dan anak-anaknya, dan menciptakan lingkungan rumah yang
kondusif buat ibadah kepada Allah. Ia adalah pemimpin yang selektif memilih
bithanahnya (orang dekatnya) sehingga selalu mengingatkannya jika terjadi
kekeliruan. Ia juga akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung
terwujudnya nilai-nilai taqwa dalam kehidupan.
Di antara wujud nilai
taqwa dalam kehidupan sehari-hari yang akan digulirkan oleh pemimpin jenis ini
adalah: Gerakan Peduli Pemuda, Gerakan kembali mencintai masjid, menghidupkan
nilai-nilai ukhuwah terhadap sesama, gerakan sumbangan sukarela dalam membangun
kekuatan ekonomi negara, gerakan anti pornografi, gerakan menghidupkan malam
dengan ibadah.
Gerakan peduli pemuda
tumbuh dari kesadaran pemimpin dalam merespon perintah Allah untuk menjaga diri
dan keluarganya dari api neraka. Kealfaan memperhatikan perkembangan pemuda
berakibat fatal bagi kualitas keberagamaan mereka, sekaligus menjadi ancaman
serius bagi keberlangsungan suatu negara.
Sedangkan gerakan
kembali cinta masjid, muncul dari kenikmatan yang mereka dapatkan di saat
sholat berjamaah dan merasakan dampak positifnya berkumpul di masjid jika
dibandingkan dengan berkumpul di tempat-tempat keramaian yang lain. Nilai-nilai
ukhuwah terbangun dengan seringnya berkumpul bersama di dalam tempat yang suci.
Sumbangan sukarela
dapat digerakkan karena rakyat melihat bahwa pemimpin mereka juga mengeluarkan
infaq, sedekah, sama seperti yang mereka lakukan. Sedangkan gerakan anti
pornografi dapat efektif karena pemimpinnya tidak pernah terperangkap dalam
jerat ini dengan energi besar dari Ramadhan. Dan, gerakan mengisi keheningan
malam dengan ibadah, mereka gulirkan saat merasakan betapa indahnya shalat
tahajjuad dan i’tikaf di hari-hari akhir Ramadhan.
Ramadhan yang menyentuh
kutub pemimpin di satu sisi dan masyarakat di sisi yang lain, akan melahirkan
ketaqwaan dari keduanya sekaligus. Pemimpin yang bertaqwa akan menggulirkan
kebijakan-kebijakan yang menopang terealisasinya ketaqwaan di masyarakat. Dan,
masyarakat yang bertaqwa akan menjadi pengawas berlangsungnya nilai-nilai
ketaqwaan di kalangan elit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar