KATA PENGANTAR
Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi
daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai
puncaknya pada era reformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentangPerimbangan Keuangan yang kemudian direvisi masing-masing menjadi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004.Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia
sampai saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Masih ditemukan banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baikdari kelengkapan
regulasi, kesiapan pemerintah daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri.
Terlepas dari itu semua, desentralisasi dan
otonomi daerah telah menjadisuatu keniscayaan dengan mempertimbangkan amanat
UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang telah menegaskan hal
tersebut. Dengan demikian, menjadilebih berharga kemudian meninjau kembali
pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi dan otonomi ke
depan. Dengan keterbatasan yang ada, tulisan ini pada intinya mencoba
merumuskan agenda tersebut.
Cempae, 02 Oktober 2018
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada Era Globalisasi saat ini semakin
banyak bentuk-bentuk kekuasaan yang di terapkan di indonesia, guna untuk
mengetahui salah satu bentuk kekuasaan yang di terapkan di negara ini yakni
“Desentralisasi dan Otonomi daerah” sehingga kita sebagai warga negara lebih
jeli dalam melihat atau mengkritisi kebijakan-kebijakan yang akan di keluarkan
oleh pemegang kekuasaan.
B. Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini, penulis
merumuskan beberapa masalah yang berkaitan dengan :
·
DESENTRALISASI
1. Istilah dan Pengertian Desentralisasi
2. Tujuan Desentralisasi
3. Bentuk Desentralisasi
4. Konsep dan Teori Desentralisasi
5. Kelebihan dan Kekurangan
Desentralisasi
·
OTONOMI DAERAH
1. Pengertian Otonomi daerah
2. Visi Otonomi daerah
3. Kelebihan dan Kekurangan Otonomi
Daerah
4. Struktur Pemerintahan yang di harapkan
dari Otonomi Daerah
5. Pembagian kewenangan Pusat dan Daerah
BAB II
PEMBAHASAN
DESENTRALISASI
1.
Istilah
dan Pengertian Disentralisasi
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974,
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah.
Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai
suatu pemerintahan yang efisien.
2.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
·
mencegah
pemusatan keuangan
·
sebagai
usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
·
Penyusunan
program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga
dapat lebih realistis.
Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985)
membedakan secara umum 2 tujuan utama desentralisasi yaitu “political and
economic goals”lalu smith mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi
secara lebih rinci membedakan tujuan desentralisasi bila dilihat dari sudut
pandang kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
3.
Empat bentuk Desentralisasi
• Dekonsentrasi wewenang administratif
• Delegasi kepada penguasa otorita
• Devolusi kepada pemerintah daerah
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada
swasta
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat
tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi
atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas
dalam mengelola daerah yang meliputi :
Desentralisasi pelayanan rakyat /public. Adapun
filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus
dilayani. Desentralisasi merupakan power sharing(otonomi formal dan
otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu, outputnya hendaknya
berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-public goods-dan peraturan
daerah-public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian
hukum. ,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi,
tetapi tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.
Dekonsentrasi : diselenggarakan karena tidak semua
tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik
oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional
(kanwil/kandep) dan terintregrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum
pernah terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah
kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi
Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang
dipergunakan oleh system pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk ikut melaksanakan tugas pemerintah pusat
atau pemerintah daerah atasannya.
Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri.
Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan
sebelum peraturan itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
4.
Konsep
dan teori Disentralisasi
Desentralisasi saat ini telah menjadi azas
penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai
macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak
semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat
kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktu
sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara
umum tujuan tersebut dapat diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu
pertama peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
(yang merupakan pendekatan model efisiensi struktural/structural efficiency
model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan
pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory model).
Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa.\
Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan
ditambahkan menjadi pasal 18, 18A dan 18B memberikan dasar dalam
penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah Propinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota
yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Amanat dan Konsensus
Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik Indonesia
dengan berbagai pasang naik dan pasang surut tujuan yang hendak dicapai melalui
desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini, kita telah memiliki 7 (tujuh)
Undang-Undang yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22
tahun 1948, UU 1 tahun 1957, UU 18 tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun
1999 dan terakhir UU 32 tahun 2004.
5.
Kelebihan
dan Kekurangan Disentralisai
Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan
yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah
pusat.
Kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat
Kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat
Dampak positif dan Negatif Disentralisasi
Dampak positif dalam bidang politik adalah sebagian
besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah
tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan
pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini
adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan
pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah,
diperlukan dana yang tidak sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu
mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus
mampu membagi adil dan merata hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata,
diperlukan aturan yang baku.
Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan beberapa istilah
tentang dana
untuk keperluan pembinaan wilayah, antara
lain:
v Pendapatan Asli Daerah (PAD)
·
Hasil
pajak daerah
·
Hasil
restribusi daerah
·
Hasil
perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
·
Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan
jasa giro.
v Dana Perimbangan
·
Dana
Bagi Hasil
·
Dana
Alokasi Umum (DAU)
·
Dana
Alokasi Khusus
v Pinjaman Daerah
Ø Pinjaman Dalam Negeri :
·
Pemerintah
pusat
·
Lembaga
keuangan bank
·
Lembaga
keuangan bukan bank
·
Masyarakat
(penerbitan obligasi daerah)
Ø Pinjaman Luar Negeri :
·
Pinjaman
bilateral
·
Pinjaman
multilateral
·
Lain-lain
pendapatan daerah yang sah
Otonomi Daerah
1.
Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah Otonomi Daerah
adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
2.
Visi Otonomi Daerah
Politik, Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk
membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara
demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang
responsife;
Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan
kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon
dinamika kehidupan di sekitarnya.
3. Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah
Pemerintah yang memilih desentralisasi memandang bahwa
dengan penerapan desentralisasi dapat meningkatkan stabilitas politik dan
kesatuan bangsa karena masing-masing daerah memiliki kebebasan dalam
pengambilan keputusan sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dalam sistem
politik. Dengan adanya desentralisasi ini, maka Pemerintah Daerah diberikan
wewenang lebih besar dalam pengambilan keputusan bagi daerahnya dengan
pendekatan yang lebih sesuai. Pemberlakuan desentralisasi juga dapat mengurangi
biaya atas penyediaan layanan publik dengan menekan diseconomy of scale.
Desentralisasi juga memiliki kelemahan yang harus
dievaluasi. Di banyak Negara yang mengadopsi desentralisasi, jarang terdengar
cerita-cerita sukses dengan diberlakukannya desentralisasi karena hal ini
tergantung pada karakteristik daerah masing-masing. Seperti contoh di
Negara-negara afrika, sistem desentralisasi justru tidak efektif dalam strategi
untuk mengurangi kemiskinan. Beberapa studi yang dilakukan di Negara-negara
berkembang ditemukan bahwa dengan sistem desentralisasi dapat mengurangi
kualitas dari pelayanan publik, dapat memperlebar disparitas antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain dan juga cendrung dapat meningkatkan korupsi.
Otonomi daerah ......>>> dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempercepat pelaksanaan pembangunan, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
rakyat di daerah Provinsi, Kab/Kota di seluruh Indonesia.
Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah diantaranya :
A. Kelebihan/keuntungan
:
1. Pemerintah
Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada daerahnya untuk
menjadi prioritas pembangunan.
2. Dengan
dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan maju, berkembang
dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
3. Daerah
dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan membentuk Perda
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
4. Pemerintah
daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama membangun daerah untuk
kemajuan dan kepentingan bersama.
Pada
dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya daerah lebih mampu melihat
persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing, jadi otonomi daerah akan
membuat daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah
lain tanpa takut dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
B. Kekurangan/kerugian
:
1. Pemda
ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang bertentangan dengan
peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan di daerah.
2. Kalau
kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk
munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
3. Bila
terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda yg
disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang
pengawasan).
4. Peraturan
yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi
daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat merugikan pemda
dan rakyat didaerah itu.
5. Dan lain-lain
Kekurangan yang mendasar pada sistem
otonomi daerah adalah daerah suka 'kebablasan" dalam mengatur
daerahnya. suka membuat peraturan daerah yang aneh-aneh demi mengisi kas daerah.
Hal mana yang berdampak pada kesejahteraan warga daerah itu sendiri. jadi
sebaiknya otonomi daerah diterapkan dengan pengawasan yang ketat dari
pemerintah pusat.
4. Struktur pemerintahan yang diharapkan dari Otonomi
Daerah
a. Dasar
Hukum Otonomi Daerah
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak
pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni
1. Undang-undang
DasarSebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan
landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD
menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2. Ketetapan
MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah :
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan,
erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong
untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas
tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang
kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat
tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa
yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman
dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut
:
1. Sistim
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Daerah
yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pembagian
daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian,
wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat
dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4. Kecamatan
yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam
rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat
daerah Kabupaten atau daerah Kota.
b. Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar
pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah
Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
4. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
6. Kawasan
khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita,
Kawasan Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan
Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah
Otonom.
7. Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
8. Pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai
Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan
tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
9. Pelaksanaan
asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada
Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun
UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang
kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide
otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang
disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya.
Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat
bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit
politik yang berkuasa pada saat it.
Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat
dalam UU berikut ini:
1. UU
No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan
pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan
pusat.
2. UU
No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan
pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu
sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah
pusat.
3. UU
No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme,
di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat
pemerintah pusat.
4. Penetapan
Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan
dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat
terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU
No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada
desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah,
sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
6.
UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi
kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan
dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa
berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan
politik.
Pada penerapanya, terasa seolah-olah
telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya
dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi
perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas,
nyata dan bertanggung jawab.
5. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
1. Kewenangan
Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan
bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standardisasi nasional.
3. Kewenangan
Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan
penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
4. Kewenangan
Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka ekonsentrasi
harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan
tersebut.
5. Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6. Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum
dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
7. Kewenangan
Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan
yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
8. Daerah
berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Daerah di wilayah laut
meliputi:
Ø Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut tersebut;
Ø Pengaturan kepentingan administratif;
Ø Pengaturan tata ruan
Ø Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
Ø Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
9. Kewenangan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari
batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Kewenangan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain
kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan
bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
11. Pemerintah
dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system
pemerintahan daerah yang berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan
karena Undang-Undang yang mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada
Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang sama. Selain itu juga system pemerintahan
daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah dikenal orang pada zaman penjajahan
Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
1. Untuk terciptanya
efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan
2. Sebagai sarana pendidikan
politik;
3. Pemerintahan daerah
sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan
- Stabilitas
politik;
- Kesetaraan
politik
- Akuntabilitas
publik.
B. SARAN
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar di seluruh pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta
kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat
menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-san\ma
dengan dekonsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
·
Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI
Press, 2007.
·
Google: http//www.otonomidaerah.com. “senralisasi dan desentralisasi
dalam otonomi daerah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar