PENDIDIK HARUS TERDIDIK

Bisnis On Line Tanpa Modal

Cari Blog Ini

Rabu, 22 Mei 2013

MAKALAH DAKAWAH NABI DARI MADINAH KE MEKKAH


Tugas      : Individu
M . P       : Agama Islam




MAKALAH
DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW




Oleh       :          

Nama      : Aswanto
Kelas        : X ( Farmasi )





SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
PUTRA BORNEO
KECAMATAN NUNUKAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, berkat rahmat Allah swt. Akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah sejarah kebudayaan islam yang membahas tentang da’wah Rasullullah saw. Pembuatan makalah ini bertujuan antara lain agar para generasi muda dan umat manusia dapat mengetahui tentang usaha Rasullullah saw dalam menyebarkan agama islam dan agar kami dapat memenuhi tugas yang diberikan oleh guru pembina.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya saya ini tidak mungkin luput dari kekurangan . Dengan semangat amar makruf dan upaya peningkatan ilmu pengetahuan, saya senantiasa mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi kita semua.








                                                                                                                                         Penyusun

 Aswanto  



Daftar isi

Kata pengantar                                                                                                                       
Daftar isi                                                                                                                                  
Dakwah nabi muhammad saw. Pada periode makkah dan madinah

A. Dakwah nabi muhammad saw pada periode mekkah                                                   
1. Langkah-langkah nabi muhammad saw   ……………………………………………
2. Respon masyarakat mekkah ………………………………………………………….
3. Hambatan dan rintangan ………………….…………………………………………
4. Boikot …………………………………………………………………………………..

B. Strategi dakwah nabi muhammad saw                                                                            
1. Hijrah ke habsyi yang pertama …...…………………....…………………………….
2. Hijrah ke habsyi yang ke dua  ……………………………..………………………….
3. Thaif …………..……………………………………………………………………….
4. Perjanjian aqabah …………………………………………………………………….

C. Dakwah nabi muhammad pada periode madinah
                                                                                                                                                  .
D. Langkah-langkah dakwah nabi muhammad di madinah

E. Respon masyarakat madinah terhadap dakwah nabi muhammad saw                       
1. Perang badar ………………….……………………………………………………….
2. Perang uhud …………………..……………………………………………………….
3. Perang handak ……………………….………………………………………………..
4. Perjanjian hudaybiyah ………………………………………………………………..

F. fathu makkah peta kemenangan ummat islam                                                                
1. Sebab terjadinya fathu mekkah  …………………….………………………………..
2. Langkah-langkah dan strategi dalam fathu mekkah …...……………………………

G. haji wada                                                                                                                            
1. Pasukan terakhir …………………………………..………………………………….
2. Menghadap ke Haribaan Allah Swt …………………………….……………………
a. Tanda Perpisahan  ………………………………………………………………….
b. Permulaan Sakit ……………………………………………………………………        
c. Minggu Terakhir ……………………………………………………………………
d. Liama Harai Sebelum Meninggal………………………………………………….
f.  Empat Hari Sebelum Meninggal …………………………………………………...
g. Seahari Atau Dua Hari Sebelum Wafat …………………………………………...
h. Hari Terakhir …...…………………………………………………………………..        
i.  Sakaratul Maut ……………………………………………………………………...


BAB I
Dakwah Nabi Muhammad Saw Pada Periode Mekkah dan Madinah
A.     Dakwah Nabi Muhammad saw Pada Periode Mekkah
Masyarakat Arab, khususnya di Mekkah pada masa Nabi Muhammad saw diutus menjadi rasul dalah masyarakat yang memiliki kebiasaan sebagai berikut:
1)      Menyembah berhala. Pada saat itu mekkah merupakan kota pusat perdagangan peribadatan orang Arab. Mereka memuja dan menyembah patung atau berhala sebagai tuhan. Ratusan berhala terdapat di Ka’bah, di antaranya berhala yang terbesar dan terpopuler, yaitu Latta,Uzza, dan Manat. Menurut mereka,berhala – berhala itu anak tuhan yang akan mendatangkan syafaat.
2)      Penduduk Mekkah sangat memerhatikan dan memelihara kedudukan tata nilai tyang tinggi dan istimewa karena hal semacam itu memberikan kehidupan yang makmur dan mekkah. Mereka juga menjual belikan budak belian dan wanita.
3)      Masyarakat mekkah gemar minum – minuman keras, nerjudi, dan berzina serta berlomba – lomba mencari kedudukan dan harta benda. Merka lebih memintingkan kehidupan duniawi sehingga mereka lupa dengan kehidupan di akhirat kelak.
4)      Bangsa rab pada saat itu terpecah menjadi suku – suku (kabilah) yang saling membagaakan diri dengan suku mereka masing – masing. Sering sekali terjadi pertikaian, bersilisih paham, bahkan peperangan yang terjadi di antara mereka di sebabkan perkara – perkara kecil atau memperebutkan kekuasaan.
5)      Kebiasaan oreng arab memberikan penghargaan terhadap orang lain yang di dasarkan atas kedudukan, keturunan,kebangsawanan, atu kekayaan. Seseorang yang berakhlak dan berilmu mendapatkan penghargaan atu kehormatan apabila ia bukan berasal dari keturunan bangsawan.
Islam periode Mekkah di kenal dengan Islam Tauhid dan disebarkan dengan sembunyi-sembunyi dan hanya diajarkan kepada kalangan kerabat dan sahabat Rasulullah saja. Penekanan terhadap tauhid berlangsung selama kurang lebih 13 tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Dandisanalah Islam berkembang dengan pesat, baik pengikut dan wilayah yang diislamkan semakinmeningkat.Dan islam didakwahkan secara luas setelah Rasulullah menerima Ayat Allah surah AlMuddatstsir ayat 1-7 yang berbunyi :Artinya : 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. DanTuhanmu agungkanlah! 4. Dan pakaianmu bersihkanlah, 5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6.Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7.Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.Setelah mendengar Ayat tersebut, Rasulullah mulai berani menyebarkan Ajaran Agama Allah inikepada khalayak ramai, dengan mengadakan pertemuan yang lebih besar dan terbuka di BukitShafa dekat Ka’bah. Di atas bukit itu Nabi Muhammad SAW berdiri dan berteriak memanggilorang banyak. Mendengar teriakan Muhammad SAW, orang-orang berkumpul dan ingin tahuapa yang disampaikan oleh Muhammad hingga ia rela berdiri di bukit itu dan berteriak-teriak.Karena Nabi Muhammad SAW terkenal dengan kejujuran dan seluruh penduduk Mekkah tahuakan hal itu dan beliau diberi gelar al-amin karena kejujuran yang disandangnya selama ini,tidaklah sulit buat manusia jujur seperti Muhammad untuk mengumpulkan massa agar mendengarkan apa yang akan disampaikannya. Untuk menarik perhatian mereka, NabiMuhammad berkata :”Saudara-saudaraku, jika aku berkata di belakang bukit ini ada musuh yangakan menyerang kota Mekkah, apakah kalian percaya?” dengan suara yang serentak merekamenjawab :”tentu saja kami percaya padamu Muhammad, karena engkau tidak pernah berbohong dan engkau diberi gelar al-amin bukti bahwa engkau tidak pernah berbohong”.Rasulullah melanjutkan “Kalau demikian, dengarkan apa yang akan aku sampaikan kepadakalian semua, aku adalah seorang pemberi peringatan ( Nazir ). Allah telah memerintahkankepadaku agar aku memberi peringatan kepada saudara-saudara semua, hendaknya kalian hanyamenyembah Allah saja, Karena tidak ada Tuhan selain Allah dan apabila saudara ingkar makaAllah akan menurunkan azabnya dan saudara semua akan menyesal”. Khotbah Nabi tersebut spontan membuat orang marah.
Sebagian ada yang berteriak-teriak sambil memaki Nabi dan mengejeknya sebagai orang gila. Namun ada pula yang diam saja.Pada kesempatan itu Abu Lahab berteriak :” Celakalah engkau hai Muhammad, untuk inikahengkau mengumpulkan kami?” sebagai balasan terhadap apa yang dikatakan oleh Abu Lahab,maka turunlah ayat yang membalas Abu Lahab, dan dinamakan surah al-Lahab 1-5 :Artinya : “1. Binasalah kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. 2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. 3. Kelak dia akan masuk kedalam api yang bergejolak. 4. Dan …(begitu pula) istrinya, pembawa kayu baker. 5. Yang dilehernya ada tali dari sabut.”Pembawa kayu bakar dalam bahasa Arab adalah kiasan bagi penyebar fitnah. isteri abu Lahabdisebut pembawa kayu bakar Karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk- burukkan Nabi Muhammad SAW dan kaum muslim.Reaksi keras juga bermunculan menentang dakwah Nabi Muhammad SAW, tapi usaha-usahadalam meyebarkan dakwah Islam ini terus berlangsung dan tidak pernah mengenal kata lelahsehingga hasil yang diraih mulai nyata.
Jumlah pengikut Nabi yang pada awalnya hanya belasanorang dan hanya dari kalangan kerabat dan sahabat semakin hari makin bertambah. Hampir setiap hari ada yang menyatakan diri sebagai seorang Islam dan mengislamkan diri sertakeluarga mereka. Mereka kebanyakan adalah wanita, kaum budak, pekerja, kaum, miskin danlemah. Meskipun kebanyakan dari pemeluk agama Islam adalah dari kaum lemah namunsemangat Islam mereka sangat keras dan kuat, dan mereka berperan dalam perjuangan Islam danmensosialisasikan Islam kepada kerabat dan keluarga mereka masing-masing, sehingga perkembangan Islam semakin tampak dan besar.Tantangan terbesar dalam perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW adalah dari kaum penguasa dan pengusaha Mekkah, kaum feodal dan kaum pemilik budak. Karena ajaran yangdisampaikan Nabi Muhammad SAW bertentangan dengan tradisi lama mereka dan merekakhawatir nilai tradisi yang telah mereka anggap sebagai Tuhan akan dinodai oleh ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Disamping itu, mereka juga khawatir akan sistem danstruktur masyarakat akan berubah dan kepentingan dagang mereka akan terancam dengankehadiran ajaran Nabi Muhammad saw yang menitik beratkan terhadap keadilan sosial dan persamaan derajat.Usaha demi usaha terus dilakukan untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad tersebut, tapi Rasulullah terus menyampaikan amanah ajaran agama Islam yang mulia ini. Rasulullahmenyampaikan agama dengan jalan hikmah (kebijaksanaan) dan membantah serta memberikan pengajaran dengan cara yang baik kepada seluruh umat manusia, sesuai dengan Firman Allah pada surah An Nahl ayat 125 yang berbunyi :Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebihmengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
1.      Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad Saw
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
PERIODE MEKKAH                 : Berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
PERIODE MADINAH               :      Berlangsung selama 10 tahun penuh.
Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama dan detail terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua periode tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan: Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun. Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Periode Madinah maka rincian pembahasannya akan diketengahkan pada tempatnya nanti.
a)      Di Gua Hira’
Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya. Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya yang masih menganut ‘aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju dengannya.
Pilihan mengasingkan diri (‘uzlah) yang diambil oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap hidup dan nestapa-nestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah. ‘Uzlah yang sudah ditadbir oleh Allah ini terjadi tiga tahun sebelum beliau ditaklif dengan risalah. Beliau mengambil jalan ‘uzlah ini selama sebulan dengan semangat wujud yang bebas dan mentadabburi kehidupan ghaib yang tersembunyi dibalik wujud tersebut hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengan kehidupan ghaib ini saat Allah memperkenankannya.
b)      Jibril ‘alaihissalam turun membawa wahyu
Tatkala usia beliau mencapai genap empat puluh tahun- yaitu usia yang melambangkan kematangan, dan ada riwayat yang menyatakan bahwa di usia inilah para Rasul diutus – tanda-tanda nubuwwah (kenabian) sudah tampak dan mengemuka, diantaranya; adanya sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau, terjadinya ar-Ru’ya –ash-Shadiqah- (mimpi yang benar) yang datang berupa fajar subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan –masa kenabian berlangsung selama dua puluh tiga tahun- dan ar-Ru’ya ash-Shadiqah ini merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Ketika memasuki tahun ketiga dari pengasingan dirinya (‘uzlah) di gua Hira’, tepatnya di bulan Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya dilimpahkan kepada penduduk bumi dengan memberikan kemuliaan kepada beliau, berupa pengangkatan sebagai Nabi dan menurunkan Jibril kepadanya dengan membawa beberapa ayat al-Qur’an.
Setelah melalui pengamatan dan perenungan terhadap beberapa bukti-bukti dan tanda-tanda akurat, kami dapat menentukan persisnya pengangkatan tersebut, yaitu hari Senin, tanggal 21 malam bulan Ramadhan dan bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya usia beliau saat itu empat puluh tahun enam bulan dua belas hari menurut penanggalan qamariyyah (berdasarkan peredaran bulan; hijriyyah) dan sekitar tiga puluh sembilan tahun tiga bulan dua puluh hari; ini menurut penanggalan syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari; masehi).
Mari kita dengar sendiri ‘Aisyah ash-Shiddiqah radhiallâhu ‘anha menuturkan kisahnya kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan noktah permulaan nubuwwah tersebut dan yang mulai membuka tabir-tabir gelapnya kekufuran dan kesesatan sehingga dapat mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah; ‘Aisyah radhiallâhu ‘anha berkata: “Wahyu yang mula pertama dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berupa ar-Ru’ya ash-Shalihah (mimpi yang benar) dalam tidur dan ar-Ru’ya itu hanya berbentuk fajar shubuh yang menyingsing, kemudian beliau lebih menyenangi penyendirian dan melakukannya di gua Hira’; beribadah di dalamnya beberapa malam sebelum dia kembali ke rumah keluarganya.
Dalam melakukan itu, beliau mengambil bekal kemudian kembali ke Khadijah mengambil perbekalan yang sama hingga datang kebenaran kepadanya; yaitu saat beliau berada di gua Hira’ tersebut, seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata: “bacalah!”, lalu aku menjawab (ini adalah jawaban Rasulullah sendiri yang sepertinya oleh pengarang buku ini dinukil langsung dari naskah asli haditsnya-red): “aku tidak bisa membaca!”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur lagi: “kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga, lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata: “bacalah!”. Aku tetap menjawab: “aku tidak bisa membaca!”.
Lalu dia untuk kedua kalinya, memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga kemudian melepaskanku seraya berkata lagi: “bacalah!”. Lalu aku tetap menjawab: “aku tidak bisa membaca!”. Kemudian dia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, sembari berkata: “bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mu lah Yang Paling Pemurah”. (Q.S. al-’Alaq: 1-3). Rasulullah pulang dengan merekam bacaan tersebut dalam kondisi hati yang bergetar, dan menemui Khadijah binti Khuwailid sembari berucap: “selimuti aku! Selimuti aku!”. Beliau pun diselimuti hingga rasa ketakutannya hilang.
Beliau bertanya kepada Khadijah: “apa yang terjadi terhadapku ini?”. Lantas beliau menceritakan pengalamannya, dan berkata: “aku amat khawatir terhadap diriku!”. Khadijah berkata: “sekali-kali tidak akan! Demi Allah! Dia Ta’ala tidak akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah penyambung tali rahim, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta penolong setiap upaya menegakkan kebenaran”. Kemudian Khadijah berangkat bersama beliau untuk menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, anak paman Khadijah (sepupunya). Dia (anak pamannya tersebut) adalah seorang yang menganut agama Nashrani pada masa Jahiliyyah, dia bisa menulis dengan tulisan ‘Ibrani dan sempat menulis dari injil beberapa tulisan yang mampu ia tulis –sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah- dengan tulisan ‘Ibrani. Dia juga, seorang yang sudah tua renta dan buta; ketika itu Khadijah berkata kepadanya: “wahai anak pamanku! Dengarkanlah (cerita) dari anak saudaramu!”. Waraqah berkata: “wahai anak laki-laki saudara (laki-laki)-ku! Apa yang engkau lihat?”.
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya. Waraqah berkata kepadanya: “sesungguhnya inilah sebagaimana ajaran yang diturunkan kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu nanti! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “benarkah mereka akan mengusirku?”. Dia menjawab: “ya! Tidak seorangpun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membantumu dengan sekuat tenaga”. Kemudian tak berapa lama dari itu Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus (mengalami masa stagnan).
2.      Dakwah Nabi Muhammad Saw Dibagi Menjadi 2
a)      Dakwah Secara Senbunyi – Sembunyi
Tiga Tahun Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi.Sebagaimana yang sudah diketahui, Makkah merupakan sentral agama Bangsa Arab. Di sana ada peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh Bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan kemauan keras yang tidak dapat diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi seperti ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan sembunyi-sembunyi, agar penduduk Makkah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu yang menggusarkan mereka.
Sangat lumrah jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menampakkan Islam pada awal mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau, anggota keluarga dan sahabat-sahabat karib beliau. Beliau menyeru mereka ini kepada Islam, juga menyeru siapapun yang dirasa memiliki kebaikan, yang sudah beliau kenal secara baik dan mereka pun mengenal beliau secara baik. Mereka yang memang diketahui mencintai kebaikan dan kebenaran, dan mereka mengenal kejujuran dan kelurusan beliau.
Abu Bakar sangat bersemangat dalam berdakwah kepada Islam. Dia adalah seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan ramah, memiliki akhlak yang mulia dan terkenal. Kaumnya suka mendatangi Abu Bakar dan menyenanginya, karena dia dikenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan sukses dalam berdagang serta baik pergaulannya dengan orang lain. Maka dia menyeru orang-orang dari kaumnya yang biasa duduk-duduk bersamanya dan yang dapat dipercayainya. Berkat seruannya, ada beberapa orang yang masuk Islam, yaitu Utsman bin Affan Al-Umawy, Az-Zubair bin Al-Awwan Al-Asady, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash Az-Zuhriyah dan Thalhah bin Ubaidillah At-Taimy. Mereka ini adalah orang-orang yang lebih dulu masuk Islam, kawanan pertama dan fajar islam.
Ibnu Ishaq berkata, “Setelah itu banyak orang yang masuk Islam, baik laki-laki maupun wanita, sehingga nama Islam menyebar di seluruh Makkah dan banyak membicarakannya. Mereka masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menemui mereka dan mengajarkan agama secara kucing-kucingan. Sebab dakwah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan secara perorangan. Wahyu diturunkan sedikit demi sedikit lalu berhenti setelah turunnya surat Al-Muddatstsir. Ayat-ayat dan potongan surat yang turun saat itu berupa ayat-ayat pendek, dengan penggalan-penggalan kata yang indah menawan dan sentuhan lembut, sesuai dengan iklim yang juga lembut pada saat itu, berisi sanjungan mensucikan jiwa dan celaan mengotorinya dengan keduniaan, berisi ciri-ciri surga dan neraka, yang seakan-akan keduanya tampak di depan mata, membawa orang-orang Mukmin ke dunia lain tidak seperti dunia yang ada pada saat itu. Di antara wahyu yang pertama-tama turun adalah perintah shalat. Muqatil bin Sulaiman berkata, “Allah mewajibkan shalat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada petang hari pada masa awal Islam, yang didasarkan pada firman Allah ; Artinya : “Dan bertasbilah seraya memuji Rabbmu pada waktu pagi dan petang.” (Al-Mukminun:55).
Ibnu Hajar menuturkan, sebelum Isra’ Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sudah pernah shalat, begitu pula para shahabat. Tapi terdapat perbedaan pendapat, adakah shalat yang diwajibkan sebelum ada kewajiban shalat lima waktu ataukah tidak? Ada yang berpendapat, yang diwajibkan pada masa itu adalah shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya matahari. Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari Jalan ibnu Luhai’ah secara maushul dari Zaid bin Haritsah, bahwa pada awal-awal turunnya, Jibril mendatangi Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam dan mengajarkan wudhu kepada beliau. Seusai wudhu’, beliau mengambil seciduk air lalu memercikkan ke kemaluan. Ibnu Majah juga meriwayatkan hal ini dengan makna yang serupa. Juga diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib dan Ibnu Abbas di dalam hadits Ibnu Abbas, dan hal itu termasuk kewajiban yang pertama diturunkan.
Ibnu Hisyam menyebutkan, jika tiba waktu shalat, Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat pergi ke tempat yang terpencil lalu secara sembunyi-sembunyi mengerjakan shalat, agar tidak dilihat kaumnya. Suatu kali Abu Thalib melihat Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat bersama Ali. Maka Abu Thalib menanyakan shalat itu. Setelah mendapat penjelasan yang cukup memuaskan, Abu Thalib menyuruh beliau dan Ali agar menguatkan hati.
Orang-orang Quraisy Mendengar Kabar Secara Global Setelah melihat beberapa kejadian di sana sini, ternyata dakwah Islam sudah didengar orang-orang Quraisy pada tahapan ini, sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan. Namun mereka tidak ambil peduli. Muhammad Al-Ghazaly menuturkan, kabar tentang dakwah Islam ini sudah mulai menyebar di kalangan orang-orang Quraisy, namun mereka tidak ambil peduli. Sebab mereka mengira bahwa Muhammad hanya salah seorang di antara mereka yang peduli terhadap urusan agama, yang suka berbicara tentang masalah ketuhanan dan hak-haknya, seperti yang biasa dilakukan Umayyah bin Ash-Shallat, Qus bin Sa’idah, Amr bin Nufail dan orang-orang yang lain. Tapi lama-kelamaan ada pula perasaan khawatir yang mulai menghantui mereka karena pengaruh tindakan beliau. Oleh karena itu mereka mulai menaruh perhatian terhadap dakwah beliau.

b)     Dakwah Terang-Terangan
Ibnu Ishaq berkata, “Orang-orang memeluk Islam secara bergelombang, baik laki-laki maupun wanita, sehingga berita tentang Islam tersebar luas di kota Makkah, dan Islam menjadi bahan pembicaraan. Setelah itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak manusia secara terang-terangan, menampakkan perintah Allah kepada manusia, sekaligus mengajak mereka kepada-Nya…”
Ibn Ishaq berkata lagi. “Lalu Allah Swt. berfirman kepada Rasulullah saw:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Sampaikanlah olehmu secara terang-etrangan segala yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (QS al-Hijir [15]: 94).
Allah Swt. juga berfirman:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ% وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ% فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu, katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan.” (QS asy-Syu’ara [26]: 214-216).
Tatkala Rasulullah saw. memperlihatkan Islam secara terang-terangan kepada kaumnya dan menampakkan perintah Allah kepada mereka secara terbuka, saat itu orang-orang Quraisy tidak mengutuk beliau dan tidak memberikan reaksi, kecuali ketika suatu saat beliau menyebut-nyebut tuhan-tuhan mereka dan menghinanya. Tatkala beliau melakukan hal itu, seketika mereka menjadikan persoalan tersebut sebagai persoalan yang besar; mereka menentangnya.” (Ibn Hisyam, Sîrah an-Nabî, jld. I/274-276).
Pelajaran yang Dapat Dipetik. Pertama, dakwah Islam, maupun dakwah yang menyerukan ideologi tertentu atau mengajak manusia melakukan proses perubahan di tengah-tengah masyarakat haruslah disampaikan secara terang-terangan, meskipun pada tahap awalnya diserukan secara sembunyi-sembunyi (rahasia). Tahap dakwah secara terang-terangan adalah tahap yang harus dan wajib dilalui oleh para pengemban dakwah Islam, termasuk harakah dakwah Islam, apapun risikonya. Sebab, target dasar dari dakwah secara terang-terangan ini adalah membongkar berbagai persepsi batil, sistem hukum kufur/thâghût, adat-istiadat sesat, serta perasaan keliru dan telah mendarah daging di tengah masyarakat. Caranya adalah dengan membangun opini umum tentang Islam di tengah-tengah mereka. Dengan begitu, masyarakat akan sadar dan mengerti tentang kesesatan dan kekeliruan yang selama ini mereka praktikkan dan yakini. Pada gilirannya, mereka akan menyingkirkan semua itu seraya membangun persepsi, sistem, kebiasaan, dan perasaan baru yang berdasarkan Islam. Kedua, firman Allah (QS al-Hijir [15]: 94) di atas menunjukkan perintah untuk menyampaikan Islam secara terang-terangan. Artinya, para pengemban dakwah maupun harakah dakwah Islam tidak bisa memperhalus atau menyembunyikan al-haq di hadapan masyarakat dengan tujuan untuk menghindari kebinasaan atau motivasi buruk lainnya. Sebab, kalimat berikutnya, wa a‘ridh ‘an al-musyrikîn bermakna, berpalinglah dari orang-orang yang memasang halangan/rintangan dalam penyampaian dakwah (tablig), dan jangan lagi mempedulikan mereka (al-Qasimi, Mukhtashar min Mahâsin at-Ta‘wîl, hlm. 267). Dengan kata lain, reaksi negatif masyarakat terhadap dakwah Islam tidak boleh menyurutkan langkah dakwah, apalagi menyimpulkan bahwa ‘isi’ dakwah Islam itu tidak sesuai sehingga perlu dikemas sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ketiga, dari petikan sirah dakwah Rasulullah saw. di atas, ada fenomena menarik, yakni bahwa dakwah secara terang-terangan pada mulanya tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat kafir Quiraisy, karena mereka beranggapan, tidak ada sesuatu yang ‘membahayakan’ ideologi/keyakinan mereka; tidak mengorek-ngorek kedudukan para pemimpin mereka; tidak menggugat kemapanan sistem dan adat istiadat mereka. Namun, Rasulullah saw. kemudian menyampaikan firman Allah Swt.:
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (berhala) adalah umpan Jahanam; kalian pasti masuk ke dalamnya. (QS al-Anbiya [21]: 98).
3.      Hambatan Dakwah Rasulullah Saw.
Pada umumnya, orang kafir Quraisy tidak senang menerima kehadiran agama Islam di tengah-tengah kehidupan mereka. Para tokoh masyarakatnya mulai menyebarkan isu yang tidak benar mengenai ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. sehingga banyak masyarakat yang terpengaruh oleh isu-isu yang menimbulkan fitnah tersebut. Salah seorang tokoh masyarakat Quraisy yang selalu menghalangi gerakan dakwah Nabi Muhammad saw. adalah Abu Lahab. Ia mulai menghasut masyarakat Arab Quraisy supaya membenci Nabi Muhammad saw. dan Islam. Bahkan Abu Thalib, paman Nabi yang memelihara dan mengasuhnya sejak kecil juga dihasut untuk melarang Nabi Muhammad saw. agar tidak menyebarkan ajaran Islam. Ia mendapat ancaman dan dipaksa untuk memenuhi keinginan masyarakat Quraisy tersebut.
Pada suatu ketika, Abu Thalib membujuk Nabi Muhammad saw. agar bersedia menghentikan kegiatan dakwahnya karena banyak tokoh masyarakat kafir Quraisy yang mengancamnya bila ia tidak berhasil membujuk Nabi Muhammad saw. untuk menghentikan dakwahnya. Namun permohonan pamannya itu tidak dikabulkan, bahkan ia berkata tegas: “Wahai pamanku, demi Allah, sekiranya matahari diletakkan di sebelah kananku, dan bulan di sebelah kiriku supaya aku berhenti berdakwah, pasti aku tidak akan mau berhenti berdakwah sampai Allah memberiku kemenangan atau aku binasa dalam perjuangan.” Mendengar perkataan dan tekad bulat Nabi Muhammad saw. untuk terus berjuang, Abu Thalib tidak bisa berbuat banyak kecuali menyerahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw. Hanya saja ia berpesan agar waspada dalam menyebarkan dakwah Islam dan berusaha menghindari ancaman masyarakat Quraisy. Orang-orang kafir Quraisy tidak berani berhadapan langsung dengan Nabi Muhammad saw. untuk memintanya agar meninggalkan kegiatan dakwah karena mereka masih memandang posisi sosial pamannya, yaitu Abu Thalib. Tetapi mereka berani mengambil tindakan terhadap keluarga dan para sahabat Nabi.
Melihat usaha pendekatan Abu Thalib gagal dan agama Islam terus memperoleh pengikut, Abu Jahal dan Abu Sufyan mendatangi Abu Thalib kembali sambil mengancam. Mereka berkata: “Hai Abu Thalib, kamu sudah tua, kamu harus mampu menjaga dirimu jangan membela Muhammad. Kalau hal itu dilakukan terus maka keluarga kita akan pecah.” Tetapi ancaman itu juga tidak berhasil. Hal itu disebabkan karena tekad kuat Nabi Muhammad saw. sudah bulat untuk terus melaksanakan dakwah Islam kepada masyarakat Mekkah meskipun ia harus bertaruh nyawa.
Gagal melakukan pendekatan melalui jalur kekeluargaan, akhirnya pemimpin masyarakat Quraisy lainnya menjumpai Abu Thalib untuk membujuknya agar bisa menghentikan dakwah kemenakannya itu. Kali ini bukan ancaman yang diberikan, melainkan tawaran. Ia menawarkan seorang pemuda tampan bernama Amrah Ibnu Walid yang usianya sebaya dengan Nabi Muhammad saw. Lalu mereka berkata: “Hai Abu Thalib, Muhammad saya tukarkan dengan pemuda ini. Peliharalah orang ini dan serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Mendengar ancaman dan tekanan itu, Abu Thalib menjawab dengan suara lantang: “Hai orang kasar, silakan dan berbuatlah sesukamu. Aku tidak takut!” Kemudian Abu Thalib mengundang keluarga Bani Hasyim untuk meminta bantuan dan menjaga Muhammad saw. dari ancaman dan penganiayaan kafir Quraisy. Setelah gagal melakukan tekanan kepada Nabi Muhammad saw. dan Abu Thalib, pemimpin Quraisy mengutus Uthbah Ibnu Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad saw. agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad saw. Lalu ia berkata: “Hai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakan untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi raja, dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu mau menghentikan kegiatan dakwahmu.” Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. menjawab dengan tegas melalui surah as-Sajadah ayat 1-37. Demi mendengar firman itu, Uthbah tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Nabi Muhammad saw. Kemudian ia kembali ke kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad saw.
Mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi Muhammad saw. terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi dengan berbagai cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Di antara sahabat Nabi Muhammad saw. yang mendapat siksaan dari kafir Quraisy adalah Bilal bin Rabah, Yasr, Amr bin Yasir, Sumaiyah (isteri Yasir), Khabbah bin Aris, Ummu Ubais, Zinnirah, Abu Fukaihah, Al-Nadyah, Amr bin Furairah, dan Hamamah. Mereka menerima siksaan di luar batas perikemanusiaan, misalnya dipukul, dicambuk, tidak diberi makan dan minum. Bilal dijemur di terik matahari dan ditindih batu besar. Isteri Yasir yang bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampai terpanggang. Siksaan itu ternyata tidak hanya dialami oleh hamba sahaya dan orang-orang miskin, tetapi juga dialami oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Zubair bin Awwam. Namun siksaan yang dialami Abu Bakar ash-Shiddiq tidak berlangsung lama karena ia mendapat pertolongan dari sukunya yaitu Bani Taymi. Hambatan, gangguan, dan ancaman terus berlangsung dilakukan masyarakat kafir Quraisy terhadap umat Islam hingga akhirnya umat Islam diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw. untuk hijrah ke Habsyi (Etheopia).
Hal penting yang dapat ditarik dari pelajaran di atas adalah bahwa apapun resiko yang akan dihadapi masyarakat muslim dalam berjuang menegakkan kebenaran dan penyiaran nilai-nilai keislaman, harus dihadapi dengan keteguhan jiwa, kesabaran, dan tawakal. Selain itu juga harus diupayakan cara-cara terbaik dalam menyebarkan ajaran Islam sehingga tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dapat berhasil dengan baik. Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang baik. Beliau tetap tabah, sabar, tekun, dan berjiwa besar dalam menyebarkan ajaran Islam yang diterimanya. Beliau tidak terkecoh dalam kedudukan, pangkat, harta, dan wanita atau kehormatan duniawi lainnya.

4.      Pemboikotan
Dikota mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa quraisy dengan segala upaya akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara pemboikotan tersebut adalah:
a)      Memutuskan hubungan perkawinan
b)      Memutuskan hubungan jual beli
c)      Memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di gantungkan di kabbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad Saw Menghentikan gerakannya. Nabi Muhammad Saw.
Merasakan bahwa tidak lagi sesuai di jadikan pusat dakwah ialam beliau bersama zaid bin haritsah hijrah ke thaif untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar. Nabi Saw. Di usir, di soraki dan dikejar-kejar sambil di lemparidengan batu. Walaupun terluka dan sakit, Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Meghadapi cobaan yang di hadapinya. Saat mengahadapi ujian yang berat Nabi Saw bersama pengikutnya di perintahkan oleh ALLaH SWT untuk mengalami isra dan mi’raj ke baitul maqbis di palestina, kemudian naik kelangit hingga ke sidratul muntaha. Kejadian isra dan mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M)ditempuuh dalam waktu satu malam. Hikmah Allah Swt. Dari peristiwa isra dan mi’raj antar lain sebagai berikut.
1)      Karunia dan keistimewaan ersendiri bagi Nabi saw.
2)      Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan beliau sebagai rasul.
3)      Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri. Berita ini menjadi olokan kaum Quraisy kepada Nabi saw. Mereka mengira Nabi saw telah gila. Orang pertama memperceyainya adlah Abu Bakar sehingga diberi gelar As Siddiq.

B.     STARTEGI DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
Hijrah (bahasa Arab: هِجْرَة) adalah perpindahan/migrasi dari Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah ke Madinah pada tahun 611. Pada September 622, terdapat skenario pembunuhan kepada Nabi Muhammad, maka secara diam-diam Nabi Muhammad bersama Abu Bakar pergi meninggalkan kota Mekkah. Sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib 320 kilometer (200 mil) utara Mekkah. Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinat un-Nabi, yang berarti “kota Nabi”, tapi kata un-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang berarti “kota”. Penanggalan Isalm yang disebut Hijriah dicetuskan oleh Umar bin Khattab pada tahun 638 atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah.In the following chronology Kota tempat tinggal Nabi Muhammad disebut Madinah dan wilayah sekitarnya disebut Yastrib.

1.      Hijrahnya Nabi Ke Yastrib (Madinah)
Berjarak sekitar 3 mil dari kota Mekkah dan beliau bersembunyi di gua tsur selama tiga hari tigamalam sampai keadaan aman. Dan pertolongan Allah selalu bersama Nabi Muhammad SAWseperti yang dilansir dalam Ayat Allah : Artinya : “Jikalau kamu tidak menolongnya(Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orangketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nyakepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi.Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At Taubah : 40)Usaha kafir quraisy untuk membunuh Rasulullah SAW tidak membuahkan hasil dan merekamengira Rasulullah telah sampai di kota Yastrib, pada malam keempat Rasulullah SAW keluar dan berangkat menuju Yastrib menyusuri pantai Laut Merah, sebuah jalan yang tidak pernahditempuh oleh siapapun sebelumnya. Setelah tujuh hari dalam perjalanan, Rasulullah tiba disebuah kota yang bernama Quba. Di desa ini Rasulullah SAW beristirahat dan menginap untuk beberapa hari, dan beliau menginap di rumah Kalsum Bin Hindun, dan di halaman rumahtersebut, Rasulullah SAW mendirikan sebuah Masjid pertama yang diberi nama Masjid Quba.Tak lama kemudia sayyidina Ali datang dan bergabung dengan rombongan Rasulullah SAW.Sementara itu, penduduk kota Yastrib sudah menunggu kehadiran Rasulullah SAW, karenamenurut perhitungan mereka seharusnya Rasulullah sudah tiba di kota tersebut. Dan akhirnyaRasulullah tiba di kota Yastrib, beliau mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat kota Yastrib.
Penduduk kota tersebut berdiri di jalan untukmenyambut kedatangan Rasulullah dan menyanyikan lagu-lagu pujian untukmenyambut kedatangan Kekasih Allah tersebut. Masyarakat kota tersebut berharapagar Nabi sudi menginap di rumah mereka, untuk menghormati penduduk NabiMuhammad berkata : “dimana unta ini berhenti, maka disanalah aku akanmenginap”. Dan unta itu ternyata berhenti di rumah anak yatim Sahal dan Suhail didepan rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dan Rasulullah memutuskan untuk menginapdi rumah Abu Ayyub untuk sementara waktu. Selama tujuh bulan Rasulullah tinggaldi rumah tersebut, dan kaum Muslimin bergotong royong untuk membangun sebuah rumah untuk kediaman Rasulullah SAW. Sejak saat itu kota Yastrib diubahmenjadi Madinah an-Nabi ( Kota Nabi ), dan kota tersebut juga sering disebutMadinah al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena darisanalah cahaya Islambersinar ke seluruh dunia, dalam sebutan sehari-hari kota ini disebut Madinah.

2.      Hijrah Ke Habsyi Yang Pertama
Sebelumnya, pada tahun 615 telah ada peristiwa hijrah pertama dari kaum Muslim yang disarankan Nabi Muhammad untuk menghindari penindasan dari kaum Quraish di Mekkah untuk hijrah ke Kekaisaran Aksum yang diperintah oleh Raja Kristen (lihat Islam di Ethiopia). Nabi Muhammad sendiri tidak ikut hijrah. Pada tahun itu pengikut Nabi Muhammad dikejar suku Quraish dengan mengirim utusan ke Kekaisaran Aksum untuk membawa kembali para pengikut Nabi Muhammad yang hijrah kembali ke Mekkah. Tekanan yang dilakukan orang-orang kafir terhdap kaum muslimin pada pertengahan dan akhir tahun keempat kenabian masih bersifat ringan. Namun memasuki pertengahan tahun kelima, perlakuan mereka semakin keras. Hal ini didorong kaum muslimin untuk mencari tempat lain yang aman untuk menjaga agama mereka.
Maka pada bulan rajab tahun ke-5 kenabian, rombongan pertama dari kalangan pada sahabat hijrah ke negeri habasyah (Ethiopia). Mereka berjumlah 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita, dipimpin oleh Utsman bin Affan yang didampingi istrinya; Ruqayyag binti Rasulullah SAW. Hijrah yang mereka lakukan berlangsung dengan selamat, meskipun orang-orang kafir sempat mengejar mereka hingga ke tepi pantai, namun mereka lebih dahulu berlayar ke negeri Habasyah. Di negeri tersebut mereha hidup dengan aman dan mendapat perlindungan dari penguasa Habasyah. Pada bulan Sawwah di tahun yang sama, mereka mendapat berita bahwa kaum Quraisy telam masuk Islam. Akhirnya mereka segera pulang ke kampung halamannya. Namun ketika beberapa saat menjelang tiba di Mekkah, mereka baru tahu bahwa berita tersebut keliru. Akhirnya sebagian mereka kembali ke Habasyah dan sebagian lagi mencari perlindungan dari penduduk Mekkah. Setelah itu kekejaman kafir Quraisy terhadap kaum muslimin semakin menjadi-jadi. Rasulullah SAW kembali mengizinkan pada sahabatnya hijrah ke Habasyah untuk ke dua kalinya. Berangkatlah rombongan kedua yang berjumlah 83 orang laki-laki dan 19 orang perempuan menuji Habasyah.

3.      Baiat Aqabah
a.       baiat aqabah pertama
Bai’at ‘Aqabah I (621 SM) adalah perjanjian Muhammad dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai’at ‘Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad. Isi baiat itu ada tiga perkara: Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Melaksanakan apa yang Allah perintahkan. Meninggalkan apa yang Allah larang.
Muhammad mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur’an, salat dan sebagainya.
Bai’at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan sesuatu yang dibai’atkan. Biasanya istilah bai’at digunakan di dalam penerimaan seorang murid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai’at sebagai suatu amanah. Akan tetapi bai’at juga digunakan di dalam cakupan yang lebih luas dan lebih jauh dalam menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaan syariat Islam itu sendiri . Di dalam Risalatul Taa’lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa pemahaman dan pengertian tentang bai’at di dalam gerakan dakwah Islamiah. Antaranya ialah: Bai’at untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenar. Andai tiada kefahaman terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan ‘amal’ untuk Islam atau amal menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu perjalanan yang selari dengan Islam.
Bai’at merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah dan perjalanannya juga pasti sahaja tidak betul di samping terkandung pelbagai penipuan di dalam suatu perkara yang diambil. Merupakan bai’at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Iaitu yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam. Hal ini adalah kewajipan yang sering tidak disedari orang Islam masa kini. Merupakan bai’at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa penimbang kepada keimanan. Merupakan perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (iaitu balasan syurga). Merupakan ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang dimiliki.
Merupakan bai’at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan.
Merupakan bai’at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan terhadapnya sahaja.
Merupakan bai’at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak).
Merupakan bai’at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah.
Bai’at ‘Aqabah I (621 SM) adalah perjanjian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai’at ‘Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya shallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Isi baiat itu ada enam perkara: Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Jangan mencuri.
Jangan berzina. Jangan membunuh anak-anak kalian. Jangan berbohong. Jangan bermaksiat kepada-Nya. Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur’an, salat dan sebagainya.
Bai’at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan sesuatu yang dibai’atkan. Istilah Bai’at sekarang biasanya digunakan dalam penerimaan seorang murid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai’at sebagai suatu amanah (digukanan oleh kelompok sempalan Islam), kata bai’at itu mengandung arti mendatangkan sesuatu yang baru dan harus dilaksanakan. Di dalam Risalatul Taa’lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa pemahaman dan pengertian tentang bai’at di dalam gerakan dakwah Islamiah. Antaranya ialah: Bai’at untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenar. Andai tiada kefahaman terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan ‘amal’ untuk Islam atau amal menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu perjalanan yang selari dengan Islam.
Bai’at merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah dan perjalanannya juga pasti sahaja tidak betul di samping terkandung pelbagai penipuan di dalam suatu perkara yang diambil.
Merupakan bai’at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Iaitu yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam. Hal ini adalah kewajipan yang sering tidak disedari orang Islam masa kini. Merupakan bai’at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa penimbang kepada keimanan. Merupakan perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (iaitu balasan syurga). Merupakan ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang dimiliki. Merupakan bai’at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan. Merupakan bai’at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan terhadapnya sahaja. Merupakan bai’at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak). Merupakan bai’at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah. Bai’at aqabah ke dua Bai’at ‘Aqabah II (622 M) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu tengah malam. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Mereka menjumpai Muhammad di ‘Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik, hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Muhammad, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Al Qur’an dan menyerukan tentang Islam. Kemudian Muhammad rosululloh membaiat orang-orang Yatsrib itu . Isi baiatnya adalah: Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci. Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Setelah baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan mereka. Pada waktu itu, orang pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin ‘Abdil Asad dan Mush’ab bin ‘Umair, serta ‘Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin Rabah Sa’ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab berhijrah. Mereka berhijrah di dalam rombongan dua puluh orang sahabat. Tersisa Muhammad, Abu Bakr, ‘Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat.

C.     DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW PADA PERIODE MADINAH
Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima penduduk Madinah, Nabi SAWmenjadi pemimpin penduduk kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yangkokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru. Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan didalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah)dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar denganKharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal. Dengan demikiandiharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan.Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tsb,yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukanibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusatkegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yangmuncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi.Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepahkurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapatgolongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAWmengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Mîsâq Madînahatau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dankewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan diMadinah.Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah itusudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepalanegaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat.Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah. Merekatakut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernahmereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu ataudikuasai oleh kaum muslimin. Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negarayang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju WadiRabiah. Sa’ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendirimembawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra,kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah.Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.EkspedEsi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga danmelatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi danmempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilahdimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah. Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah saw Periode Mainah
Adapun substansi dan strategi dakah Rasulullah saw antara lain:
1.      Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin dengan kaum Anshar.
2.      Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam
3.      Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan social untk masyarakat Islam
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan nagari “ Baldtun Thiyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah disebut “ Madinatul Munawwarah ”.
a)      Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshardapat memberikan rasa aman dan tentram.
b)      Persatuan dan saling menghormati antar agama
c)      Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin.
d)     Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt
5.memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara manusia dengan manusia
e)      Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat.
f)       Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam
g)      Terciptanya hubungan yang kondusif

D.    RESPON MASYARAKAT MADINAH TERHADAP DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
1.      Perang Badar
Perang Badar (bahasa Arab: غزوة بدر, ghazawāt badr), adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.
Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud. Pada awal peperangan, Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam bahasa Arab. Beberapa diantaranya adalah suku Badui; bangsa nomad penggembala yang terdiri dari berbagai macam suku; beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau daerah yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk paham Nestorian), dan Zoroastrianisme.
Nabi Muhammad lahir di Mekkah sekitar tahun 570 dari keluarga Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang menyepi di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang menentangnya. Pada periode ini, Muhammad dilindungi oleh pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun 619, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada salah seorang musuh Muhammad, yaitu Amr bin Hisyam yang menghilangkan perlindungan kepada Muhammad serta meningkatkan penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim di Mekkah, Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.
Setelah kejadian hijrah, ketegangan antara kelompok masyarakat di Mekkah dan Madinah semakin memuncak dan pertikaian terjadi pada tahun 623 ketika kaum Muslim memulai beberapa serangan (sering disebut ghazawāt dalam bahasa Arab) pada rombongan dagang kaum Quraisy Mekkah. Madinah terletak di antara rute utama perdagangan Mekkah. Meskipun kebanyakan kaum Muslim berasal dari kaum Quraisy juga, mereka yakin akan haknya untuk mengambil harta para pedagang Quraisy Mekkah tersebut; karena sebelumnya telah menjarah harta dan rumah kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekkah (karena hijrah) dan telah mengeluarkan mereka dari suku dan kaumnya sendiri, sebuah penghinaan dalam kebudayaan Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. Kaum Quraisy Mekkah jelas-jelas mempunyai pandangan lain terhadap hal tersebut, karena mereka melihat kaum Muslim sebagai penjahat dan juga ancaman terhadap lingkungan dan kewibawaan mereka. Pada akhir tahun 623 dan awal tahun 624, aksi ghazawāt semakin sering dan terjadi di mana-mana. Pada bulan September 623, Muhammad memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim melakukan serangan yang gagal terhadap rombongan besar kafilah Mekkah. Tak lama setelah itu, kaum Quraisy Mekkah melakukan “serangan balasan” ke Madinah, meskipun tujuan sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum Muslim.Pada bulan January 624, kaum Muslim menyerang kafilah dagang Mekkah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40 kilometer di luar kota Mekkah, membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar membangkitkan dendam di kalangan kaum Quraisy Mekkah.Terlebih lagi dari sudut pandang kaum Quraisy Mekkah, penyerangan itu terjadi pada bulan Rajab; bulan yang dianggap suci oleh penduduk Mekkah. Menurut tradisi mereka, dalam bulan ini peperangan dilarang dan gencatan senjata seharusnya dijalankan Berdasarkan latar-belakang inilah akhirnya Pertempuran Badar terjadi.
Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa salah satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Muhammad mengumpulkan pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim yang pernah diterjunkan ke medan perang.

2.      Pergerakan menuju Badar
Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk pamannya Hamzah dan para calon Kalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk di atas satu unta Namun demikian, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-Qur’an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang serius,dan calon khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.
Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar mengenai rencana Muhammad untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut bergabung, termasuk di antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Umayyah bin Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut, yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum Muslim. Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya seorang bangsawan, yaitu Umayyah ibn Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini.
Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat penyergapan yang telah direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut dan Abu Sufyan kemudian langsung membelokkan arah kafilah menuju Yanbu.
Rencana pasukan Muslim. Lukisan Iran (1314), menggambarkan pertemuan para pemimpin Muslim sebelum memulai Pertempuran Badar.”Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir”. Al-Anfal: 7 Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari Mekkah. Muhammad segera menggelar rapat dewan peperangan, disebabkan karena masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja masuk Islam (disebut kaum Anshar atau “Penolong”, untuk membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa’ad bin Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan berkata “Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu.”Akan tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.
Pada tanggal 15 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar.
Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian menghentikan tindakan tersebut. Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata “Itulah Mekkah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya.” Hari berikutnya Muhammad memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.
Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama “Yalyal”. Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama “‘Aqanqal”. Ketika pasukan Muslim tiba dari arah timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Muhammad kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.


3.      Rencana pasukan Mekkah
“Semua suku Arab akan mendengar bagaimana kita akan maju ke depan dengan segala kemegahan kita, dan mereka akan mengagumi kita untuk selama-lamanya.” – Amr bin Hisyam di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy sejak saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran, tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini. Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di seluruh Hijaz.Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang mereka.
Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan tersebut, sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah. Pada titik ini, menurut penelitian Karen Armstrong, muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani ‘Adi, segera kembali ke Mekkah. Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim. Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut. Di luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar “Kita tidak akan kembali sampai kita berada di Badar”. Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.

4.      Hari Pertempuran
Peta pertempuran. Pasukan Mekkah (Hitam) mendekati dari arah barat, sedangkan pasukan Muslim (Merah) mengambil posisi-posisi di depan sumur-sumur Badar.
Di saat fajar tanggal 17 Maret, pasukan Quraisy membongkar kemahnya dan bergerak menuju lembah Badar. Telah turun hujan di hari sebelumnya, sehingga mereka mereka harus berjuang ketika membawa kuda-kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit ‘Aqanqal (beberapa sumber menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai puncak bukit). Setelah menuruni bukit ‘Aqanqal, pasukan Mekkah mendirikan kemah baru di dalam lembah. Saat beristirahat, mereka mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin Wahab, untuk mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa pasukan Muhammad berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung Muslim lainnya yang akan bergabung dalam peperangan.Akan tetapi ia juga memperkirakan akan ada banyak korban dari kaum Quraisy bila terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia melihat “unta-unta (Madinah) yang penuh dengan hawa kematian”).Hal tersebut semakin menurunkan moral kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan peperangan suku-suku Arab yang umumnya sedikit memakan korban, dan menimbulkan perdebatan baru di antara para pemimpin Quraisy. Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam membungkam semua ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga diri kaum Quraisy dan menuntut mereka agar menuntaskan hutang darah mereka.
Pertempuran diawali dengan majunya pemimpin-pemimpin kedua pasukan untuk berperang tanding. Tiga orang Anshar maju dari barisan Muslim, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh pasukan Mekkah, yang tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan bahwa mereka hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum Muslim kemudian mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits, dan Hamzah. Para pemimpin Muslim berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Mekkah dalam pertarungan tiga lawan tiga, meskipun Ubaidah mendapat luka parah yang menyebabkan ia wafat.
Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang Muslim dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran berlangsung, Muhammad telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang dengan senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat.Segera setelah itu ia memberikan perintah untuk maju menyerbu, sambil melemparkan segenggam kerikil ke arah pasukan Mekkah; suatu tindakan yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat Arab, dan berseru “Kebingungan melanda mereka!”Pasukan Muslim berseru “Ya manshur, amit!!” dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy. Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-Qur’an, yang menyebutkan bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy. Haruslah dicatat bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang, segera saja tercerai-berai dan melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.

5.      Setelah Pertempuran
Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah tujuh puluh orang tewas dan tujuh puluh orang tertawan.Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim umumnya dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat peperangan. Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban luka-luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.
Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan beberapa orang Quraisy Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi para tawanan tersebut.[34][35] Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali dan kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa’ad dan Umar berpendapat agar tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan. Muhammad akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah menantu Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan bahwa suatu saat mereka akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian melakukannya). Setidak-tidaknya dua orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau setelah Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang pernah menumpahkan keranjang kotoran kambing kepada Muhammad saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh dalam perjalanan kembali ke Madinah Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya bahkan sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah. Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad memberikan perintah agar mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam sumur Badar. Beberapa hadits menyatakan kejadian ini, yang tampapknya menjadi penyebabkan kemarahan besar pada kaum Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru saja ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.
Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang memiliki hubungan darah dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa terpanggil untuk melakukan pembalasan terhadap orang-orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka tersebut. Pihak Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan pembalasan, karena telah mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun. Akan tetapi selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih hidup kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan mendapat perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk mendapatkan uang tebusan.

6.      Dampak Selanjutnya
Keadaan medan pertempuran saat ini. Tembok putih kemungkinan besar batas makam Muslim yang tewas. Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan menentukan arah masa depan Jazirah Arabia di abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah Muhammad, yang dalam semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah, menjadi salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, “selama bertahun-tahun Muhammad telah menjadi sasaran pencemoohan dan penghinaan; tetapi setelah keberhasilan yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya secara serius.”Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar memaksa suku-suku Arab lainnya untuk “menganggap umat Muslim sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial terhadap kewibawaan dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy.” Kemenangan di Badar juga membuat Muhammad dapat memperkuat posisinya sendiri di Madinah. Segera setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa’ dari Madinah, yaitu salah satu suku Yahudi yang sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay, seorang Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penentang Muhammad, menemukan bahwa posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya mampu memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepada Muhammad
Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah Abu Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya telah memberikan Abu Sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin bagi kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Muhammad bergerak memasuki Mekkah enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh yang membantu merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan pada akhirnya menjadi pejabat berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian melanjutkannya dengan mendirikan Kekhalifahan Umayyah.
Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa kemudian menjadi amat dihargai, sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara lengkap nama-nama pasukan Muslim tersebut dalam biografi Muhammad yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang bertempur di Badar dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan kemungkinan mereka juga menerima semacam santunan pada tahun-tahun belakangan.[43] Meninggalnya veteran Pertempuran Badar yang terakhir, diperkirakan terjadi saat perang saudara Islam pertama.[44] Menurut Karen Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling berkelanjutan kemungkinan adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang menurutnya pada awalnya dikerjakan umat Muslim untuk mengenang kemenangan pada Pertempuran Badar. [45] Meskipun demikian pandangan ini diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam, pasukan Muslim saat itu sedang berpuasa ketika mereka bergerak maju ke medan pertempuran.

7.      Badar Dalam Al-Qur’an
Pertempuran Badar adalah salah satu dari sedikit pertempuran yang secara eksplisit dibicarakan dalam al-Qur’an. Nama pertempuran ini bahkan disebutkan pada Surah Ali ‘Imran: 123, sebagai bagian dari perbandingan terhadap Pertempuran Uhud.
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertawakallah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Ali ‘Imran: 123-125
Menurut Yusuf Ali, istilah “syukur” dapat merujuk kepada disiplin. Di Badar, barisan-barisan Muslim diperkirakan telah menjaga disiplin secara ketat; sementara di Uhud mereka keluar barisan untuk memburu orang-orang Mekkah, sehingga membuat pasukan berkuda Mekkah dapat menyerang dari samping dan menghancurkan pasukan Muslim. Gagasan bahwa Badar merupakan “pembeda” (furqan), yaitu menjadi kejadian mukjizat dalam Islam, disebutkan lagi dalam surah yang sama.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” Ali ‘Imran:13. Badar juga merupakan pokok pembahasan Surah kedelapan Al-Anfal, yang membahas mengenai berbagai tingkah laku dan kegiatan militer. “Al-Anfal” berarti “rampasan perang” dan merujuk pada pembahasan pasca pertempuran dalam pasukan Muslim mengenai bagaimana membagi barang rampasan dari pasukan Quraisy. Meskipun surah tersebut tidak menyebut Badar, isinya menggambarkan pertempuran tersebut, serta beberapa ayat yang umumnya dianggap diturunkan pada saat atau segera setelah pertempuran tersebut terjadi.

8.      Perang Uhud
Perang Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badr. Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil. Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap kanan berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40 kaki, panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena terlindungi oleh bukit Uhud, sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena musuh bisa memutari bukit Ainain dan menyerang dari belakang, untuk mengatasi hal ini Rasulullah menempatkan 50 pemanah di Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu “Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami.”
Di belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka tersebut. Di antara wanita ini adalah Fatimah, putri Rasulullah yang juga istri Ali. Rasulullah sendiri berada di sayap kiri. Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu keberanian dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu jumlah dan kavaleri (kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik Rasulullah). Abu Sufyan tentu lebih memilih pertempuran terbuka dimana dia bisa bermanuver ke bagian samping dan belakang tentara Islam dan mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung pasukan tersebut. Tetapi Rasulullah menetralisir hal ini dan memaksa Abu Sufyan bertempur di front yang terbatas dimana infantri dan kavalerinya tidak terlalu berguna. Juga patut dicatat bahwa tentara Islam sebetulnya menghadap Madinah dan bagian belakangnya menghadap bukit Uhud, jalan ke Madinah terbuka bagi tentara kafir.
Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahl, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Al Aas ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap tapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan. Bendera Quraish dibawa oleh Talha bin Abu Talha. Kisah ini ditulis di Sura Ali ‘Imran ayat 140-179. Dalam ayat2 di Sura Ali ‘Imran, Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi Muslim mu’min dan munafik (ayat 166-167).
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142)? Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144), karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para nabi yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat pada kafir (ayat 149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut (ayat 151).”
Ayat2 di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari, Volume 4, Book 52, Number 276.


9.      Perang Khandaq
Pertempuran Khandaq (Arab:غزوة الخندق) juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab, Pertempuran Konfederasi, dan Pengepungan Madinah terjadi pada bulan Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun 627 Masehi, pengepungan Madinah ini dipelopori oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy makkah dan yahudi bani Nadir (al-ahzaab). Pengepungan Medinah dimulai pada 31 Maret, 627 H dan berakhir setelah 27 hari. Daftar isi [sembunyikan] Pertempuran ini dinamai Pertempuran Khandaq (Arab الخندق) karena parit yang digali oleh umat Islam dalam persiapan untuk pertempuran. Kalimat Khandaq kata adalah bentuk bahasa Arab dari bahasa Persia “kandak” (yang berarti “Itu yang telah digali”). Pertempuran juga disebut sebagai Pertempuran Konfederasi (bahasa Arab غزوة الاحزاب). Al-Qur’an menggunakan istilah sekutu (Arab الاحزاب) dalam surah Al-Ahzab [Quran 33:9-32] untuk menunjukkan konfederasi Arab pagan dan Arab Yahudi terhadap Islam.
Pengepungan adalah “pertempuran kecerdasan”, di mana para ahlik taktik Muslim mengatasi lawan-lawan mereka, sementara jatuh korban sangatlah sedikit. Upaya konfederasi untuk mengalahkan kaum Muslim gagal, dan kekuatan Islam menjadi berpengaruh di wilayah tersebut. Akibatnya, tentara Muslim mengepung sekitar Banu Qurayza, yang mengarah ke penyerahan tanpa syarat mereka. Kekalahan itu menyebabkan Mekah kehilangan perdagangan mereka dan sebagian besar adalah kehormatan harga diri mereka. Untuk melindungi Madinah dari serangan gabungan, maka dibuatlah parit sebagai strategi berperang untuk menghindari serbuan langsung dari pasukan Al-Ahzab Quraisy dan bani Nadir. Strategi pembuatan parit di sela sela daerah yang tidak terlindungi oleh pegunungan sebagai tempat perlindungan adalah strategi dari sahabat Rasulullah S.A.W bernama Salman al-Farisi yang berasal dari Persia, sehingga perang ini disebut dengan pertempuran parit/khandaq. Sejatinya strategi ini berasal dari Persia, yang dilakukan apabila mereka terkepung atau takut dengan keberadaan pasukan berkuda.Lalu digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilan/sepuluh hari. Pasukan gabungan datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap berperang. Pasukan gabungan membuat kemah di bagian utara Madinah, karena di tempat itu adalah tempat yang paling tepat untuk melakukan perang. Pada Pertempuran Khandaq, terjadi pengkhianatan dari kaum Yahudi Bani Qurayzhah atas kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya untuk mempertahankan kota Madinah, tetapi bani Quraizhah mengkhianati perjanjian itu.
Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan penuh Nua’im bin Mas’ud al-Asyja’i yang telah memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan gabungan dengan keahliannya memecah belah pasukan gabungan. Lalu Allah S.W.T mengirimkan angin yang memporakporandakan kemah pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan memadamkan api mereka. Hingga akhirnya pasukan gabungan kembali ke rumah mereka dengan kegagalan menaklukan kota Madinah. Setelah peperangan itu, Rasulullah dan para sahabat berangkat menuju kediaman bani quraizah untuk mengadili mereka. Awal tahun 627, orang-orang Yahudi dari Bani Nadir bertemu dengan Quraisy Mekah Arab. Huyayy bin Akhtab, bersama dengan para pemimpin lainnya dari Khaybar, melakukan perjalanan untuk sumpah setia dengan Safwan di Mekah. Sebagian besar tentara Konfederasi dikumpulkan oleh pagan Quraish Mekah, yang dipimpin oleh Abu Sufyan, yang menerjunkan 4.000 prajurit, 300 penunggang kuda, dan 1.000-1.500 orang pada unta. Bani Nadir mulai meriahkan para perantau dari Najd. Mereka meminta Bani Ghatafan dengan membayar setengah dari hasil panen mereka. Rombongan kedua terbesar ini, menambahkan kekuatan sekitar 2.000 300 laki-laki berkuda yang dipimpin oleh Unaina bin Hasan Fazari. Bani Assad juga setuju untuk bergabung dengan mereka yang dipimpin oleh Tuleha Asadi. Dari Bani Sulaim, Nadir dijamin 700 pria, meskipun akan jauh lebih besar memiliki beberapa pemimpinnya tidak bersikap simpatik terhadap Islam. Para Bani Amir, yang memiliki perjanjian dengan Muhammad, menolak untuk bergabung Suku-suku lain termasuk Bani Murrah dengan 400 orang dipimpin oleh Hars bin Auf Murri dari Bani Shuja dengan 700 laki-laki dipimpin oleh Sufyan bin Abd Syams. Secara total, kekuatan tentara Konfederasi, meskipun tidak disepakati oleh ulama, diperkirakan sekitar 10.000 laki-laki dengan enam ratus kuda. Pada akhir Maret 627 tentara yang dipimpin oleh Abu Sufyan berbaris menuju Madinah.
Kemudian Rasulullah SAW mengadakan perjanjian antar sesama muslim. Ada 16 butir ini perjanjian yang secara umum berisi tentang perintah untuk bersatu dan saling tolong menolong, larangan saling menzalimi, menjaga kehormatan dan jiwa, dan menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai rujukan semua perselisihan di antara mereka. Dengan perjanjian tersebut, kekuatan sendi-sendi masyarakat semakin kokoh. Bahkan tidak hanya sampai situ, Rasulullah juga mendidik para sahabat agar menjadi peribadi-pribadi mukmin yang berkualitas, berjiwa suci, berakhlak mulia, menanamkan kasih sayang, bersaudara, beribadah dan taat kepada Allah. Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: “Islam apa yang paling baik?” beliau menjawab: “Engkau memberi makan (orang lain) serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal. ”Di lain waktu beliau bersabda:
“Wahai manusia, rebarkanlah salah, berilan makan, sambungkanlan silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang lain tidur, kalian akan masuk surge dengan tentram.”Beliau juga bersabda: “Tidak masuk surge orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” “Orang muslim itu adalah orang yang tidak mencelakai muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” “Tidaklah beiman seorang di antara kalian sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimaa dia mencintai dirinya sendiri.”
“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan, satu sama lainnya saling menguatkan.” Dan masih banyak hadits-hadits Rasulullah yang lain yang besar pengaruhnya dalam menciptakan pola hubungan yang baik di tengah mesyarakat muslim. Sehingga pada zaman sahabat dikenal sebagai contoh mesyarakat yang ideal dan menjadi panutan sepanjang sejarah. Di sisi lain kepribadian Rasulullah SAW yang sangat agung, berwibawa dan berakhlak mulia sangat besar peranannya dalam mengarahkan masyarakat baru Madinah yang mampu mengatasi berbagai rintangan ke depannya.

10.  Perjanjian Hudaibiyah
Ketika kaum muslimin semakin lama semakin kuat di Jazirah Arabia, mereka mulai berpikir untuk mendapatkan hak mereka yang sangat mereka impikan, yaitu beribadah di Masjidil Haram yang sejak enam tahun lamanya teralang oleh orang-orang musyrikin. Hingga suatu saat Rasulullah SAW bermimpi memasuki kota Mekkah serta menunaikan Umrah dan thawaf di sana. Esok harinya Rasulullah SAW memberitakan hal tersebut kepada para sahabat, lalu beliau perintahkan mereka untuk bersiap-siap melakukan safar untuk umrah. Pada hari senin bulah Dzulqa’dah tahun ke-6 Hijriyah berangkatlah Rasulullah SAW bersama 1400 orang sahabat tanpa senjata perang kecuali pedang di dalam sarungnya. Isteri yang ikut bersam Rasulullah SAW saat itu adalah Ummu Salamah. Setibanya di Dzulhulaifah (miqat bagi penduduk Madinah atau yang datang dari arah Madinah bagi mereka yang akan umrah atau haji), Rasulullah SAW mulai berihram untuk umrah. Sementara itu kafir Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah SAW sepakat menghalangi kedatangan beliau apapun caranya. Mengetahui gelagat tersebut, Rasulullah SAW menguabah rute perjalanannya sampai akhinrnya beliau singgah di sebuah tempat bernama Hudaibiyah.
Di tempat tersebut Rasulullah SAW menyatakan dengan tegas kepada Badil bin Warqa’ al-Khuza’I (orang yang bersedia menjadi penengah antara kaum muslimin dan orang kafir) bahwa kedatangannya semata-mata ingin menunanaikan ibadah umrah, bukan untuk berperang. Namun jika orang-orang Quraisy memerangi mereka, maka Rasulullah SAW tanpa ragu akan memerangi mereka pula. Mendengar hal tersebut kaum Quraisy mengirim utusannya untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Rasulullah SAW kembali menegaskan hal tersebut pada utusan tadi. Utusan tersebut kembali ke kaumnya dan meyakinkan mereka bahwa kedatangan Rasulullah SAW hanya ingin melaksanakan umrah. Begitu pula utusan berikutnya menyatakan hal yang sama.Kali ini giliran Rasulullah SAW yang ingin mengetahui sikap kafir Quraisy. Beliau lantas mengutus Utsman bin Affan ra. Beliau memerintahkan kepadanya agar mengabarkan kafir Quraisy bahwa kedatangan mereka semata-mata untuk umrah, bukan berperang.
Setibanya di Mekkah, Utsman segera menyampaikan misinya kepada pembesar Quraisy. Setalah itu orang Quraisy menawarkan kepada Utsman untuk melakuan thawaf, hal tersebut ditolaknya, karena dia tidak akan thawaf sebelum Rasulullah SAW thawaf.
Penahanan Utsman bin Affan ra.
Orang Quraisy bermusyawarah untuk menetapkah jawaban yang akan disampaikan kepada Rasulullah SAW. Karena itu, mereka menahan Utsman bin Affan hingga ketetapannya selesai diputuskan, agar dia menyampaikannya kepada Rasulullah SAW. Namun kerana penahanan berlarut-larut, tersiarlah berita di kalangan para sahabat yang menunggu di Hudaibiyah bahwa Utsman bin Affan ra. dibunuh. Mendengar berita tersebut Rasulullah SAW segera meminta para sahabatnya melakukan bai’at, untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Mereka melakukan bai’at di bawah pohon. Bai’at tersebut dikenal dengan dengan Ba’atul Ridwan. Allah menyatakan hal tersebut dalam Al-Quran: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. al-Fath: 18)
Ketika kaum Quraisy mengetahui adanya bai’at bersebut, mereka segera mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan Rasulullah SAW.
Setibanya utusan tersebut di Hudaibiyah, disepakatilah perjanjian yang di dalamnya terkandung empat hal: Tahun ini (6 H) Rasulullah SAW harus kembali (tidak boleh melakukan umran). Tahun depan beliau dan kaum muslimin baru boleh memasuki kota Mekkah dan tinggal di sana selama tiga hari. Mereka hanya boleh membawa persenjataan musafir sedangkan pedang-pedang mereka harus dimasukkan ke dalam sarung. Pada saat itu orang Quraisy tidak boleh menghalanginya.
Menghentikan peperangan dari kedua belah pihak selama 10 tahun dan mewujudkan keamanan di tengah masyaraka. Siapa yang menjalin persekutuan dengan Muhammad dan orang Quraisy maka dia termasuk bagian dari kedua belah pihak tersebut. Maka penyerangan yang diaarahkan kepada suku-suku tersebut dianggap sebagai penyerangan kepada sekutunya. Siapa yang kabur dari orang Quraisy (Mekkah) dan mendatangi Muhammad (ke Madinah) maka harus dikembalikan, sedangkan yang kabur dari Muhammad (Madinah) kepada orang Quraisy (Mekkah), tidak dikembalikan.
Kemudian Rasulullah Saw memanggil Ali bin Abi Thalib ra untuk mencatat isi terjanjian tersebut. Beliau mendiktenya dengan menusliskan Bismillahirrahmanirrahin.
Suhail segera memotongnya: “Kami tidak mengenal “Ar-Rahman”, tulis saja “Bismikallahumma”.
Akhirnya Rasulullah SAW perintahkan Ali menuliskan bacaan tersebut. Kemudia Rasulullah SAW mendiktekan lagi: “Ini adalah isi perjanjian antara Muhammad Rasulullah…”Suhail kembali memotong: “Kalau kami percaya engkau sebagai Rasulullah, tentu kami tidak akan menghalangimu dari Baitullah dan tidak akan memerengimu. Tulislah: Muhammad bin Abdullah.” “Aku tetaplah Rasulullah meskipun kalian memdustakan aku”, tegas Rasulullah SAW. Akhirnya Rasulullah SAW perintahkan Abi bin Abi Thalib ra untuk menulis Muhammad bin Abdullah dan menghapus tulisan Rasulullah SAW. Namun Ali bin Abi Thalib menolak menghapusnya lalu Rasulullah Saw langsung menghapusnya dengan tangannya.
Perjanjianpun disepakati kedua belah pihak. Setelah itu, suku Khuza’ah menyatakan sebagai sekutu Rasulullah SAW, sedangkan Bani Bakar menyatakan sebagai sekutu Quraisy.



E.     FATHUH MEKKAH
1.      Sebab Terjadinya Fathu Makkah
Diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan orang musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja diizinkan untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu orang kafir Quraisy Makkah. Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini dan saling bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan gencatan senjata. Namun, secara licik, Bani Bakr menggunakan kesempatan ini melakukan balas dendam kepada suku Khuza’ah. Bani Bakr melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah ketika mereka sedang di mata air mereka. Secara diam-diam, orang kafir Quraisy mengirimkan bantuan personil dan senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah beberapa orang diantara suku Khuza’ah menghadap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Madinah. Mereka mengabarkan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dan Bani Bakr.
Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya, dia menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar memberikan pertolongan kepadanya di hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya, Ali pun menolak permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu Sufyan, dia pun terus memelas agar diberi solusi. Kemudian, Ali memberikan saran, “Demi Allah, aku tidak mengetahui sedikit pun solusi yang bermanfaat bagimu. Akan tetapi, bukankah Engkau seorang pemimpin Bani Kinanah? Maka, bangkitlah dan mintalah sendiri perlindungan kepada orang-orang. Kemudian, kembalilah ke daerahmu.”
Abu Sufyan berkata, “Apakah menurutmu ini akan bermanfaat bagiku?”
Ali menjawab, “Demi Allah, aku sendiri tidak yakin, tetapi aku tidak memiliki solusi lain bagimu.” Abu Sufyan kemudian berdiri di masjid dan berkata,
“Wahai manusia, aku telah diberi perlindungan oleh orang-orang!”Lalu dia naik ontanya dan beranjak pergi.
Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang. Beliau mengajak semua shahabat untuk menyerang Makkah. Beliau barsabda, “Ya Allah, buatlah Quraisy tidak melihat dan tidak mendengar kabar hingga aku tiba di sana secara tiba-tiba. ”Dalam kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir. Namun pembatalan perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang. Artinya tidak boleh sepihak, tetapi masing-masing pihak tahu sama tahu. Allah berfirman,
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
“Jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan sama-sama tahu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Qs. Al Anfal: 58)

2.      Langka-langkah Fathu Mekkah
Pasukan Islam Bergerak Menuju Makkah Kemudian, beliau keluar Madinah bersama sepuluh ribu shahabat yang siap perang. Beliau memberi Abdullah bin Umi Maktum tugas untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Di tengah jalan, beliau bertemu dengan Abbas, paman beliau bersama keluarganya, yang bertujuan untuk berhijrah dan masuk Islam. Kemudian, di suatu tempat yang disebut Abwa’, beliau berjumpa dengan sepupunya, Ibnul Harits dan Abdullah bin Abi Umayah. Ketika masih kafir, dua orang ini termasuk diantara orang yang permusuhannya sangat keras terhadap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dengan kelembutannya, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menerima taubat mereka dan masuk Islam. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda tentang Ibnul Harits radhiyallahu ‘anhu, “Saya berharap dia bisa menjadi pengganti Hamzah -radhiyallahu ‘anhu-”.
Setelah beliau sampai di suatu tempat yang bernama Marra Dhahraan, dekat dengan Makkah, beliau memerintahkan pasukan untuk membuat obor sejumlah pasukan. Beliau juga mengangkat Umar radhiyallahu ‘anhu sebagai penjaga.
Malam itu, Abbas berangkat menuju Makkah dengan menaiki bighal (peranakan kuda dan keledai) milik Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau mencari penduduk Makkah agar mereka keluar menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan meminta jaminan keamanan, sehingga tidak terjadi peperangan di negeri Makkah. Tiba-tiba Abbas mendengar suara Abu Sufyan dan Budail bin Zarqa’ yang sedang berbincang-bincang tentang api unggun yang besar tersebut.“Ada apa dengan dirimu, wahai Abbas?” tanya Abu Sufyan“Itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam di tengah-tengah orang. Demi Allah, amat buruklah orang-orang Quraisy. Demi Allah, jika beliau mengalahkanmu, beliau akan memenggal lehermu. Naiklah ke atas punggung bighal ini, agar aku dapat membawamu ke hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, lalu meminta jaminan keamanan kepada beliau!” jawab Abbas.
Maka, Abu Sufyan pun naik di belakangku. Kami pun menuju tempat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Ketika melewati obornya Umar bin Khattab, dia pun melihat Abu Sufyan. Dia berkata,“Wahai Abu Sufyan, musuh Allah, segala puji bagi Allah yang telah menundukkan dirimu tanpa suatu perjanjian-pun. Karena khawatir, Abbas mempercepat langkah bighalnya agar dapat mendahului Umar. Mereka pun langsung masuk ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Setelah itu, barulah Umar masuk sambil berkata, “Wahai Rasulullah, ini Abu Sufyan. Biarkan aku memenggal lehernya.”
Abbas pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku telah melindunginya.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Kembalilah ke kemahmu wahai Abbas! Besok pagi, datanglah ke sini!”Esok harinya, Abbas bersama Abu Sufyan menemui Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau bersabda,”Celaka wahai Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah?”Abu Sufyan mengatakan,
“Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu. Jauh-jauh hari aku sudah menduga, andaikan ada sesembahan selain Allah, tentu aku tidak membutuhkan sesuatu apa pun setelah ini.”Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,”Celaka kamu wahai Abu Sufyan, bukankah sudah saatnya kamu mengakui bahwa aku adalah utusan Allah?”
Abu Sufyan menjawab,”Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu, kalau mengenai masalah ini, di dalam hatiku masih ada sesuatu yang mengganjal hingga saat ini.”
Abbas menyela, “Celaka kau! Masuklah Islam! Bersaksilah laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah sebelum beliau memenggal lehermu!”Akhirnya Abu Sufyan-pun masuk Islam dan memberikan kesaksian yang benar.
Tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam meninggalkan Marra Dzahran menuju Makkah. Sebelum berangkat, beliau memerintahkan Abbas untuk mengajak Abu Sufyan menuju jalan tembus melewati gunung, berdiam di sana hingga semua pasukan Allah lewat di sana. Dengan begitu, Abu Sufyan bisa melihat semua pasukan kaum muslimin. Maka Abbas dan Abu Sufyan melewati beberapa kabilah yang ikut gabung bersama pasukan kaum muslimin. Masing-masing kabilah membawa bendera. Setiap kali melewati satu kabilah, Abu Sufyan selalu bertanya kepada Abbas, “Kabilah apa ini?” dan setiap kali dijawab oleh Abbas, Abu Sufyan senantiasa berkomentar, “Aku tidak ada urusan dengan bani Fulan.”Setelah agak jauh dari pasukan, Abu Sufyan melihat segerombolan pasukan besar. Dia lantas bertanya, “Subhanallah, wahai Abbas, siapakah mereka ini?”Abbas menjawab: “Itu adalah Rasulullah bersama muhajirin dan anshar.”Abu Sufyan bergumam, “Tidak seorang-pun yang sanggup dan kuat menghadapi mereka.”Abbas berkata: “Wahai Abu Sufyan, itu adalah Nubuwah.”
Bendera Anshar dipegang oleh Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu. Ketika melewati tempat Abbas dan Abu Sufyan, Sa’ad berkata,“Hari ini adalah hari pembantaian. Hari dihalalkannya tanah al haram. Hari ini Allah menghinakan Quraisy”.
Ketika ketemu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, perkataan Sa’ad ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau pun menjawab,
“Sa’ad keliru, justru hari ini adalah hari diagungkannya Ka’bah dan dimuliakannya Quraisy oleh Allah.”Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan agar bendera di tangan Sa’d diambil dan diserahkan kepada anaknya, Qois. Akan tetapi, ternyata bendera itu tetap di tangan Sa’d. Ada yang mengatakan bendera tersebut diserahkan ke Zubair dan ditancapkan di daerah Hajun.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melanjutkan perjalanan hingga memasuki Dzi Thuwa. Di sana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menundukkan kepalanya hingga ujung jenggot beliau yang mulia hampir menyentuh pelana. Hal ini sebagai bentuk tawadlu’ beliau kepada Sang Pengatur alam semesta. Di sini pula, beliau membagi pasukan. Khalid bin Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki Makkah melalui dataran tingginya. Beliau perintahkan agar menancapkan bendera di daerah Hajun dan tidak meninggalkan tempat tersebut hingga beliau datang.
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memasuki kota Makkah dengan tetap menundukkan kepala sambil membaca firman Allah: إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
“Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.
” (Qs. Al Fath: 1)
Beliau mengumumkan kepada penduduk Makkah,
“Siapa yang masuk masjid maka dia aman, siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman, siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya maka dia aman.”
Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Beliau thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang beliau gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah yang beliau lewati. Saat itu, beliau membaca firman Allah: جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81) جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’: 49)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memasuki Ka’bah. Beliau melihat ada gambar Ibrahim bersama Ismail yang sedang berbagi anak panah ramalan.
Beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka. Demi Allah, sekali-pun Ibrahim tidak pernah mengundi dengan anak panah ini. ”Kemudian, beliau perintahkan untuk menghapus semua gambar yang ada di dalam Ka’bah. Kemudian, beliau shalat. Seusai shalat beliau mengitari dinding bagian dalam Ka’bah dan bertakbir di bagian pojok-pojok Ka’bah. Sementara orang-orang Quraisy berkerumun di dalam masjid, menunggu keputusan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dengan memegangi pinggiran pintu Ka’bah, beliau bersabda: “لا إِله إِلاَّ الله وحدَّه لا شريكَ له، لَهُ المُلْكُ وله الحمدُ وهو على كَلِّ شَيْءٍ قديرٌ، صَدَقَ وَعْدَه ونَصرَ عَبْدَه وهَزمَ الأحزابَ وحْدَه “Wahai orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan kesombongan jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang. Manusia dari Adam dan Adam dari tanah.”
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. “Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?”Merekapun menjawab, “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”Beliau bersabda,“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”Pada hari kedua, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkhutbah di hadapan manusia. Setelah membaca tahmid beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Makkah. Maka tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah dan mematahkan batang pohon di sana. Jika ada orang yang beralasan dengan perang yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maka jawablah: “Sesungguhnya Allah mengizinkan RasulNya shallallahu ‘alahi wa sallam dan tidak mengizinkan kalian. Allah hanya mengizinkan untukku beberapa saat di siang hari. Hari ini Keharaman Makkah telah kembali sebagaimana keharamannya sebelumnya. Maka hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam diizinkan Allah untuk berperang di Makkah hanya pada hari penaklukan kota Makkah dari sejak terbit matahari hingga ashar. Beliau tinggal di Makkah selama sembilan hari dengan selalu mengqashar shalat dan tidak berpuasa Ramadhan di sisa hari bulan Ramadhan.
Sejak saat itulah, Makkah menjadi negeri Islam, sehingga tidak ada lagi hijrah dari Makkah menuju Madinah. Demikianlah kemenangan yang sangat nyata bagi kaum muslimin. Telah sempurna pertolongan Allah. Suku-suku arab berbondong-bondong masuk Islam. Demikianlah karunia besar yang Allah berikan.

F.     Haji Wada’
Pada tahun 10 H, Rasulullah SAW mengumumkan akan melaksanakan ibadah haji. Mengetahui hal itu kaum muslimin berdatangan ke Madinah untuk ikut menunaikan haji bersama beliau sekaligus ingin mengetaahui pelaksanaannya sebagaimana yang Rasulullah SAW lakukan.Pada hari Sabtu, empat hari sebelum berakhir bulan Dzuqa’dah, Rasulullah SAW telah bersiap-siap untuk berangkat setelah shalat Zuhur. Kemudian beliau tiba di Dzul Hulaifah[1] sebelum waktu Ashar. Keesokan harinya, di tempat tersebut, sebelum shalat Zuhur, Rasulullah SAW mandi untuk persiapan ihram, lalu Aisyah memakaikan wewangian di badan dan kepalanya. Kemudian beliau mengenakah pakaian ihramnya, lalu shalat Zuhur dua rakaat (diqashar dalam perjalanan). Di tempat shalat tersebut beliau berniat melakukan ihram haji dan umrah, yaitu haji Qiran, lalu beliau beranjak da mengendarai ontanya, Quswa.Setelah selapan hari perjalanan, menjelang tiba di Mekkah beliau mandi dan shalat Subuh pada tanggal 4 Dzulhijjah 10 H. Lalu beliau menuju Mekkah dan langsung ke Masjidil Haram melakukan thawf dan sa’i antara Shafa dan Marwa. Tidak melakukan tahallul (bercukur atau menggunting rambut) karena hajinya Qiran.Sedang para sahabat diperintahkannya untuk menjadikan ihramnya kala itu sebagai ihram umrah[2]. Setelah selesai thawaf dan sa’I mereka melakukan tahallul sempurna dari umrah.
Saat itu Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya aku mengetahui lebih dahulu apa yang akan terjadi pada diriku, niscaya aku tidak akan membawa hewan qurban, dan jika tidak ada hewan qurban padaku, niscaya aku akan bertahallul.”
Pada tanggal 8 Dzulhijjah (yaitu hari Tarwiyah) Rasulullah SAW menuju Mina, di sana beliau shalat Zuhur dan menetap hingga Subuh esok harinya. Setelah shalat Subuh beliau berdiam sejenak hingga terbihj matahari. Setelah itu beliau berangkat ke Arafah. Beliau singgah di Namirah dan berdiam sejenak pada sebuah kemah yang sudah dipersiapkan untuk beliau. Setelah matahari tergelincir beliau naik ontanya untuk berangkat hingga lembah Wadi’. Di sana telah berkumpul sekitar 140.000 manusia. Di sana beliau menyampaikan khutbahnya sebagai berikut: “Wahai manusia, dengarlah ucapanku, karena sesungguhnya mungkin aku tidak akan menjumpai kalian lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini selamanya.
Sesungguhnya darah dan harta kalian suci, sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini, dan negeri ini. Ketahuilah semua perkara jahiliyah berada di bawah kakiku tidak berlaku, begitu pula dengan darah jahililyah sudah tidak berlaku. Darah pertama yang aku batalkan adalah darah Rabi’ah bin al-Harits yang dahulu disusui di Bani Sa’ad lalu dibunuh ileh Hudzail. Riba Jahiliyah juga telah tidak berlaku, dan riba pertama yang aku batalkan adalah ribanya Abbas bin Abdul Muthalib, sesungguhnya semuanya tidak berlaku lagi. Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Untuk itu, hak kalian adalah bahwa istri-istri kalian tidak boleh menghamparkan alasnya kepada orang yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakuka itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Sedang hak mereka merupakan kewajiban kalian adalah member nafkah dan sandang yang layak.
Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat jika berpegang kepadanya; yaitu Kitabullah. Wahai manusia, sesungguhnya tida aka nabi setelahku, tidak ada umat setelah kalian. Maka sembahlah Rabb kalian, shalatlah lima waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadhan), tunaikanlah zakat harta kalian yang akan mensucikan diri kalian, tunaikanlah haji ke Baitullah, taatilah pimpinan kalian, maka kalian akan masuk surge Tuhan kalian.” “Kalian bertanya tentang aku, apa yang akan kalian katakana?” Mereka menjawab: “kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan (amanah) dan memberi nasihat. ”Lalu Rasulullah SAW berkata seraya mengangkat telunjuknyua ke langit kemudian mengarahkannya kea rah manusia seraya berkata: “Ya Allah, saksikanlah.” Beliau ucapkan sampai tiga kali. Saat itu yang berteriak menyampaikan (mengulang ucapan Rasulullah SAW yang sudah tua dengan suara lantang agar terdengar oleh 140.000 jamaah yang hadir saat itu, karena waktu itu belum ada pengeras suara seperti sekarang) khutbah Rasulullah SAW adalah Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. Setelah selesai berkhutbah, turunlah firmah Allah:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-maidah: 3)
Umar bin Khattab yang mendengar ayat tersebut menangis. Ketika ditanya mengapa dia menangis, beliau menjawab: “Sesungguhnya ketika sesuatu telah sempurna, berikutnya akan berkurang. ”Setelah khutbah, Bilal melantunkan azan, kemudian iqaman, Rasulullah SAW mengimami shalat Zuhur dua rakaat, kemudian iqamah lagi lalu beliau shalat ashar dua rakaat. Tidak ada shalat antara keduanya. Kemudian Rasulullah SA mengendarai ontanya menuju tempat wukuf. Setiba di sana beliau memerintahkan ontanya untuk berdekam, lalu beliau menghadap kiblat dan wukuf hingga terbenam matahari. Setelah cahaya kekuningan sudah menghilang, beliau berangkat ke Muzdalifah seraya membonceng Usamah. Di sana beliau shalat Maghrib dan shalat Isya dengan sekali azah dan dua kali iqamah, beliau tidak bertasbih di antaranya sedikitpun. Kemudian beliau tidur hingga fajar. Lalu beliau shalat subuh setelah jelas masuk waktunya dengna azan dan iqamah. Kemudian beliau mengendarai ontanya Quswa hingga tiba di Masy’aril Haram. Lalu beliau menghadap kiblah, berdo’a, bertakbir, dan tahlil. Beliau tetap disitu hingga hari mulai terang.
Sebelum terbit matahari, beliau berangkat dari Muzdalifah ke Mina, kali ini beliau membonceng al-Fadh bin Abbas. Ketika beliau tiba di lembah Muhasir, beliau membercepat sedikit perjalanannya, kemudian menempuh jalan tengah hingga tiba di Jumrah Kubra yang disebut dengan Jumrah Aqabah. Kemudian belau melempar batu-batu kerkil sebayak tujuh kali seraya bertakbir setiap kali lemparan. Setelah itu, beliau menuju tempat berkurban, lalu beliau menyemblih 63 onta dengan tangannya sendiri. Kemudian dari onta itu ada yang dimasak dan dimakan olehnya.
Setelah itu Rasulullah SAW menuju Mekkah. Pada tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Nahr), ketika waktu dhuha sudah tiba, beliau berkhutbah lagi. Di antara isinya adalah sebagaimana yang beliau ucapkan pada khutbah Wada’ di Arafah.
Kemudian pada hari Tasyrik, beliau menetap di Mina, menunaikan manasik haji dan mengajarkan ajaran-ajaran agama, berzikir kepada Allah, menegakkan ajaran Allah dan menghapus bekas-bekas kesyirikan dan symbol-simbolnya. Seliaupun juga berkhutbah pada sebagian hari Tasyrik. Pada hari Nafar Tsani (13 Dzulhijjah), Rasulullah SAW keluar dari Mina, setelah itu singgah di Bani Kinanah bin Abtah beberapa hari. Kemudian beliau menuju Mekkah untuk thawaf Wada’ dan beliau juga perintahkan para sahabatnya untuk thawaf Wada’.Setelah selesai melaksanakan semua manasiknya, beliau menyerukan rombonya untuk kembali ke Madinah.

1.      Pasukan Perang Terakhir
Ketika Rasulullah SAW masih melihat kesewenang-wenangan penguasa Romawi dan kesombongan mereka, beliau menyiapkan pasukan besar untuk dikirm ke Romawi pada bulan Shafar tahun 11 H untuk menakut-nakuti Romawi dan mengembalikan kepercayaan bangsa Arab dan suku-suku perbatasan yang sudah berpihak kepada Rasulullah SAW. Usamah bin Zaid ditunjuk menjadi panglima perang.
Kaum muslimin memperbincangkan keputusan Rasulullah SAW dalam pengangkatan Usamah kerena usiaya yang masih belia (sekitar 18 tahun) sehingga mereka terasa enggan untuk berangkat.Akhirnya Rasulullah bersabda:
“Jika kalian menyangsikan kepemimpinannya, dahulupun kalian juga menyangsikan mepeminpinan bapaknya. Demi Allah, sesungguhnya beliau mampu memimpin, dan sesungguhnya bapaknya adalah orang yang paling saya cintai, dan beliau adalah orang yang paling saya cintai sesudahnya.”Akhirnya pasukan sepakat berada di bawah komando Usamah.
Usamah mulai mengatur pasukannya dan berangkatlah mereka hingga sebuah tempat bernama jaraf, sekitar satu farsakh dari kota Madinah. Akan tetapi berita sakit kerasnya Rasulullah SAW membuat mereka menunda meneruskan perjalanan sambil menunggu kabar pasti tentang beliau.Ketentuan Allah jugalah jika akhirnya pasuka ini kemudian menjadi pasukan pertama yang dikirim pada zaman Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah. Setelah melewati beberapa daearah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits. Ia maju meninggalkan pasukan hingga tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju. Setelah berhasil mendapatkan berita tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan tidak bersiap-siap. Ia mengusulkan agar pasukan secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan diri. Usamah setuju. Dengan cepat mereka bergerak.
Dalam waktu 40 hari pasukan ini mampu menghantam dan menggagalkan serangan pasukan Bizantium Romawi. Tidak ada seorangpun korban dari pasukan muslimin. Mereka kemudian kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah ada suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh serta berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid. ”Setiap mata di sudut-sudut peradaban besar dunia kala itu terbelalak nyaris tak percaya, ternyata pasukan Romawi yang ditakuti dunia kala itu dipukul mundur oleh pasukan Islam yang dipimpin Usamah bin Zaid, pemuda yang baru seumur jagung.
2.      Menghadap ke Haribaan Allah
a.       Tanda-Tanda Perpisahan
Ketika dakwa sudah semakin sempurna dan Islam sudah mengedalikan keadaan, mulailah tampak tanda-tanda perpisahan Rasulullah SAW. Hal tersebut tampa dari perasaan, ucapat, dan perbuatan beliau. Pada bulan Ramadhan tahun 10 H, Rasulullah SAW melakukan I’tikaf selama 20 hari, padahal tahun-tahun sebelumnya beliau beri’tikaf hanya 10 hari. Kemudian malaikat Jibril mengajarkannya Al-Quran sebanyak dua kali padahal sebelumnya hanya sekali. Dan pada haji Wada’ beliau bersabda: “Saya tidak tahu, mungkin saya tidak berjumpa dengan kalian setelah tahun ini di tempat wukuf ini selamanya.” Kemudian di Jumrah Aqabah beliau juga bersabda: “Ambillah dariku (cara pelaksanaan) manasik haji kalian, mungkin saya tidak sempat pergi haji lagi setelah tahun ini.”Kemudian turun surat an-Nash pada pertengahan hari Tasyriq. Beliau tahu bahwa itu tanda perpisahan dan ucapan duka baginya. Pada akhir bulan shafar tahun 11 H, Rasulullah SAW kelaur menuju Uhud, lalu beliau mendoakan Syuhada` Uhud, seakan isyarat perpisahan kepada orang-orang yang hidup dan yang telah meniggal. Kemudian menuju mimbar dan berpidato:
“Aku akan mendahului kalian, aku akan manjadi saksi bagi kalian, sungguh sekarang aku telah melihat telagaku (telaga Al-Kautsar di surga), dan sungguh aku telah diberikan kunci-kunci bumi dan simpanannya, sungguh aku tidak khuwatir kalian akan berlaku syirik setelahku, akan tetapi yang aku takutkan adalah kaliansaling beromba-lomba terhadap dunia.”Kemudian beliau juga pergi ke perkebunan BAqi’ lalu mengucapkan salam kepada penghuninya dan memintakan ampunan untuk mereka.

b.      Permulaan Sakit
Pada tanggal 29 Shaffar tahun 11 H, hari Senin, Rasulullah SAW menderita sakit kepada yang merasakan panas yang tinggi. Begitu seterusnya Rasulullah SAW mederita sakit selama 13 atau 14 hari. Meski demikian, beliau masih sempat mengimami shalat beramaah sekitar 11 hari.

c.       Minggu Terakhir
Sakit Rasulullah SAW kian parah. Beliau bertanya kepada istri-istrinya:
“Di maka giliran saya besok? Di mana giliran saya besok?”
Mereka memahami maksud Rasulullah SAW dan mereka mengizinkan Rasulullah SAW tinggal di mana beliau suka. Akhirnya Rasulullah SAW pindah ke rumah Aisyah. Selama di sana Aisyah membacakan surat al-Muwazza’at (surat-surat yuang berisa mohon perlindungan; surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas) dan doa-doa yang beliau dapat dari Rasulullah SAW. Kemudian dia tiup dan usapkan ke tubuh Rasulullah SAW dengan tangannya, mengharap barakah darinya.
Di sana beliau menghabisi minggu terakhir kehidupan beliau.

d.      Lima Hari sebelum Meninggal
Lima hari sebelum meninggal, panas Rasulullah SAW bertambah, sakitnya makin keras. Beliau minta pada sahabatnya untuk menyiramkannya. Para sahabat melakukannya hingga belau berkata: “Cukup…cukup.” Ketika itu beliau merasakan kesekatannya membaik, lantas beliau masuk mesjid dengan kepala diikat. Lalu duduk di atas mimbar dan berkhutbah di hadapan orang-orang yang mengelilinginya:
“Laknat Allah terhadap Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai tempat ibadah…. Jangan kalian menjadika kuburanku sebagai berhala yang disembah.”Kemudia Rasulullah SAW meminta kepada hadirin untuk membalas apa yang pernah beliau lakukan terdapat mereka, seperti jika ada yang dicambuk silahkan sekarang ia balas mencabuk Rasulullah SAW, atau kalau ada yang dipukul, sekarang silahkan mereka balas memukul Rasulullah SAW. Tentu para hadirin tidak ada yang merasa pantas, karena Rasulullah SAW tidak pernah menzalimi siapapun, termasuk orang kafir.
Setelah itu beliau shalat Zuhur kemudian kembali lagi menyampaikan khutbah, juga berpesan kepada kalangan Anshar. Beliau sempat memuji Abu Bakar dengan berkata: “Sesungguhnya orang yang paling banyak melindungiku dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, seandainya aku boleh mengambil kekasih selain Rabb-ku, niscaya aku jadikan Abu Bakar sebagi kekasihku. Akan tetapi cukup dengan persaudaraan Islam dan kasih sayang. Semua pintu di mesjid Nabawi harus ditutup kecuali pintu Abu Bakar.”

e.       Empat Hari sebelum Meninggal
Pada Hari Kamis, empat hari sebelum wafat, sakit Rasulullah SAW kian parah, beliau bersabda: “Mari berkumpul, akan saya tuliskan wasiat untuk kalian, agar kalian tidak sesat setelah itu.”Saat berkumpul beberapa tokoh, di antaranya Umar, Umar berkata: “Sakit beliau sangat parah, sedangkan bagi kalian ada Al-Quran, cukuplah bagi kalian Al-Quran.”Ahlul Bait berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang meminta dituliskan wasiat Rasulullah SAW dan ada yang berpendapat seperti Umar. Akhirnya Rasulullah SAW meminta mereka beranjak. Pada hari itu Rasulullah SAW sempat berwasiat tiga hal”.
Pertama, beliau berwasiat untuk mengeluarkan Yahudi dan Nashrani serta kaum musyrikin dari Jazirah Arab. Kedua, melanjutkan kembali pengiriman para utusan sebagaimana yang telah beliau lakukan. Ketiga, perawi hadits ini lupa, kemungkinan adalah wasiat berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah, atau meneruskan kiriman pasukan Usamah, atau tentang shalat, atam memperhatikan budak.
Meskitpun sakit Rasulullah sangat parah, beliau tepat shalat sebagai imam. Pada hari itu beliau masih sempat shalat Maghrib sebagai imam dengan membaca surat al-Mursalat. Namun pada waktu shalat Isya, sakit beliau semakin berat, sehingga beliau tak kuasa keluar untuk shalat berjamaah. Aisyah mengisahkan, saat itu Rasulullah SAW bertanya kepadanya: “Apakah orang-orang sudah shalat?” dia jawab: “Belum ya Rasulullah, mereka menunggumu.” Rasulullah SAW kemudian minta diambilkan air untuk mandi, terus beliau mandi, setelah itu beliau jatuh pingsan. Setalah sadar beliau bertanya lagi: “Apakah orang-orang sudah shalat?”, kemudian beliau mandi lagi kemudian pingsan lagi, begitu berulang sampai tiga kali. Setelah itu beliau meminta Abu Bakar mengimami shalat pada hari-hari terakhir kehidupan beliau sebanyak 17 kali shalat.
Aisyah berulang kali memohon kepada Rasulullah SAW agar Abu Bakar tidak dijadikan imam shalat supaya orang-orang tidak merasa berat kepadanya, namun beliau menolak seraya berkata: “Sesungguhnya kalian seperti wanita-wanita (pada zaman nabi) Yusuf, perintahkan Abu Bakar menjadi imam.” Sebenarnya alasan yang disampaikan Aisyah di atas bukanlah apa yang dia maksudkan dalam hatinya. Sebab yang dia maksud adalah agar kaum muslimin tidak semakin sedih dan berkecil hati ketika mendengar Abu Bakar yang mengimami shalat sambil menangis, apalagi dalam kondisi seperti ini. Seperti halnya wanita pada zaman nabi Yusuf yang meminta Nabi Yusuf untuk menyiapkan jamuan, padahal yang mereka inginkan adalah melihat wajah dan ketampanan Nabi Yusuf.

f.       Sehari atau Dua Hari sebelum Wafat
Pada hari Sabtu atau Ahad, Rasulullah merasakan sakitnya terasa ringan. Sambil dibimbing oleh dua orang, beliau keluar untuk shalat Zuhur yang sedang diimami oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar mengetahui Rasulullah SAW ada di belakang, dia berusaha mundur, namun Rasulullah SAW memberikan isyarat kepadanya agar tidak mundur. Rasulullah berkata kepada dua orang yang membimbing beliau: “Dudukkan saya di sampingnya.”Rasulullah SAW duduk di sisi kiri Abu Bakar sebagai imam dan Abu Bakar tetap di tempatnya. Abu Bakar mengikuti shalatnya Rasulullah SAW dan memperdengarkan takbir Rasulullah kepada makmum.

g.      Sehari Sebelum Wafat
Pada hari Ahad, sehari sebelum wafat, Rasulullah SAW memerdekakan budaknya. Beliaupun bersedekah sebanyak 9 dinar. Senjata beliau dihadiahkan kepada kaum muslimin. Pada malam harinya, Aisyah meminjam minyak untuk lampu dari tetangganya. Saat itu, baju besi beliau digadaikan kepada seorang Yahudi untuk mendapatkan 30 sha’ gandum.

h.      Hari Terakhir
Hari ini, hari Senin, ketika kaum muslimin shalat subuh diimami Abu Bakar, Rasulullah SAW membuka tirai rumahnya untuk melihat mereka sembari tesenyum dan tertawa. Abu Bakar mudur ke barisan shalat kerena dia mengira Rasulullah SAW akan shalat bersama mereka. Namun Rasulullah SAW melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar mereka meneruskanm shalatnya, kemudian beliau masuk kembali ke kamarnya dan menutup tirai rumahnya. Waktu Dhuha tiba. Rasulullah SAW memanggil putri beliau, Fatimah, lalu membisikkan sesuatu kepadanya. Fatimah menangis. Kemudian beliau kembali membisikkan sesuatu kepadanya.
Kali ini Fatimah tersenyum. Di kemudian hari, Aisyah bertanya kepada Fatimah tentang apa yang dibisikkan Rasulullah ketika itu, Fatimah menjawab:
“Rasulullah SAW membisikkan kepadaku bahwa dia akan meninggal kerena sakit yang dideritanya, lantas aku menagis. Kemudian beliau membisikkan aku lagi bahwa aku adalah keluarga Rasulullah yang pertama kali menyusulnya (ke surge), maka akupun tersenyum.”Pada kesempatan itu Rasulullah juga memberi kabar gembira kepada Fatimah bahwa dia adalah pemimpin wanita di alam ini.
Fatimah menyaksikan dengan sedih pederitaan yang dialami ayahnya. Dia berucap: “Betapa menderitanya engkau wahai bapakku.” Namun Rasulullah SAW menjawab: “Tidak ada lagi penderitaan bapakmu setelah hari ini.”Kemudian Rasulullah memanggil keduan cucunya (anak Fatimah dan Ali bin Abi Thalib) Hasan dan Husain, lalu mencium keduanya dan berwasiat kepadanya. Kemudian kepada isteri-isteri beliau beliaupun memberikan nasihat dan pesan-pesan.
Sakit Rasulullah SAW kian parah, naum beliau tak lupa berwasiap kepada kaum muslimin: الصلاة ، الصلاة ، وما ملكت أيمانكم. “Shalat, shalat, dan (perhatikanlah hak) budak-budak yang kalian miliki.”Beliau mengulangi wasiat itu berkali-kali, agar kaum muslimin lebih memperhatikan hal itu.i. Sakratulmaut
Mulailah saat-saat sakratulmaut. Rasulullah SAW berada di pangkuan Aisyah. Saat itu Abdurrahman bin Abu Bakar datang membawa siwak. Rasulullah SAW memandang ke arahnya. “Maukan aku ambilkan untukmu?”, tanya Aisyah kepada Rasulullah SAW kerena dia tau Rasulullah gemar bersiwak. Rasulullah menganggukkan kepalanya. Lalu beliau menggosokkan siwak tersebut ke mulut beliau.
Di hadapan Rasulullah SAW terdapat wadah. Beliau memasukkan kedua tangannya dalam wadah tersebut dan mengusapnya ke wajahnya seraya berkata:
لا إله إلا الله ، إت للموت لسكرات. “Tiada Tuhan selain Allah, sesungguhnya setiap kematian itu ada sakaratnya.”Persis setelah beliau selasai bersiwak, beliau mengangkat tangannya dan jarinya. Matanya memandang ke langit-langit. Bibirnya bergerak-gerak. Aisyah berusaha mendengarkannya, beliau sedang mambaca surat an-Nisa’ ayat 69-70: ” Dan siapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin , orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”Selanjutnya beliau berdo’a:
اللهم اغفرلى وارحمنى ، وألحقنى بالرفبق الأعلى ، أللهم الرفيف الأعلى. “Ya Allah, ampunilah dan kasihilah aku, pertemukan aku dengan teman-teman yang tinggi (kedudukannya di sisi-Mu), ya Allah pertemukan aku dengan teman-teman yang tinggi (kedudukannya di sisi-Mu).”Beliau mengulangi doa tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian… tangan beliau lemas dan akhirnya ruh beliau berpisah dari tubuh beliau, menuju keharibaan Tuhannya. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.
Beliau berpulang pada waktu Dhuha, hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal 11 Hijriyah, pada usia 63 tahun empat hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar