Materi Sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Mekah
1.
Arti Hijrah dan keteranngannya
Kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang berarti
meninggalkan suatu perbuatan atau menjauhkan diri dari pergaulan atau berpisah
dari suatu tempat ketempat yang lain. Sedangkan hijrahnya nabi Muhammad SAW
dari Mekkah ke Madinah merupakan Hijrah (berpindah) dari negeri atau daerah
orang-orang kafir atau musyrik kenegeri atau daerah orang-orang muslim. Hijrah
juga wajib dilakukan oleh setiap orang Isalm yang berdiam atau tinggal di
negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik, padahal ia tidak kuasa membongkar
atau memusnahkan keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan mereka yang
nyata-nyata dilarang oleh Allah. Oleh karena itu, kaum muslimin wajib berpindah
(berhijrah) ke negeri atau daerah lain yang kirannya dapat jauh daripada
keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan yang terkutuk oleh Allah itu.[1]
2.
Hijrah Nabi dan para sahabat dari
Makkah ke Madinah
Masyarakat Arab dari berbagai suku
setiap tahunnya datang ke Mekkah untuk beziarah ke Bait Allah atau Ka'bah,
mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan dalam kunjungan tersebut.
Muhammad melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Di
antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan orang dari
Yatsrib. Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu
memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara
sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk
melindungi para pemeluk Islam dan Muhammad dari kekejaman penduduk Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan
masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke Mekkah, mereka menemui Muhammad di
tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang
saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka
mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib dikarenakan
situasi di Mekkah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk Islam.
Muhammad akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan berhijrah ke Yastrib
pada tahun 622 M.
Masjid Nabawi, berlokasi di Madinah,
Arab Saudi.
Mengetahui bahwa banyak pemeluk
Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha
mengcegahnya, mereka beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yastrib,
Muhammad akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah
yang jauh lebih luas. Setelah selama kurang lebih dua bulan ia dan pemeluk
Islam terlibat dalam peperangan dan serangkaian perjanjian, akhirnya masyarakat
Muslim pindah dari Mekkah ke Yastrib, yang kemudian setelah kedatangan
rombongan dari Makkah pada tahun 622 dikenal sebagai Madinah atau Madinatun
Nabi (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan
(kekhalifahan) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas
beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah, begitupun kaum minoritas
Kristen dan Yahudi. Dalam periode setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sering
mendapat serangkaian serangan, teror, ancaman pembunuhan dan peperangan yang ia
terima dari penguasa Mekkah, akan tetapi semuanya dapat teratasi lebih mudah
dengan umat Islam yang saat itu telah bersatu di Madinah.[2]
Pada
periode Makkah tahun ke-11 dari kenabian, ada beberapa orang Yastrib datang ke
Makkah dan bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Nabi menyeru mereka untuk
masuk Islam, kemudian mereka mempercayai kenabiannya, mengucapka sumpah setia
dan menyatakan masuk Islam.
Ada
dua kali terjadi sumpah setia (bai’at) antara Nabi dengan orang-orang
Yastrib. Sumpah setia pertama (Bai’at al-Aqabah al-Ula) terjadi pada
tahun 621 M berisikan pernyataan bahwa orang-orrang Yastrib menerimanya sebagai
Nabi dan mematuhi perintahnya serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Pada
tahun 622 M Nabi kembali bertemu dengan 75 orang dari Madinah. Dalam pertemuan
ini Nabi juga membai’at mereka. Kejadian inilah yang menjadi sumpah setia yang
kedua (Bai’at al-Aqabah al-Tsaniyah) yang berisikan pernyataan bahwa
mereka tidak hanya menerima Muhammad sebagai Nabi dan menjauhi perbuatan dosa,
akan tetapi juga sanggup berperang membela Tuhan dan Rasul-Nya.
Disamping
itu mereka juga mengajak dan sangat mengharapkan kedatangan Rasulullah kenegeri
mereka. Yastib saat itu sangat mengharapkan seorang pemimpin yang bisa diterima
oleh berbagai pihak. Hal ini disebabkan karena di Yastrib sedang terjadi
permusuhan antara orang Yahudi dengan orang Arab serta antara suku Aus dengan suku Khazraj.
Sekembalinya orang-orang yang di
bai’at ke Madinah, makin hari makin banyak penduduk Madinah yang memeluk agama
Islam. Tetapi kaum muslimin yang berada di Makkah semakin menderita dan
mengalami kesengsaraan dari kaum musyrikin Quraisy. Kaum Quraisy semakin
meningkatkan gangguannya pada kaum muslimin semenjak mereka tahu adanya
orang-orang dari Madinah yang mendukung misi Rasulullah SAW. Oleh karena itu
Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad SAW segera pindah/hijrah ke Yastrib/Madinah.
Setelah turun perintah hijrah, maka
nabi meninggalkan rumah dan tanah kelahirannya untuk berhijrah ke Madinah
bersama Abu Bakar pada tanggal 12 Rabiul Awal/24 September 622 M yang
sebelumnya telah didahului oleh beberapa orang sahabat. Setelah Nabi Muhammad
hijrah ke Madinah sampai dengan wafatnya Nabi pada tahun 632 M
3.
Hikmah dari Hijrah Nabi ke Madinah
Pelajaran yang dapat diambil dari Hijrah nabi SAW bahwa
Dakwah dan Akidah membutuhkan pengorbanan yang besar sekali. Keduanya memaksa
seorang untuk meninggalkan segala apa yang keduanya memaksa seorang untuk
meninggalkan segala apa yang disenangi baik, harta, keluarga, kawan maupun
tempat kelahiran. Kita telah tahu bahwa kota Mekkah selain sebagai tempat
kelahiran Nabi dan para sahabatnya, kota tersebut merupakan kota yang dirindukan
oleh setiap orang. Karena dikota itulah Ka’bah berada. Dimana setiap orang
pasti menyintainya. Namun demi untuk tegaknya Aqidah dan Dakwah Islamiah
terpaksa Nabi dan para sahabat meninggalkan kota Mekkah beserta keluarga yang
mereka cintai, diwaktu kota tersebut penduduknya tidak menyenangi Islam
Point yang cukup penting dalam berhijrah adalah usaha
maksimal yang dilakukan. ketika kita sudah bertekad untuk berhijrah, maka
sepantasnyalah kita berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan hijrah
itu. Setelah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan
membantu kita dalam menjalani hijrah kita. Contoh nyatanya terdapat pada hijrah
Nabi Muhammad bersama Abu Bakar dari Mekkah ke Madinah. Seperti yang sudah saya
utarakan sebelumnya, hijrah Nabi SAW dilaksanakan dengan perencanaan yang
matang serta usaha yang maksimal. Ketika dikejar kaum kafir, Nabi SAW bersama
Abu Bakar terpaksa bersembunyi di dalam gua. Saat itu, keadaan mereka sungguh
terjepit dan tidak ada usaha lain yang dapat dilakukan selain bersembunyi. Di
dalam gua, Abu Bakar menangis karena khawatir akan keselamatan Nabi yang
terancam. Namun, tidak ada hal lain yang perlu ditakutkan karena Nabi telah
berusaha dan bertawakkal kepada Allah. Tanpa diduga, seekor laba-laba membuat
sarang dengan cepat di pintu masuk gua. Inilah pertolongan Allah bagi
hamba-hambaNya yang telah berusaha. Adanya sarang laba-laba di pintu masuk gua
akan mengelabui orang yang datang bahwasanya tidak mungkin ada orang di dalam
gua. Pertolongan-pertolongan gaib semacam ini akan muncul jika kita memang
telah berusaha secara sungguh-sungguh dalam berhijrah
Perlu kita sadari pula, bahwa keberhasilan kita dalam
berhijrah ditentukan pula oleh seberapa sesuainya diri kita kepada sistem
hijrah yang kita jalani. Misalnya, ketika kita berhijrah untuk rajin solat.
Kita akan berhasil apabila kita melaksanakan sistem hijrah itu dengan baik.
Sistem yang berlaku pada kasus ini adalah seberapa patuhnya kita untuk tetap
melaksanakan solat. Jika dalam menjalani hijrah kita masih saja
“mencuri-curi”untuk tidak solat, artinya kita telah melanggar sistem hijrah
yang ada. Tentunya, hasilnya pun akan percuma. Wallahua’alm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar