Perdalam
Samudera Keikhlasanmu
Ini termasuk pesan yang
sangat ingin aku sampaikan: perdalam samudera keikhlasanmu. Realitas lapangan
dakwah mengajarkan hal penting kepada kita, bahwa daya tahan di dalam
mengarungi perjuangan sangat ditentukan oleh sebesar apa penjagaan keikhlasan
dalam diri kita. Sangat banyak kejadian dan kondisi jalan dakwah yang bisa
mengganggu kaikhlasan. Sesiapapun akan diuji keikhlasannya di jalan ini: yang
“berhasil” menjadi pejabat publik, yang “tidak berhasil” menjadi pejabat
publik, yang “tidak pernah” menjadi pejabat publik, yang “selalu” menjadi
pejabat publik…..
Semua dari kita diuji.
Yang menjadi caleg, yang menjadi aleg, yang menjadi aktivis mahasiswa, yang
menjadi aktivis sosial, yang menjadi ibu rumah tangga, yang menjadi murabbi,
yang menjadi pengurus partai, yang menjadi petani….. Semuanya, ya semuanya
selalu dihadapkan kepada ujian yang kadang bisa mengganggu keikhlasan.
Perasaan Berjasa: Ini
Hasil Kerja Saya!
Ketika dakwah
menunjukkan hasil-hasil dan prestasi yang menggembirakan, wajar jika muncul
perasaan kebanggaan pada pelakunya. Ini perasaan yang sangat manusiawi. Namun
perasaan ini jangan dibiarkan berkembang menjadi klaim atas usaha pribadi dan
meremehkan kerja orang lain. Karena dalam setiap keberhasilan dakwah, pasti
akan dijumpai peran semua pihak dalam mencapai keberhasilan tersebut, sekecil
atau sebesar apapun.
Kalian tahu, siapa yang
telah melakukan perubahan spektakuler, sehingga tercipta hasil yang sangat
menakjubkan ini? Tidak ada lain yang bisa melakukannya, kecuali saya. Semua
saya kerjakan sendiri”, pernyataan ini sangat mungkin benar sesuai realitas
yang ada. Namun ungkapan ini bisa menjadi awal dari munculnya kesombongan,
apabila merasa bahwa kehebatan dirinya tidak ada yang menandingi, dan
meremehkan peran orang lain.
“Payah benar kader di
sini. Tidak ada yang mau bekerja. Kalau saja saya tidak bergerak, Pemilu
kemarin hasilnya tidak akan sebagus ini.”
“Kemenangan Pilkada di
daerah ini adalah hasil kerja keras dan jerih payah saya. Pengorbanan yang saya
berikan telah membuahkan hasil berupa kemenangan gemilang. Jika saya tidak
terlibat, saya tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi”.
“Organisasi dakwah ini
menjadi besar dan berkembang pesat, karena usaha yang saya lakukan. Kader-kader
lain tidak memiliki peran dan keterlibatan, sehingga terpaksa saya bekerja
sendiri. Alhamdulillah hasilnya signifikan”.
Masyaallah. Benarkah
kita bisa bekerja sendiri ? Dalam sistem amal jama’i yang dibangun organisasi
dakwah, seluruh bagian akan saling berkait, berhubungan dan mempengaruhi. Kita
tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh bagian lain yang ada dalam mesin amal
jama’i ini. Ibarat mesin mobil, semua komponen saling berpengaruh dan
berhubungan. Laju mobil merupakan hasil kerja simultan seluruh bagian.
Bisa jadi memang ada
bagian atau komponen dalam organisasi dakwah yang senyatanya menjadi beban bagi
yang lainnya. Namun itu tidak memberikan makna bahwa semua orang menjadi beban,
dan hanya seseorang atau segelintir orang saja yang punya peran. Bisa jadi
memang ada kader yang pasif dan tidak banyak kontribusi, namun itu bukan
berarti semua kader memiliki kondisi kelemahan serupa. Seakan-akan kontribusi
hanya menjadi milik seseorang atau segelintir orang yang sangat hebat dalam
organisasi dakwah.
Lalu dimana letak
ikhlas itu? Kalau kita merasa memiliki banyak peran, banyak kontribusi, banyak
keberhasilan, banyak capaian, kemudian mengecilkan bahkan meniadakan peran yang
lain, dimana ikhlas itu?
Perasaan Melempar:
Siapa Yang Salah?
Ketika dakwah mencapai
kemenangan tidak layak ketika ada pihak yang merasa berjasa sendirian.
Sebagaimana pada saat dakwah tidak berhasil mencapai target kemenangan, sangat
tidak etis jika muncul suasana saling menyalahkan. Masing-masing pihak merasa
tidak bertanggung jawab dan melempar kesalahan kepada pihak lainnya.
”Kita kalah dalam
Pemilu gara-gara departemen Fulan yang tidak bekerja. Mereka bersantai-santai
saat kita bekerja keras, akhirnya mengacaukan semua target.”
”Target tidak berhasil
kita capai karena kelemahan bidang Anu. Pengurus bidang Anu tidak becus
mengurus programnya sehingga membuat semua bagian ikut berantakan. Kita sudah
bekerja habis-habisan, akhirnya tidak ada gunanya.”
”Kita gagal mencapai
target karena kader tidak bersemangat dan tidak mau berkorban. Program sudah
bagus, sarana pendukung sudah disiapkan, namun kadernya tidak mau bekerja, maka
kita kalah.”
”Kekalahan kita
disebabkan tidak tegasnya pimpinan. Para kader sudah sangat bersemangat dan
siap bekerja, namun pimpinan tidak memiliki ketegasan sikap, akhirnya semua
menjadi kacau”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar