PEMBELAJARAN INOVATIF
APA ARTINYA ?
Oleh Suyatno
Saat ini, di kalangan
guru, senantiasa berdengung istilah pembelajaran inovatif. Di mana-mana,
inovatif menjadi barang yang diburu guru untuk diketahui, dipelajari, dan
dipraktikkan di kelas. Seolah-olah, tanpa inovatif, dunia guru tidak harum
namanya. Sebenarnya, pembelajaran inovatif itu apa?
Inovatif (innovative)
yang berarti new ideas or techniques, merupakan kata sifat dari inovasi
(innovation) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata kerja innovate
yang berarti make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in
oerder to make progress. Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang
artinya belajar,atau pembelajaran. Jadi, pembelajaran inovatif adalah
pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan
produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar,
sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar.
Pembelajaran inovatif
juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur
lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu
memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.
Berdasarkan definisi
secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di dalamnya terkandung
makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat seseorang
merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma yang dianutnya dalam
memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang
diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya
diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk
kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai pengganggu kenyamanan
diri,karena pada hakikatnya seseorang secara alamiah lebih mudah terjangkit
virus rutinitas.
Padahal, di dalam
pendidikan, banyak kalangan mengakui bahwa pekerjaan rutin cenderung tidak
merangsang, membuat pendidikan ketinggalan zaman, dan akan mengancam eksistensi
negara dalam perjuangan dan persaingan hidup. Rutinitas kinerja dapat bersumber
dari beberapa faktor yang dianggap menghambat inovasi. Faktor-faktor yang dapat
dikategorikan sebagai penghambat inovasi, adalah: keunggulan inovasi relatif
sulit untuk dijelaskan dan dibuktikan, sering dianggap time dan cost
consumming, pelaksanaan cenderung partial, complexity innovation sering
menghantui orang untuk diam di jalan rutinitas, dan simplification paradigm
dalam innovation dissemination berpotensi mengurangi keyakinan dan pemahaman
bagi para praktisi terhadap inovasi.
Inovasi pembelajaran
muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran
berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama
yang mengalami anomali
menuju paradigma baru yang dihipotesiskan mampu memecahkan masalah. Terkait
dengan perkuliahan di perguruan tinggi, paradigma pembelajaran yang dirasakan
telah mengalami anomali, adalah (1) kecenderungan guru untuk berperan lebih
sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) kuliah terikat dengan
jadwal yang ketat, (3) belajar diarahkan oleh kurikulum, (4)kecenderungan
fakta, isi pelajaran, dan teori sebagai basis belajar, (5) lebih mentoleransi
kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderung kompetitif, (7) kelas menjadi fokus
utama, (8) komputer lebih dipandang sebagai obyek, (9) penggunaan media statis
lebih mendominasi, (10) komunikasi terbatas, (11) penilaian lebih bersifat
normatif. Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap
terjun di masyarakat.
Paradigma pembelajaran
yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru lebih sebagai
fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal
fleksibel,terbuka sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri,
(4) berbasis masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5)
perancangan dan penyelidikan, (6)kreasi dan investigasi, (7) kolaborasi, (8)
fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,(10) presentasi media dinamis, (11)
penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma pembelajaran tersebut diyakini
mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun
di masyarakat.
Dalam proses
pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi
seyogyanya lebih
menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya
sebagai manusia yang
memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming process dalam mengembangkan
kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk
memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar,
seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar
siswa. Tujuan belajar yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic
motivation).
Paradigma pembelajaran
yang mampu mengusik hati siswa untuk membangkitkan mode
mereka hendaknya
menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradigma hati
tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehingga
siswa siap melakukan
olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.
Marzano et al (1993),
memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)sikap dan persepsi yang
positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan baru,
(3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4) penggunaan pengetahuan secara
bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan produktif. Lima
dimensi belajar
tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu melakukan oleh
pikir, rasa, dan raga dalam belajar yang semuanya bersumber dari
dorongan hati yang
paling dalam. Asas quantum teaching (Bobbi de Porter et al.,2001;Bobbi
dePorter,2000)yang menyatakan:“bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan
dunia kita ke dunia mereka”, mungkin perlu diterjemahkan oleh para guru dalam
mengembangkan fasilitas belajar yang mampu mengusik hati siswa untuk lebih
bertanggung jawab terhadap belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan
salah satu kompetensi sikap yang potensial dalam membangun
kompetensi-kompetensi lainya,
seperti berpikir
kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar
bagaimana belajar,
kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian diri. Kompetensikomepetensi
tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia yang adatable,
flexible, dan versatil dalam segala aspek kehidupan yang senantiasa berubah.
Diposkan oleh Dr.
suyatno, M.Pd. di 13:26:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar