Fitnah
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al Ankabuut 2-3).
Kehidupan dunia secara
keseluruhan, baik dan buruknya adalah fitnah atau ujian bagi manusia. Fitnah
yang senantiasa menyertai manusia dalam hidupnya sampai akhir hayatnya. Tetapi
sangat disayangkan sebagian besar umat manusia tidak mengetahui bahwa kehidupan
di dunia ini fitnah. Sebagian yang lain
mengetahui bahwa kehidupan di dunia ini fitnah tetapi kalah oleh dahsyatnya
fitnah itu sendiri. Hanya sebagian kecil saja yang sadar bahwa kehidupan di
dunia ini fitnah, kemudian mereka berhati-hati terhadap fitnah itu dan ketika
lalai atau lupa kembali pada petunjuk
Allah.
Bagi orang beriman yang
memahami hakekat kehidupan dunia, tetap belum aman terhadap fitnah, karena
syetan selalu mengawasi mereka dan menggodanya sehingga orang beriman itu,
lalai, jatuh dan terkena fitnah dunia dengan segala macamnya. Begitu juga para
da’i yang selalu mengajak manusia untuk beribadah pada Allah belum aman dari
fitnah. Syetan memiliki seribu satu macam cara untuk memfitnah dan menggoda
para da’i sehingga mereka jatuh dan meninggalkan gelanggang dakwah kemudian memilih kehidupan dan profesi lain yang
lebih santai, aman dan jauh dari
dinamika dakwah.
Dan begitu juga para
pemimpin umat, mubaligh, ustadz dan tokoh masyarakat belum aman dari fitnah.
Fitnah akan menyerang siapa saja dari manusia selagi mereka hidup di dunia, ada
yang berjatuhan terkena fitnah dan ada juga yang selamat dengan izin Allah. Di
akhir zaman ini fitnah akan semakin dahsyat dan mengerikan. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Segeralah beramal sebelum terjadinya
fitnah-fitnah seperti gelapnya malam. Seorang yang paginya mukmin sorenya
menjadi kafir, dan pada sore hari mukmin
dan paginya kafir, menjual agamanya dengan sedikit dari kekayaan dunia.” (HR
Muslim)
Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam selalu mengajarkan kepada umatnya agar berlindung kepada
Allah dari berbagai macam fitnah yang membahayakan manusia. Diantara do’a Rasul
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk membentengi fitnah tersebut yaitu : “Jika
kalian membaca tasyahud, maka berlindunglah dari empat hal, yaitu berkata:”Ya
Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari
fitnah kehidupan dan kematian dan dari buruknya fitnah Al Masih ad-Dajjaal.”
(HR Muslim)
Makna Fitnah
Fatana Al Ma’din
artinya logam itu dibakar untuk mengetahui kualitasnya, (29: 2). Fatana Fulanan
artinya si Fulan itu disiksa agar berubah dari sikap atau pendiriannya, (85:
10). Fatanahul Maal dan fatanathul Mar’ah artinya tergoda dengan harta dan
wanita, (8: 28). Fatana fulaanan ’an sya’i artinya melalaikan atau memalingkan
dari sesuatu, (5: 49). Iftatana bil amri artinya terkena fitnah dengan sesuatu
seperti harta, wanita dan lainnya.
Jadi sesuai dengan
ungkapan diatas, fitnah menurut para ahli bahasa bermakna ujian atau cobaan
dalam berbagai macam bentuknya. Ada ujian yang buruk seperti siksaan, kesusahan,
penderitaan, penyakit dsb. Ada ujian dalam bentuk kebaikan seperti harta,
wanita, kedudukan, popularitas dsb. Fitnah juga bermakna kegagalan dari sebuah
ujian dan berakibat pada keburukan, seperti syirik, kejahatan, kemungkaran,
kerusakan, perselisihan, saling bunuh, dan sebagainya.
Gambaran Fitnah dalam
Al Qur’an
Al Qur’an banyak sekali
mengungkapkan kata fitnah dengan berbagai macam maknanya. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam beberapa ayat, diantaranya:
”Alif laam miim. Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS Al
Ankabuut 1-3)
Manusia dalam mensikapi
ajaran para nabi dan rasul ada dua sikap. Pertama, orang-orang yang mengimani ajarannya, merekalah
orang-orang yang beriman. Dan kedua, orang orang-orang yang mengingkari
ajarannya, mereka termasuk kelompok orang-orang kafir. Ketika manusia menyatakan keimanannya, maka
mereka akan diuji untuk membuktikan bahwa pernyataan itu benar atau salah.
Karena keimanan bukan hanya kata-kata yang diungkapkan, tetapi keimanan adalah
hakekat yang mengandung resiko dan tanggungjawab, keseriusan yang membutuhkan
ketabahan, jihad yang membutuhkan kesabaran. Oleh karena itu tidak cukup
manusia menyatakan beriman sebelum mendapatkan ujian, cobaan dan tantangan.
Semakin tinggi tingkat
keimanan seseorang, maka semakin besar juga ujian dan cobaannya. Para nabi
adalah orang yang paling besar ujian dan cobaannya kemudian yang sejenisnya dan
seterusnya sesuai kadar keimanan seseorang. ”Orang yang paling besar ujiannya
adalah para nabi, kemudian yang sejenisnya dan sejenisnya. Seorang akan diuji
sesuai kualitas agamanya. Jika kualitas agamanya kuat maka ujiannya juga kuat
dan jika agamanya lemah, maka diuji sesuai kadar agamanya” (HR Bukhari, Ahmad
dan At Tirmidzi).
Demikian orang-orang
yang menyatakan beriman akan mendapatkan ujian dan cobaan di dunia, sedangkan
orang kafir juga akan mendapatkan ujian dan cobaan. Orang beriman mendapatkan
ujian awal di dunia berupa penderitaan, cobaan, ujian, kesusahan, fitnah dll
untuk kemudian mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan akhir di akhirat.
Sedangkan orang-orang kafir bersenang-senang dan berfoya-foya di awal hidupnya
di dunia untuk kemudian mendapatkan ujian dan siksaan di akhirat. Jadi kedua
golongan itu menjadapatkan kesusahan, fitnah dan ujian, orang beriman di dunia
dan orang kafir di akhirat.
Seseorang bertanya pada
imam Asy Syafi’i, dan berkata: “Wahai Aba Abdillah, mana yang lebih utama bagi
seorang lelaki, mendapatkan kedudukan atau mendapat ujian?” Berkata imam Asy
Syafi’i: “Seseorang tidak mungkin akan mendapat kedudukan sehingga mendapat
ujian. Karena sesungguhnya Allah telah menguji Nuh ‘Alaihis Salam, Ibrahim
‘Alaihis Salam, Musa ‘Alaihis Salam, Isa ‘Alaihis Salam, dan Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ketika mereka sabar, maka Allah berikan kemuliaan kepada
mereka. Maka jangan menyangka seorang beriman bebas dari ujian kesusahan. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah
155)
Gambaran Fitnah Dalam
Hadits
Hampir di setiap kitab
hadits memuat bab tentang Fitnah. Imam Bukhori, At-Turmudzi dan Ibnu Majah membuat judul dalam kitab
haditsnya Kitabul Fitan, Abu Dawud dan Al Hakim menyebutnya dengan judul
Kitabul Fitan wal Malaahim( bab fitnah dan huru hara), sedangkan imam Muslim
menyebutnyaKitabul Fitan wa ’Asyraatus Saa’ah (bab fitnah dan tanda-tanda hari
kiamat).
Diantara hadits-hadits
yang disebutkan dalam shohih Bukhori tentang fitnah dapat disebutkan antara
lain:
Imam Bukhari mengawali
hadits Fitnah dengan menyebut surat Al Anfaal 25, agar orang beriman hati-hati
terhadap fitnah dan menjauhinya.
Fitnah semakin hari
semakin berat dan semakin buruk.
Harta yang paling
bersih di akhir zaman bagi muslim adalah domba yang digembalakan di hutan dekat
gunung dan iar hujan.
Diantara fitnah diakhir
zaman, diangkatnya ilmu, dominannya kebodohan dan banyaknya pembunuhan.
Umat Islam harus
bersabar pada pemimpin jamaah Islam walaupun benci asal tidak menyuruh kepada
kemungkaran dan kekafiran.
Cara yang baik untuk
selamat dari fitnah yaitu komitmen dengan jamaah Islam.
Di masa fitnah dilarang
memegang senjata yang membahayakan umat Islam.
Tokoh sahabat yang
paling menguasai masalah fitnah adalah Hudzaifah bin Al Yaman. Beliau banyak
bertanya tentang keburukan daripada kebaikan. Hal ini dilakukan agar
orang-orang beriman terhindar dari fitnah dan keburukannya. B
unyi lengkap hadits
adalah: “manusia biasa bertanya pada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
tentang kebaikan, sedang aku bertanya kepada beliau tentang kejahatan, karena
khawatir akan mengenaiku.” Saya berkata: “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wa Sallam apakah kami dahulu dimasa Jahiliyah dan penuh kejahatan, kemudian
Allah mendatangkan dengan kebaikan ini
(Islam). Apakah setelah kebaikan ini adalagi keburukan.” Rasul Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam menjawab:”Ya.” Apakah setelah keburukan itu ada kebaikan.”
Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab:”Ya, tetapi ada polusinya.” “Apa
polusinya?” Rasul menjawab: “Kaum yang mengambil hidayah dengan hidayah yang
bukan dariku, engkau kenali dan engkau ingkari.” Saya berkata: “Apakah setelah
kebaikan itu ada keburukan?” Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab: “Ya, para
penyeru ke neraka jahanam, barangsiapa yang menyambut mereka ke neraka maka
mereka melamparkannya ke dalam neraka.” Saya berkata: “Ya Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam, terangkan ciri mereka pada kami?” Rasul Shalallahu ‘Alaihi
Wa Sallam menjawab: “(kulit) mereka sama dengan kulit kita, berbicara sesuai
bahasa kita.” Saya berkata: “Apa yang engkau perintahkan padaku jika aku
menjumpai hal itu?” Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Komitmen
dengan jamaah muslimin dan imamnya.” Saya berkata: “Jika tidak ada pada mereka
jamaah dan imam?” Rasul menjawab: “tinggalkan semua firqah itu, walaupun engkau
harus menggigit akar pohon sampai menjumpai kematian dan engkau tetap dalam
kondisi tersebut” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits lain yang
berbicara tentang fitnah yang diriwayatkan Hudzaifah adalah: Saat itu kami
bersama Umar bin Khattab beliau berkata: “Siapa diantara kalian yang mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang fitnah-fitnah ?
Berkata diantara mereka: “Kami mendengarnya.” Berkata Hudzaifah: ”Mungkin yang
antum maksud terfitnahnya seorang lelaki oleh keluarga dan tetangganya ?”
Mereka menjawab : “Benar.” Berkata Hudzaifah: “Fitnah itu terhapus dengan
sholat, puasa dan sedekah, tetapi siapa yang mendengar Nabi Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam menyebutkan fitnah-fitnah seperti gelombang lautan ? “Berkata
Hudzaifah: “Maka mereka terdiam.” Aku berkata: “Aku tahu.” Berkata Umar:
“Engkau wahai Hudzaifah !.” Berkata Hudzaifah, saya mendengar Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Fitnah-fitnah itu mengenai hati seperti
tikar yang menempel secara terus-menerus” (HR Bukhari dan Muslim)
Fitnah anak, istri,
tetangga dan lain-lain berupa mencintai mereka secara berlebihan, kurang
ketaatannya kepada Allah akibat kesibukan dengan mereka, munculnya sikap kikir
akibat kecintaan tersebut. Fitnah anak istri dapat juga berupa melalaikan
hak-hak anak dan istri seperti mendidik mereka, begitu juga terkait dengan
fitnah tetangga. Dan fitnah ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits terhapus dengan ibadah sholat, puasa dan
sedekah. Fitnah ini banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits, diantaranya:
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi
Allah-lah pahala yang besar” (QS At Taghabuun 15). Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar
bagi kaum lelaki melebihi fitnah wanita” (HR Bukhari dan Muslim).
Dikatakan oleh ulama
bahwa fitnah anak ada satu dan fitnah wanita ada dua. Fitnah wanita ada dua
yaitu, pertama; wanita menyuruh suaminya untuk memutus hubungan silaturahim
pada ibu dan saudara-saudara suaminya. Kedua; menyuruh suaminya untuk mencari harta yang halal atau
haram. Sedangkan fitnah anak hanya satu yaitu membuat bapaknya mencari harta
yang halal atau haram.
Dan fitnah lain yang
disebut Hudzaifah adalah fitnah yang besar seperti gelombang lautan yang dapat
menghanyutkan siapa saja yang ada di lautan kehidupan. Dalam hadits lain fitnah
ini dapat menyebabkan seorang yang paginya muslim sorenya menjadi kafir, atau
sorenya muslim, paginya menjadi kafir, mereka menjual agama dengan harta yang
sedikit.
Diantara fitnah yang sangat besar adalah fitnah
yang muncul dari para pemuka agama, alim
ulama, kyai dan para da’i, jika mereka sudah terkena fitnah dunia, maka mereka
menjual agamanya dengan harta dunia, menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Ulama seperti ini dalam terminologi Islam disebut Ulama Suu (ulama jahat). Ciri khas
mereka yang utama adalah lebih mencintai dan mengutamakan dunia. Akibatnya
mereka tidak dapat berkata benar dalam mengeluarkan pernyataan dan fatwanya,
karena hukum Allah senantiasa bertentangan dan bertolak belakang dengan syahwat
manusia dan kecintaan mereka terhadap dunia, seperti kecintaan pada harta,
kekuasaan, wanit, dan lain-lain. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
Bersabda: “Orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah alim, yang
Allah tidak memberi manfaat pada ilmunya” (HR Ath Thabrani dan Al Baihaqi)
Berkata Umar bin
Khattab:”Yang paling aku takuti pada umat ini adalah orang jahat yang pandai
berkata (ilmunya tidak sampai pada hatinya).” Berkata Ali ra: “Yang paling
menjengkelkanku adalah dua orang, orang berilmu tapi jahat, orang bodoh tapi
rajin ibadah. Yang pertama membuat jauh manusia karena kejahatannya, dan yang
kedua menipu manusia karena ibadahnya.”
Ulama Jahat akan
senantiasa melakukan bid’ah untuk membenarkan kejahatannya. Maka terkumpulah
pada mereka sifat buruk, mengikuti hawa
nafsu yang mematikan mata hatinya, sehingga tidak dapat membedakan antara yang
hak dan batil, bahkan memutarbalikan antara yang hak dengan batil, sehingga melihat yang hak itu batil dan yang
batil itu hak. Demikianlah kejahatan
ulama jika sudah lebih mencintai dunia, syahwat dan hawa nafsu dari akhirat.
Sebagaimana disebutkan dalam surat Al A’raaf 175,176.
Para pemimpin baik
pemimpin agama, maupun pemimpin politik
yang sesat lebih membahayakan dari Dajjaal, karena datang pada setiap
tempat dan waktu. Sedangkan Dajjaalakan datang hanya menjelang hari kiamat.
Maka para pemimpin yang sesat yang memiliki sifat-sifat Dajjaal tingkat
bahayanya lebih kuat dari Dajjaal yang sebenarnya. Namun keduanya adalah fitnah
yang harus diwaspadai oleh setiap muslim. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku dari
Dajjaal; yaitu para pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).
Fitnah Dajjaal, baik
yang sebenarnya maupun para pemimpin yang memiliki sifat Dajjaal adalah bahaya
laten yang harus dihadapai umat Islam. Fitnah Dajjaal membuat umat Islam
menjadi sesat dan kafir. Dan umat Islam dapat saling bunuh karena fitnah
Dajjaal tersebut. Dajjaal memutar balikan fakta, sehingga yang benar menjadi
salah dan 4yang salah menjadi benar, yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi
haram. Fitnah tersebut didukung dengan dana, media masa dan oknum-oknum yang
memang telah sesat. Lebih dahsyat lagi Dajjaal didukung oleh Yahudi
internasional dan negara-negara adidaya.
Fitnah yang paling
bahaya dari Dajjaal adalah yang keluar dari mulutnya. Dajjaal- baik yang
sebenarnya atau yang mirip-mirip- senantiasa mengucapkan kata-kata yang membuat
manusia sesat dari agama Allah. Dajjaal senantiasa memproduk ungkapan sesat,
batil dan kontroversial. Sehingga kebenaran menjadi kabur dan tidak jelas
sedangkan kebatilan seolah-olah indah dan menarik. Kebenaran selalu
ditutup-tutupi dan dibungkus dengan dusta. Syari’ah Islam dianggap kejam dan
tidak manusiawi, sedangkan nilai-nilai sekuler dianggap baik, adil dan paling
cocok di era modern. Nilai-nilai agama
dijauhkan dan diredusir dari kehidupan sosial dan kenegaraan. Bid’ah dianggap
sunnah dan sunnah dianggap bid’ah. Umat Islam dicap fundamentalis, ekstrim dan
teroris sedangkan non muslim dianggap humanis, baik dan demokratis.
Para pemimpin yang sesat
yang memiliki sifat Dajjaal berlagak seperti ulama, intelektual, tokoh
masyarakat atau wali. Padahal mereka adalah musuh Islam yang paling nyata.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Akan muncul di akhir zaman lelaki yang
memanipulasi agama untuk kepentingan dunia, mengenakan pakaian yang
halus-halus, lidah mereka lebih manis daripada madu tetapi mereka berhati
serigala. Allah berfirman: “Apakah kepada-Ku mereka sombong atau, kepada-Ku
mereka berani. Atas nama-Ku mereka bersumpah. Maka akan ditimpakan kepada
mereka fitnah, yang membuat orang-orang pandai jadi kebingungan” (HR. Tirmidzi)
Macam-Macam Fitnah
Sebagaimana uraian
diatas, maka secara umum fitnah terbagi menjadi dua, yaitu fitnah kebaikan dan
fitnah keburukan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala. berfirman: “Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS Al Anbiyaa 35).
Fitnah kebaikan biasa
disebut juga dengan fitnah dunia dan bermuara pada tiga hal yaitu harta, tahta
dan wanita. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:”Sesungguhnya dunia itu
manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah
menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka
hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah
pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim)
Harta dengan segala
macamnya pada dasarnya adalah keni’matan yang diberikan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. kepada hamba-Nya. Dan manusia harus menjadikannya sebagai sarana ibadah
dalam hidupnya. Manusia yang mestinya
menjadikan harta sebagai sarana tetapi mereka menjadikannya tujuan hidup bahkan
banyak yang menghambakan hidupnya pada harta. Sehingga celakalah mereka, harta
berubah menjadi fitnah dan bencana yang merugikan dirinya di dunia maupun
akhirat.
Dan bagian fitnah yang
harus diwaspadai para da’i dan pemimpin umat terkait dengan kebaikan adalah
popularitas, sanjungan, pujian, penampilan, kecantikan, pengikut yang banyak,
kemenangan dan sejenisnya. Imam Ahmad
bin Hambal Radhiyallahu ‘Anh setelah terbebas dan penyiksaan yang berat dan
dikeluarkan dari penjara, beliau mendapatkan simpati dan sambutan yang luar
biasa dari pengikutnya. Mereka berdatangan untuk belajar, bertanya dan berguru
pada imam Ahmad Radhiyallahu ‘Anh Melihat sambutan yang luar biasa dari
pengikutnya, imam Ahmad menangis dan sangat khawatir kalau ini adalahistidraj
(fitnah) yang akan menjatuhkan beliau dari sikap istiqomah.
Sedangkan fitnah
keburukan, seperti siksaan sampai ketingkat pembunuhan, pengusiran,
pemenjaraan, pemboikotan, kemiskinan, penyakit dll. Demikianlah fitnah terjadi
silih berganti yang terjadi pada para nabi dan orang-orang beriman, “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah
datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat” (QS Al Baqarah 214)
Dalam konteks pemikiran
dan gerakan, muncul beragam fitnah dan
syubhat di bidang gerakan pemikiran sesat dan bid’ah yang menjamur di tengah
masyarakat muslim, seperti JIL (Jaringan Islam Liberal), Ahmadiyah, Baha’iyah,
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), Isa Bugis, Syiah dll. Fitnah ini muncul
karena lemahnya umat Islam terhadap ajaran Islam. Dan jatuhlah mereka pada
pemahaman yang salah dan menyimpang terhadap Islam. Tingkat penyimpangan
gerakan pemikiran berbeda satu sama lain, ada yang sudah sesat dan keluar dari
ajaran Islam, seperti Ahmadiyah, tetapi ada
juga yang masih dapat diajak dialog tentang keislaman.
Dan fitnah yang
terbesar dan terberat yang dihadapi oleh orang-orang beriman adalah fitnah
menyebarnya kemusyrikan, kekafiran, kemungkaran, perselisihan dan perang antara
sesama orang beriman. Fitnah yang pertama muncul setelah wafatnya Rasul
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyebarnya kemurtadaan dan orang-orang yang
tidak mau membayar zakat. Dan Abu bakar As-Siddiq berhasil memeranginya. Fitnah
pembunuhan terhadap Khulafaur Rasyidin, Umar, Utsman dan Ali semoga Allah
meridhoi semuanya. Fitnah antara imam Ali ra dengan siti Aisyah ra dalam perang
Jamal, antara Ali ra dengan Muawiyah ra dalam perang Shiffin. Dan para ulama
menyebutnya dengan istilah Fitnah Qubra.
Sikap Para Da’i
terhadap Fitnah
Segala macam fitnah
harus disikapi dengan bijak oleh para da’i sesuai dengan bentuk dan kadar
fitnahnya. Ketika para da’i berhasil mengatasi fitnah yang terjadi di dunia,
maka dia akan sukses dan mendapatkan ganjaran yang besar dari sisi Allah. Sikap
pertama yang harus dilakukan oleh para da’i untuk menghadapi fitnah adalah hati
hati dan waspada (hadzr). Setiap da’i apapun yang terjadi, baik dan buruknya,
senantiasa dalam kondisi diuji. Kemudian untuk menyikapi segala macam fitnah
keburukan para da’i harus bersabar, bersabar tidak terlibat dalam keburukan dan
bersabar atas segala musibah yang buruk. Dan menyikapi segala bentuk kemudahan
para da’i harus bersyukur. Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sungguh mena’jubkan urusan orang beriman, segala urusannnya baik dan itu tidak
terjadi kecuali orang beriman. Jika diuji kemudahan, dia bersyukur maka itu
baik untuk orang beriman. Dan jika diuji kesusahan maka dia bersabar, dan itu
baik untuk orang beriman” (HR Muslim)
Selanjutnya dalam
mensikapi berbagai macam huru hara, perselisihan dan fitnah antara sesama
muslim, maka sikap para da’i harus tetap
komitmen pada jamaah Islam dan tetap taat pada pemimpin selagi tidak menyuruh
pada kemungkaran dan kekafiran.
Fitnah terkait dengan
kebatilan dan pemikiran yang sesat harus dihadapi dengan dakwah dan argumentasi
yang kuat sehingga terlihat jelas antara kebenaran dan kebatilan. Ulama dan
para da’i harus menjelaskan kepada umat antara yang hak dengan yang batil agar
mereka tidak menjadi bingung dan tidak tersesat. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: “Sebaik-baiknya
jihad adalah perkataan yang benar pada penguasa yang sesat” (HR Ahmad).
Pada masa kekhalifahan
imam Ali Radhiyallahu ‘Anh, banyak kaum yang keluar dari jamaahnya dan disebut
kelompok Khawarij. Lalu Imam Ali Radhiyallahu ‘Anh mengirim Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘Anh kepada mereka untuk berdialog seputar agama dan pemahaman
Islam, maka banyak sekali diantara mereka yang sadar dan kembali pada ajaran
yang benar. Begitu juga terhadap kelompok yang mengkultuskan dirinya dari
kalangan Syiah, maka imam Ali ra senantiasa mengarahkan pada pemahaman yang
benar dan menolak segala macam pengkultusan.
Sedangkan untuk
menyikapi fitnah kekafiran dan kemusyrikan, maka umat Islam harus berjihad
melawannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ”Dan perangilah mereka, supaya
jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan” (QS Al Anfal 39). Seluruh bentuk fitnah harus dilawan oleh umat Islam
sehingga hanya Islamlah yang eksis di muka bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar