A. Letak
Geografis dan Sejarah awal Mesir Kuno
a) Awal
Mesir Kuno
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian
timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil.
Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM,
dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya
mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai
oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno
mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini
mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada
periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31
SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus
sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing
pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan
politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif
menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik
antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh:
·
Irigasi
teratur terhadap Lembah Nil;
·
Pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di
sekitarnya;
·
Perkembangan
sistem tulisan dan sastra;
·
Organisasi
proyek kolektif;
·
Perdagangan
dengan wilayah Afrika Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
·
Kegiatan
militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa
tetangga pada beberapa periode berbeda.
Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan
sosok Firaun.
Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara
menjadi semakin panas dan kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut
terpaksa berpusat di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya, semenjak manusia
pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir Pleistosen
Tengah (sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi
kehidupan Mesir. Dataran banjir Nil yang subur memberikan kesempatan bagi
manusia untuk mengembangkan pertanian dan masyarakat yang terpusat dan
mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban manusia.
b) Periode
Pradinasti
Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir lebih
subur daripada saat ini. Sebagian wilayah Mesir ditutupi oleh sabana berhutan
dan dilalui oleh ungulata yang merumput. Flora dan fauna lebih produktif dan
sungai Nil menopang kehidupan unggas-unggas air. Perburuan merupakan salah satu
mata pencaharian utama orang Mesir. Selain itu, pada periode ini, banyak hewan
yang didomestikasi.
Sungai Nil terbentang dari Pegunungan Kilimanjaro
(Sudan) hingga Laut Tengah dengan panjang kira-kira 5000 km. Sungai ini
merupakan hadiah bagi bangsa Mesir karena daerah di sekilingnya adalah gurun
pasir yang luas, apabila terjadi hujan akan terjadi bah yang membawa
lumpur-lumpur mineral. Dari lumpur inilah tanah sangat cocok untuk dijadikan
lahan bercocok tanam. Keterasingan bangsa Mesir dengan kondisi geografis yang
sebelah kiri dan kanan Sungai Nil adalah Gurun Nubia sangat tidak
menguntungkan, namun mereka mampu bekerjasama dalam sebuah kelompok yang
tangguh dan menciptakan sebuah peradaban. Di lain sisi, kondisi ini memberikan
keamanan bagi bangsa Mesir dari serangan luar.
c) Kehidupan
masyarakat Mesir kuno
Setiap tahun sungai Nil selalu banjir. Luapan banjir
itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur
selebar antara 15 sampai 50 kilometer. Di sekeliling lembah sungai berupa
gurun. Batas timur adalah gurun Arabia di tepi Laut Merah. Batas selatan
terdapat gurun Nubia di Sudan, batas barat adalah gurun Libia. Kemudian batas
utara Mesir adalah Laut Tengah.
Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus
tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri
sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran. Namun
secara ilmiah, air tersebut berasal dari gletsyer yang mencair dari pegunungan Kilimanjaro
sebagai hulu sungai Nil.
Peranan sungai Nil begitu penting bagi lahirnya
kehidupan masyarakat di lembah sungai tersebut. Maka tepatlah jika Herodotus
menyebutkan “Mesir adalah hadiah dari sungai Nil” (Egypt is the gift of the
Nile).
Lembah sungai Nil yang subur, mendorong masyarakat
untuk bertani. Air sungai Nil dimanfaatkan untuk irigasi dengan membangun
saluran air, terusan-terusan dan waduk. Air sungai dialirkan ke ladang-ladang
milik penduduk dengan distribusi yang merata. Untuk keperluan irigasi dibuatlah
organisasi pengairan yang biasanya diketuai oleh para tuan tanah atau golongan
feodal. Hasil pertanian Mesir adalah gandum, sekoi atau jamawut dan jelai yaitu
padi-padian yang biji atau buahnya keras seperti jagung.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang serta untuk
menjual hasil produksi rakyat Mesir, maka dijalinlah hubungan dagang dengan
Funisia, Mesopotamia dan Yunani di kawasan Laut Tengah. Sungai Nil berperan
sebagai sarana transportasi perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi
sungai Nil.
d) Pola
Pencaharian Masyarakat
Pola hidup bangsa Mesir sangat menggantungkan diri
kepada kondisi Sungai Nil, apabila musim hujan mereka akan bercocok tanam dan
apabila musim kemarau mereka akan menghindar. Kemampuan bercocok tanam ini bertahan
lama sampai jumlah populasinya bertambah banyak dan mengharuskan bangsa Mesir
mengembangkan sistem pengaturan air yang baik dan bias dipergunakan setiap
saat. Adanya kerja sama antar individu membentuk sebuah kelompok kecil dan
berkembang menjadi kelompok besar yang memerlukan sebuah aturan dalam
organisasi yang teratur.
e) Sistem
Kepercayaan
Bangsa Mesir mengenal banyak dewa (politheisme),
juga mengenal kepercayaan bahwa roh orang mati tidak akan meninggal. Malah
mereka mengenal hewan-hewan suci yang dianggap sakral, seperti terlihat dalam
beberapa lukisan dan patung hewan berkepala manusia dan manusia berkepala
hewan. Dewa-dewa yang dipuja bangsa Mesir antara lain:
a) Dewa Osiris sebagai dewa
tertinggi.
b) Dewa Ra sebagai dewa
matahari.
c) Dewa Thot sebagai dewa pengetahuan.
d) Dewa Horus, anak Dewa
Osiris.
e) Dewa Amon sebagai dewa
bulan
Sebagai penguasa kehidupan politik dan keagamaan
dipegang oleh firaun, Firaun (Pharaoh) ini diistimewakan karena dianggap Dewa
Horus, perantara manusia dengan dewa dan pemelihara Sungai Nil.
f) Pemerintahan
Sepanjang Lembah Sungai Nil terbagi dalam dua
wilayah yaitu Sungai Nil Hulu dan Sungai Nil Hilir, pada masing-masing daerah
terbentuk kelompok yang terpisah. Kedua wilayah ini dapat dipersatukan oleh
Menes dengan bentuk kerajaan dan beribukota Memphis pada tahun 3000 SM. Menes
inilah yang menjadi raja Mesir Kuno.
1)
Mesir Tua
Raja-raja Mesir diberi gelar Firaun atau Pharaoh.
Firaun memiliki hak yang tidak terbatas dengan tujuan memberi kedamaian dan kemakmuran
bagi bangsanya. Kerajaan Mesir Tua beribukota Memphis. Pada zaman Mesir Tua,
sudah dibangun makam-makam raja dalam bentuk piramid dan patung dari batu.
Piramid ini dibuat oleh rakyat karena kepercayaan bahwa raja Mesir adalah
titisan dewa. Raja-raja yang termasyhur pada zaman ini di antaranya Khufu,
Kefre, dan Menkaure. Setelah raja-raja tersebut meninggal, kondisi keamanan di
Mesir menjadi lemah, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kepercayaan
rakyat bahwa raja adalah keturunan dewa dan timbulnya kerajaan-kerajaan kecil.
2)
Mesir Pertengahan
Setelah terjadi perpecahan, Mesir kembali disatukan
oleh raja Sesotris III dari Thebe. Bahkan Sesotris III mengembangkan wilayahnya
dengan menguasai Nubia dan Palestina. Pada masa pemerintahan Amenemhet III
terjadi penambangan emas di Gurun Sinai dan mendirikan kelompok besar istana
yang dinamakan labyrinth. Setelah kematian Amenemhet III, muncul serangan dari
bangsa Hykos yang berasal dari Palestina dan mereka dapat menguasai Mesir.
Kedatangan bangsa Hykos memperkenalkan teknologi peralatan dari perunggu,
seperti peralatan pertanian, senjata dan alat rumah tangga. Bangsa Hykos
menetapkan Kota Awaris sebagai ibukota Mesir yang baru.
3)
Mesir Baru
Bangsa Mesir dapat merebut kembali kekuasaannya dari
bangsa Hykos. Raja yang paling berjasa dalam perebutan kekuasaan dari bangsa
Hykos adalah Firaun Ahmosis karena ia sendiri yang memimpin serangan. Kekuasaan
Mesir sempat meluas ke Babylonia, Assyria, Cicillia, Cyprus pada saat kekuasaan
Tutmosis II. Antara tahun 1367-1350 SM pada masa pemerintahan
Amenhotep IV atau Akhenaton dan Nefertiti
mengajarkan monotheisme kepada bangsa Mesir dengan menganggap Dewa Matahari
sebagai satu-satunya dewa. Akibat adanya pertentangan dengan para pendeta agama
Amon, Amenhotep IV memindahkan ibukota dari Thebe ke Al Amama. Setelah
Amenhotep IV meninggal, perselisihan tentang agama tidak terjadi lagi dan
pendeta menunjuk Tut-Aankh-Amon atau Tutankhamon sebagai firaun dan diharuskan
tunduk kepada pendeta agama Amon. Kekuasaan Mesir akhirnya selalu digantikan
oleh negara lain yang menjatuhkannya. Ini terjadi sejak pemerintahan Raja
Ramses III (1198-1167 SM) berakhir.
B.
Perkembangan Peradaban Mesir Kuno di Bidang IPTEK
Dalam bidang tekonologi, pengobatan, dan matematika,
Mesir kuno telah mencapai standar yang relatif tinggi dan canggih pada masanya.
Empirisme tradisional, sebagaimana dibuktikan oleh Papirus Edwin Smith dan
Ebers (c. 1600 SM), ditemukan oleh bangsa Mesir. Bangsa Mesir kuno juga
diketahui menciptakan alfabet dan sistem desimal mereka sendiri.
Salah satu peninggalan Mesir kuno yang bernilai seni tinggi. Tembikar glasir bening dan kaca
Salah satu peninggalan Mesir kuno yang bernilai seni tinggi. Tembikar glasir bening dan kaca
Bahkan sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan
Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material
kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan
artifisial yang cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah keramik yang
terbuat dari silika, sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya
tembaga. Tembikar glasir bening digunakan untuk membuat manik-manik, ubin,
arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan
tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan adalah menaruh bahan baku
yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat, kemudian membakarnya.
Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat memproduksi sebuah pigmen
yang dikenal sebagai Egyptian Blue, yang diproduksi dengan menggabungkan
silika, tembaga, kapur dan sebuah alkali seperti natron.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek
dari kaca, namun tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri
atau bukan. Tidak diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri
atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka
dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen
mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka
ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan
transparan.
1)
Pengobatan
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti malaria dan parasit schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang abses.
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti malaria dan parasit schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang abses.
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan
beberapa, seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. Herodotus
mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara
tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada
kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi. Pelatihan
untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi “Rumah Kehidupan,” yang paling
terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Saïs
di Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki
pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya. Luka-luka dirawat
dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring,
blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi. Mereka juga
menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah
dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi
gejala asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang yang
patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa luka
yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien
merasa nyaman menjelang ajalnya.
2)
Pembuatan kapal
Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung
kapal sejak tahun 3000 SM. Archaeological Institute of America melaporkan bahwa
beberapa kapal tertua yang pernah ditemukan berjenis kapal Abydos. Kapal-kapal
yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu yang “dijahit” menggunakan
tali pengikat. Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai milik Firaun
Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar mayat
Firaun Khasekhemwy, namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua
dari usia sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun
yang lebih terdahulu. Menurut profesor David O’Connor dari New York University,
kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal milik Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal
yang sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal
sebagai pelaut yang handal.
3)
Matematika
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi. Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan. 2⁄3 dalam hieroglif D22
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi. Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan. 2⁄3 dalam hieroglif D22
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan
didasarkan pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1,
10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol
ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan;
sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10
atau 100 ditulis sebanyak delapan kali.[151] Karena metode perhitungan mereka
tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu,
pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai
contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15;
proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar.Beberapa pecahan ditulis
menggunakan glif khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar
di samping.
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari
teorema Pythagoras. Mereka juga dapat memperkirakan luas lingkaran dengan
mengurangi satu per sembilan diameternya dan memangkatkan hasilnya:
Luas \approx \left [ \left ( \frac{8}{9} \right ) D \right ]^2 = \left (
\frac{256}{81} \right ) r^2 \approx 3.16 r^2
yang hasilnya mendekati rumus πr 2.
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus
(peredaran) bulan selama 291/2 hari. Karena dianggap kurang tetap kemudian
mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang
muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan
30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan
5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat. Penghitungan ini sama dengan
kalender yang kita gunakan sekarang yang disebut Tahun Syamsiah (sistem Solar).
Penghitungan kalender Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi (diambil
alih) oleh bangsa Romawi menjadi kalender Romawi dengan sistem Gregorian.
Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem lunar (peredaran
bulan) menjadi tarik Hijriah. Seni bangunan (arsitektur)
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno bekerja sebagai
petani. Kediaman mereka terbuat dari tanah liat yang didesain untuk menjaga
udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki dapur dengan atap
terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling untuk menggiling tepung dan
oven kecil untuk membuat roti. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga
ditutupi dengan hiasan berupa linen yang diberi warna. Lantai ditutupi dengan
tikar buluh dilengkapi dengan furnitur sederhana untuk duduk dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai penampilan dan
kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan menggunakan sabun yang
terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki bercukur untuk menjaga
kebersihan, menggunakan minyak wangi dan salep untuk mengharumkan dan menyegarkan
kulit. Pakaian dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna putih, baik
wanita maupun pria di kelas yang lebih elit menggunakan wig, perhiasan, dan
kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian hingga mereka dianggap dewasa,
pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini laki-laki disunat dan dicukur.
Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, sementara sang ayah bertugas mencari
nafkah.
Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama
berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan dengan Masakan
Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya mengandung roti dan bir, dengan lauk
berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih, serta buah-buahan
berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan
tertentu, kecuali di kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan,
daging, dan unggas dapat diasinkan atau dikeringkan, serta direbus atau
dibakar.
1)
Adat pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat pemakaman yang diyakini
sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan
dalam adat ini adalah : proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara
pemakaman, dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh
almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di
dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui
proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan
sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan
pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang
mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu
dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh menggunakan kain, dan
meletakkan mayat ke dalam sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau
peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai
diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.
Anubis adalah dewa pada zaman mesir kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi
dan ritual pemakaman. Pada gambar ini ia sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno telah menyempurnakan seni
mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari
lamanya, selama waktu tersebut secara bertahap dilakukan proses pengeluaran
organ internal, pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh
menggunakan campuran garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh dibungkus
menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung,
mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode
akhir diletakkan pada laci besar cartonnage yang telah dicat. Praktik
pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemeus dan Romawi, pada
zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak.
Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga
berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang status sosial. Pada permulaan
Kerajaan Baru, buku kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan dengan
patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat. Setelah
pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa makanan
ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak
gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit periodontitis. Meskipun di
dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang
kurus, berat badan mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara berlebihan.
Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-laki dan 30
tahun untuk wanita.
Budaya dan monumen Mesir kuno telah menjadi peninggalan sejarah yang abadi.
Pemujaan terhadap dewi Isis, sebagai contoh, menjadi populer pada masa
Kekaisaran Romawi. Orang Romawi juga mengimpor bahan bangunan dari Mesir untuk
mendirikan struktur dengan gaya Mesir. Sejarawan seperti Herodotus, Strabo dan
Diodorus Siculus mempelajari dan menulis tentang Mesir kuno yang kemudian
dipandang sebagai tempat yang penuh misteri.[157] Di Abad Pertengahan dan
Renaissance, perkembangan budaya pagan Mesir mulai menurun seiring dengan
berkembangnya agama Kristen dan Islam, namun ketertarikan terhadap budaya
tersebut masih tersirat dalam karya-karya ilmuwan abad pertengahan, misalnya
karya Dhul-Nun al-Misri dan al-Maqrizi.
Pada abad ke-17 dan 18, penjelajah dan turis Eropa membawa banyak barang
antik dan menulis tentang kisah perjalanan mereka di Mesir, yang kemudian
memancing terjadinya gelombang Egyptomania di Eropa. Ketertarikan tersebut
mengakibatkan banyaknya kolektor Eropa yang membeli atau membawa barang-barang
antik penting dari Mesir. Meskipun penjajahan kolonial Eropa terhadap mesir
mengakibatkan hancurnya benda-benda bersejarah, kehadiran bangsa Eropa juga
dampak positif terhadap peninggalan Mesir kuno. Napoleon, misalnya, melakukan
pembelajaran pertama mengenai Egiptologi ketika ia membawa 150 ilmuwan dan
seniman untuk mempelajari dan mendokumentasi sejarah alam Mesir, yang kemudian
dipublikasi dalam Description de l’Ėgypte. Pada abad ke-20, pemerintah Mesir
dan arkeolog mulai melakukan pengawasan terhadap kegiatan penggalian di Mesir
dengan membentuk Supreme Council of Antiquities.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar