Kurikulum Pendidikan

PENDIDIK HARUS TERDIDIK

Bisnis On Line Tanpa Modal

Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2016

KETERAMPILAN PROSES SUATU PENDEKATAN MEMPELAJARI SAINS BAGI ANAK

06.25
KETERAMPILAN PROSES
SUATU PENDEKATAN MEMPELAJARI SAINS BAGI ANAK

A.    HAKIKAT SAINS
Kata Scince berasal dari bahsa latin yang berarti tahu. Sacience berarti suatu cara untuk mengetahui. Sains muncul dari rasa keingin tahuan akan diri kita sendiri, dunia dan alam semesta. Berusaha untuk memamahami nampaknya merupakan factor pendorong yang dominant.
Sains adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah. Dengan kata lain metode ilmiah merupakan cirri khusus yang dapat dijadikan identitas dari sains. Sains dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat mengamati dunia, dimana cara pandang sains terhadap sesuatu berbeda dengan cara pandang biasa. Cara pandang sains bersifat analisis dengan melihat sesuatu secara lengkap dan cermat serta dihubungkannya dengan objek lain.
Bernal dalam bukunya “Sains In History” mengatakan bahwa Untuk dapat memahami sains, ada beberapa aspek yang perlu dipahami yaitu : (1) sains sebagai institusi yaitu eksistensinya di dalam masyarakat merupakan suatu bidang profesi seperti halnya bidang-bidang profesi lainnya (2) sains sebagai metode yang mempunyai langkah-langkah tertentu yang merupakan pola berfikir deduktif maupun induktif , (3) sains sebagai kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun secara logis dan sistematis, (4) sains sebagai factor utama untuk memelihara dan mengembangkan produksi guna kesejahteraan manusia, (5) sains sebagai factor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia terhadap alam semesta dan manusia.
Menurut Nigel, sains dapat dilihat dari tiga aspek yaitu : (1). Tujuan sains  sebagai alat untuk menguasai alam dan untuk memberikan sumbangan kesejahteraan bagi umat manusia, (2). Sains dapat dilihat sebagai suatu pengetahuan yang sistematik dan tangguh dalam arti merupakan suatu hasil atau kesimpulan yang diperoleh dari berbagai peristiwa, (3). Sains dapat dilihat sebagai suatu metode yang merupakan suatu perangkat aturan-aturan untuk memecahkan masalah atau untuk mengetahui penyebab dari suatu kejadian untuk mendapatkan teori atau hukum-hukum ataupun  teori dari objek yang diamati.

B.    KETERAMPILAN PROSES SAINS
Sains adalah studi sistematik tentang alam dan bagaimana alam itu mempengaruhi kehidupan dan lingkungan kita. Pada masa lalu sains hanya didefenisikan sebagai tubuh pengetahuan. Tapi pada defenisi mutakhir sains meliputi pengadobsian metode atau keterampilan tertentu untuk menemukan dan menerapkan pengetahuan ilmiah. Sekarang studi dan praktek tentang sains melibatkan tiga elemen utama yaitu, Sikap, Proses dan Produk.
Sikap Sains membuat seseorang akan memiliki sikap positif termasuk mengembangkan rasa ingin tahu, mampu bekerja sama dengan orang lain, toleran, skeptis, perseverans dan sebagainya. Proses Sains digunakan untuk mengembangkan, menemukan pengetahuan dan menerapkannya. Di dalam melakukan proses sains seseorang membutuhkan keterampilan dalam mengembangkannya. Produk sains merupakan kumpulan informasi, fakta, teori, konsep, dan hukum tentang sains yang telah direkam dan dicatat sebagai pengetahuan ilmiah.
Keterampilan proses sains sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh setiap anak. Bila seorang anak telah terbiasa menerapkan keterampilan proses sains, maka anak tersebut ketika kejenjang yang lebih lanjut akan mudah dalam belajar tingkat tinggi karena telah menguasai keterampilan yang diperlukan seperti penelitian dan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah dan penelitian merupakan Keterampilan Hidup (Life Skill) dan merupakan hasil belajar yang paling tinggi.
Dengan keterampilan proses maka sesorang akan mampu belajar mandiri, mengembangkan diri dan belajar sepanjang hayat. Kesuksesan belajar didalam sains dan disiplin ilmu yang lain merupakan hasil dari penerapan secara berkelanjutan penyelidikan berkaitan dengan subjek yang dipelajari dan menggunakan keterampilan proses.
Keterampilan proses sains sebenarnya bukanlah hal yang baru, sebab semua keterampilan tersebut sadar atau tidak sadar sering kita praktekkan ketika seorang belajar sains. Supaya penerapan keteampilan proses bukan hanya dilakukan tanpa sadar maka perlu kiranya menerapkan pembelajaran sains yang bagus dengan memiliki materi pembelajaran yang juga baik dan tidak seperti “biasanya”.
Dalam pembelajaran sains, lingkungan sebagai sumber belajar dapat berperan memberikan inspirasi dan pendidikan nilai untuk kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Menurut Albert Einstein, sains mengandung nilai praktis, nilai religi, sosial, politik, ekonomi, intelektual dan nilai pendidikan. Sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah lumpuh. Sebagai manusia kita yakin bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isinya mengandung pelajaran bagi manusia. Firman Allah surah Al-Imran ayat 190-191
“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan di dalam pergantian siang dan malam hari terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang disebut Ulil Albab, yaitu orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring dan ia selalu berfikir tentang penciptaan Langit dan Bumi”.

Dengan menggunakan keterampilan proses sains seperti pengamatan, seseorang akan dapat menggali, meniru, dan memilih sumber-sumber pelajaran dari fenomena alam, maka, manusia tidak akan kehabisan ide untuk mensejahterakan kehidupannya yang diimbangi dengan pengembangan kemampuan berfikir, bersikap, dan berperilaku sainstis.
Adanya pembelajaran sains yang dikaitkan dengan nilai-nilai tersebut, diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang kritis, produktif serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berbudaya, beretos kerja, berahlak mulia, berpengetahuan dan menguasai teknologi serta cinta tanah air.

C.    MEMPELAJARI SAINS DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES

Pembelajaran Sains yang baik adalah bila dilakukan seperti bagaimana sains itu ditemukan. Sains adalah karya manusia yang dihasilkan/ ditemukan lewat penyelidikan ilmiah dan menggunakan keterampilan proses sains. Penyelidikan ilmiah didefenisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan atau pertanyaan. Dengan demikian ciri khas metode ilmiah adalah pemecahan masalah melalui pengamatan dan penalaran. Masalah sering kali muncul. Masalah atau pertanyaan sering kali muncul dari hasil pengamatan atau penyelidikan yang dilakukan sebelumnya, penyelidikan ilmiah secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
  














Jawaban pertanyaan dan atau penjelasan tentang masalah merupakan tubuh ilmu (Sains) yang dipelajari oleh orang termasuk siswa. Oleh sebab itu diharapkan pengajaran sains di kelas dapat mengikuti alur penyelidikan ilmiah seperti dibagankan diatas sehingga menghasilkan siswa yang berkualitas serta kuantitas belajar lebih bermakna daripada hanya sekedar menghafal.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan berkualitas bagi anak SD diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran dengan keterampilan proses yang akan melatih dan membiasakan siswa yaitu :
1.    Keterampilan Proses Mengamati (Observasi)
Indera adalah jendela ke dunia, dengan pengamatan siswa dapat belajar tentang fenomena alam (dunia) disekitarnya. Manusia mengamati benda-benda dan peristiwa maupun gejala-gejala di sekitarnya melalui panca indera yang  dimiliki yaitu; mata sebagai indera penglihat, telinga sebagai pendengar, kulit sebagai perasa dan peraba, lidah sebagai indera pengecap dan hidung sebagai indera pembau. Penomena alam (kejadian di dunia) yang diamati oleh anak akan memberikan inspirasi dan pendidikan nilai yang tinggi.
Pengamatan adalah keterampilan proses dasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar sains. Dengan melatih kemampuan pengamatan yang baik siswa akan mampu mengumpulkan data secara akurat dan lengkap serta berkualitas tinggi sehingga memberikan potret yang utuh terhadap objek yang diamati.
Ketika memperoleh informasi lewat inderanya siswa diharapkan termotivasi untuk semakin ingin tahu, bertanya, berfikir dan akan melakukan penafsiran-penafsiran selanjunya akan tergugah rasa ingin tahunya untuk memeproleh jawaban berupa kebenaran melalaui penelitian lebih lanjut untuk menguji apa yang telah difikirkannya. Kemampuan melakukan pengamatan (observasi) pada siswa adalah keterampilan proses paling dasar dalam sains dan sangat penting untuk mengembangkan keterampilan dasar lainnya seperti keterampilan menafsirkan, mengklasifikasi, mengukur dan sebagainya, karena tidak mungkin siswa dapat mengkomunikasikan deskripsi suatu benda atau fenomena dan mengelompokkan benda-benda atau fenomena berdasarkan persamaan dan perbedaan cirinya.
Pengamatan (Observasi) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pengamatn kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif adalah pengamatan yang dilakukan hanya dengan menggunakan alat indera tanpa mengacu kepada satuan pengukuran baku tertentu. Pengamatan kuantitatif adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang mengacu kepada satuan pengukuran baku tertentu. Besaran yang diperoleh dari menghitung/ mencacah termasuk kedalam pengamatan kuantitatif.
Pengamatan kualitatif juga didefenisikan sebagai pengamatan yang dilakukan dengan beberapa atau seluruh indera. Hasil pengamatan ini berupa deskripsi tentang apa yang dilihat, dirasa, dibau, didengar dan apa yang dikecap dari suatu objek yang diamati.
Pengamatan yang hanya menggunakan satu indera saja tidak dapat memberikan deskripsi yang lengkap tentang objek yang diamati. Makin banyak indera yang terlibat dalam proses pengamatan maka, makin lengkaplah deskripsi objek yang diamati. Bentuk, warna, ukuran, dapat diperoleh dengan indera mata, tekstur diamati dengan indera peraba, bau diindera dengan hidung, suara diindera dengan telinga, lidah sebagai indera pengecap dapat merasakan asam, manis, pahit dan asin.
Untuk melatih pengamatan kepada siswa maka perlu diberikan kepada mereka tugas-tugas melakukan pengamatan contoh : dalam pembelajaran Sains di SD Pokok bahasan Tumbuhan dan bagian-bagiannya dapat kita gunakan pendekatan keterampilan proses ini yaitu dengan mengajak anak-anak untuk melakukan observasi diluar kelas, mereka ditugaskan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banykanya terhadap satu tanaman yang ada di dalam pot dengan menggunakan kelima inderanya.
Sebagaian besar observasi yang dilakukan oleh siswa tersebut berupa observasi kualitatif yang hanya memrlukan panca indera untuk mendapatkan informasi berupa : warna daunnya yang hijau, baunya yang tajam, daunnya yang halus dan licin, bila di goyang daunnya gemericik dan seterusnya.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih cermat dari pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan indera, maka kita dapat melatih siswa melakukan pengamatan kuantitatif dengan menggunakan alat ukur tertentu yang akan membantu mengkomunikasikan kuantitas tanaman tersebut secara lebih spesifik dan menjadi dasar untuk membuat perbandingan mislanya : Panjang daunnya, berat buahnya, jumlah buahnya, tinggi rendahnya tanaman dan seterusnya.
Berlatih melakukan pengamatan (Observasi) seperti diatas akan memberikan kemampuan yang lebih kepada anak didik utamanya siswa SD sehingga membiasakan mereka untuk berfikir secara ilmiah dalam memeproleh jawaban yang benar.
2.    Keterampilan Proses Klasifikasi
Klasifikasi merupakan salah satu keterampilan proses yang amat sentral untuk proses pembentukan konsep. Melalui pengamatan siswa dapat mengidentifikasi karakteristik suatu objek. Dengan menggunakan persamaan dan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh sekumpulan objek, siswa dapat melakukan penggolongan. Dengan melakukan penggolongan objek akan lebih mudah dipahami.
Dalam melakukan klasifikasi ada beberapa cara yang dapat ditempuh yaitu :
1.    Klasifikasi Biner yaitu klasifikasi yang dilakukan dengan membagi sekelompok objek menjadi dua kelompok berdasarkan persamaan atau perbedaan ciri tertentu yang membedakannya Contoh : siswa diperhadapkan pada gambar Tumbuhan dan Kelinci kemudian siswa ditugaskan untuk mencari perbedaan kedua objek tersebut.
2.    Klasifikasi bertingkat, yaitu mengelompokkan benda berdasarkan perbedaan-dan persamaanya terus menerus sehingga membentuk sebuah hirarki.
3.    Klasifikasi secara seri, yaitu mengelompokkan benda-benda berdasarkan ciri khusunya dengan cara mengurutkannya mulai dari yang terkecil atau dari yang terbesar.
3.    Keterampilan Proses Komunikasi
Setelah melakukan pengamatan siswa diharapkan mengkomunikasikan hasil pengamatan yang dilakukannya dengan baik melalui indera maupun perasannya secara langsung maupun tidak langsung. Keterampilan dasar komunikasi adalah kemepuan seseorang untuk dapat menagkap atau menyampaikan sebuah informasi berupa
Salah satu cara yang sangat penting untuk melatih siswa agar terampil berkomunikasi adalah melalui penugasan menulis jurnal sains dalam bentuk membuat laporan hasil pengamatan yang meliputi:
1) mendeskripsikan ciri-ciri suatu objek,
2) merangkum informasi dari hasil bacaan,
3) menjelaskan data yang diperoleh dari grafik, gambar atau table,
4) menyajikan data dalam bentuk grafik, table atau uraian,
5) menjelaskan/ menceritakan hasil pengamatan.
4.    Keterampilan Proses Bertanya
Sebuah pertanyaan adalah kalimat interogatif yang membutuhkan jawaban yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana, jelas, langsung, yang dapat dimengerti. Sebuah pertanyaan yang baik apabila merangsang untuk berfikir dan disesuaikan dengan umur, kemampuan dan minat.
Apabila menginginkan siswa untuk bertanya maka perlu diberi : 1) stimulus yaitu rangsangan yang berhubungan langsung dengan materi sehingga membangkitkan keingintahuan siswa dan memebrikan kesempatan untuk mencarinya dimana indicator yang terbaik apabila siswa bertanya secara spontan sehingga guru hanya membutuhkan sedikit usaha untuk mengembangkan diskusi selanjutnya. 2) menjadi model, bahwa pertanyaan yang dikemukakan guru adalah suatu contoh/ model, dengan cara membangun suasana/kegiatan kelas yang yang berkaitan dengan topic yang sedang dibahas atau dengan kata lain mengembangkan suasana kelas yang menghargai semua orang bertanya.
Kesempatan bertanya dapat didorong dengan :
-    Menggunakan jam-jam di kelas dengan membagi pemikiran-pemikiran dan bertanya apabila siswa sedang membicarakan sesuatu yang menarik perhatian mereka
-    Meminta siswa mengajukan pertanyaan mingguan dan memberi ganjaran apabila cara mengajukan perrtanyaan mereka meningkat lebih baik
-    Membantu siswa menulis daftar pertanyaan tentang hal-hal yang telah dipelajari.
5.    Keterampilan Proses Melakukan Percobaan
Percobaan yang dimaksud disini adalah melakukan percobaan sederhana dalam rangka melakukan pembuktian terhadap apa saja yang dipikirkan oleh siswa. Eksperimen adalah usaha sistematik yang direncanakan untuk menghasilkan data dalam rangka menjawab atau menguji suatu pertanyaan awal siswa (hopotesis). Untuk itulah siswa dapat dilatih melakukan suatu percobaan sedarhana dengan terlebih dahulu diberi stimulus agar mampum menjawab sebuah pertanyaan dalam bentuk dugaan-dugaan sementara.
Contoh :
Siswa diajak untuk melakukan percobaan mengetahui kandungan zat di dalam bahan makanan yang sering meraka makan setiap hari, misalnya nasi, roti, telur, kacang, atau bahan makanan lainnya dengan terlebih dahulu menanyakan mengapa kita harus makan? Apakah sebenarnya zat yang dikandung oleh bahan makanan? Dan setrusnya sehingga dapat dilakukan pembuktian yang berasal dari jawaban siswa.
D.    KESIMPULAN
Diharapkan dalam pengajaran sains di kelas dapat mengikuti alur penyelidikan ilmiah seperti yang dibahas diatas sehingga menghasilkan siswa yang berkualitas serta kuantitas belajar lebih bermakna daripada hanya sekedar menghafal.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan berkualitas bagi anak SD diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran dengan keterampilan proses yang meliputi :
1.    Keterampilan Proses Mengamati (Observasi)
2.    Keterampilan Proses Klasifikasi
3.    Keterampilan Proses Komunikasi
4.    Keterampilan Proses Bertanya
5.    Keterampilan Proses Melakukan Percobaan Sederhana
Dengan membiasakan anak dalam menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam belajar Sains akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap proses pembelajaran agar lebih bermakna dan mudah diterima.














DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Muslimin. 2003. Kerja Ilmiah : Pengamatan (Observasi). Modul Pelatihan Terintegrasi  Guru-Guru Mata Pelajaran Biologi. Direktorat PLP Depdiknas. Jakarta


Ibrahim, Muslimin. 2003. Kerja Ilmiah : Klasifikasi. Modul Pelatihan Terintegrasi  Guru-Guru Mata Pelajaran Biologi. Direktorat PLP Depdiknas. Jakarta


Mustofa, Agus. 2003. Pusaran Energi Ka’bah. PADMA Press. Surabaya.

Susilo, Herawati. 2003. Kerja Ilmiah : Komunikasi. Modul Pelatihan Terintegrasi  Guru-Guru Mata Pelajaran Biologi. Direktorat PLP Depdiknas. Jakarta


Susilo, Herawati. 2003. Kerja Ilmiah : Bertanya. Modul Pelatihan Terintegrasi  Guru-Guru Mata Pelajaran Biologi. Direktorat PLP Depdiknas. Jakarta

Pengertian Metode dan Macam-Macam Model Pembelajaran

06.21
METODE PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran ialah proses belajar mengajar (PBM) atau proses komunikasi dan kerjasama guru dan siswa dalam mencapai sasaran dan tujuan pendidikan-pengajaran. Pembelajaran juga merupakan proses pengembangan sikap dan kepribadian siswa melalui berbagai tahap dan pengalaman. Proses pembelajaran ini berlangsung melalui berbagai metode dan multi-media sebagai cara dan alat menjelaskan, menganalisis, menyimpulkan, mengembangkan, menilai dan menguasai (memakai: mengamalkan/aplikasi) pokok bahasan (thema) sebagai perwujudan pencapaian sasaran (tujuan).

A. Alasan Penentuan Metode
Metode belajar-mengajar adalah bagian utuh (terpadu, integral) dari proses pendidikan-pengajaran. Metode ialah cara guru menjelaskan suatu pokok bahsan (thema, pokok masalah) sebagai bagian kurikulum (isi, materi pengajaran), dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pengajaran (tujuan institusional, tujuan pembelajaran umum dan khusus). Proses pembelajaran, atau PBM sebagai kerjasama guru-siswa, secara psiko-pedagogis mengutamakan oto-aktivitas siswa (kemandirian, KBS) sebagai bekal pendewasaan diri mengembangkan kemampuan dan penguasaan bidang pengetahuan (bidang studi, mata pelajaran). Artinya, dalam PBM peran guru lebih bersifat tut-wuri handayani, berjalan bersama (bekerjasama, komunikasi, dialog dan hubungan akrab) guru siswa, ialah suasana pembelajaran di dalam dan di luar kelas.
PBM dan kerjasama guru-siswa mencapai sasaran dan tujuanbelajar, ialah melalui cara atu metode, yang pada hakekatnya ialah jalan mencapai sasaran dan tujuan pendidikan-pengajaran. Jadi, alasan atau nalar guru memilih/menetapkan suatu metode dalam PBM (proses intruksional) ialah:
1) metode ini seseuai dengan pokok bahasan, dalam makna lebih menjadi mencapai sasaran dan tujuan instruksional
2) metode ini menjadi kegiatan siswa dalam belajar (KBS, kemandirian) dan meningkatkan motivasi atau semangat belajar
3) metode ini memperjelas dasar, kerangka, isi dan tujuan dari pokok bahasan, sehingga pemahaman siswa makin jelas
4) metode dipilih guru dengan asas di atas berdasarkan pertimbangan praktis, rasional dikuatkan oleh kiat dan pengalaman guru mengajar
5) metode yang berdayaguna, belum tentu tunggal, jadi suatu metode dapat digunakan secara kombinasi (sintesis terpadu) dan dilengkapi dengan media tertentu, bahkan multi-media. Dasar pertimbangan ialah sasaran dan tujuan pendidikan pengajaran.

B. Uraian Metode
1. Metode Ceramah
a. Pengertian
Metode ceramah ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan) oleh guru kepada siswa. Metode ceramah bervariasi merupakan cara penyampaian, penyajian bahan pelajaran dengan disertai macam-macam penggunaan metode pengajaran lain, seperti tanya jawab dan diskusi terbatas, pemberian tugas dan sebagainya.

b. Alasan penggunaan:
1) agar perhatian siswa tetap terarah selama penyajian berlangsung
2) penyajian materi pelajaran sistimatis (tidak berbelitbelit)
3) untuk merangsang siswa belajar aktif
4) untuk memberikan feed back (balikan)
5) untuk memberikan motivasi belajar

c. Tujuan
Metode ceramah digunakan dengan tujuan untuk:
1) menyampaikan informasi atau materi pelajaran
2) membangkitkan hasrat, minat, dan motivasi siswa untuk belajar
3) memperjelas materi pelajaran

d. Manfaat
Metode ceramah dapat digunakan dalam hal:
1) jumlah siswa cukup besar
2) sebagai pengantar atau menyimpulkan materi yang telah dipelajari
3) waktu yang tersedia terbatas, sedang materi yang disampaikan cukup banyak
Tujuan dan manfaat penggunaan metode ceramah dan ceramah bervariasi adalah untuk mengurangi kelemahankelemahan
tersebut antara lain:
1) siswa pasif, kegiatan belajar mengajar berpusat pada guru, sehingga mengurangi daya kreativitas dan aktivitas siswa
2) mudah menimbulkan salah tafsir, salah faham tentang istilah tertentu tanpa mengetahui artinya (verbalisme)
3) melemahkan perhatian dan membosankan siswa, apabila ceramah diberikan dalam waktu yang cukup lama
4) guru tidak segera memperoleh umpan balik tentang penguasaan materi yang disampaikan

e. Langkah-langkah penggunaan.
Langkah-langkah penggunaan metode ceramah bervariasi, disesuaikan dengan metode-metode yang dipakai sebagai variasi, contoh penggunaan metode tanya-jawab dan diskusi sebagai variasi:
1) Persiapan
a) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) menyusun urutan penyajian materi untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus yang sudah ditetapkan
c) merumuskan materi ceramah secara garis besar
d) bila materi ceramah terlalu luas, dapat dibagi menjadi beberapa penggalan
e) disarankan materi ceramah diperbanyak untuk dimiliki tiap siswa
2) Pelaksanaan
a) menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran khusus (TPK) yang ingin dicapai sesudah pelajaran berakhir
b) menjelaskan kepada siswa pelaksanaan metode ceramah bervariasi, misalnya: ceramah yang disertai
dengan tanya jawab, diskusi kelompok kecil dan ditutup dengan laporan kelas.
c) membagikan materi ceramah kepada siswa
d) menyajikan materi ceramah
e) Tanya jawab
f) Guru mengkomunikasikan hal-hal yang harus didiskusikan dalam kelompok kecil, waktu yang disediakan untuk diskusi
g) Pembentukan kelompok kecil terdiri dari lima atau tujuh orang
h) Pelaksanaan diskusi kelompok dalam batas waktu yang sudah ditetapkan
i) Membuat kesepakatan satu kelompok untuk melaporkan dimuka kelas, kelompok-kelompok yang lain sebagai pengulas
j) Penyampaian laporan kelompok-kelompok yang telah ditetapkan
k) Mengatur jalannya penglasan oleh kelompokkelompok yang lain
l) Diskusi kelas berakhir

2. Metode Tanya jawab
a. Pengertian
Metode tanya jawab adalah suatu cara untuk emnyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan dari guru yang harus dijawab oleh siswa atau sebaliknya (pertanyaan dari siswa yang harus dijawab oleh guru) baik secara lisan atau tertulis. Pertanyaan yang diajukan mengenai isi pelajaran yang sedang diajarkan guru atau pertanyaan yang lebih luas, asal berkaitan dengan pelajaran atau pengalaman yang dihayati. Melalui dengan tanya jawab akan memperluas dan memperdalam pelajaran tersebut.

b. Alasan Penggunaan
1) untuk meninjau pelajaran yang lain
2) agar siswa memusatkan perhatian terhadap kemajuan yang telah dicapai sehingga dapat melanjutkan
pelajaran berikut
3) untuk menangkap perhatian siswa serta memimpin pengamatan dan pemikiran siswa

c. Tujuan
Metode tanya jawab digunakan dengan tujuan untuk:
1) mengetahui penguasaan bahan pelajaran melalui ingatan dan pengungkapan perasaan serta sikap siswa tentang fakta yang dipelajari, didengar atau dibaca
2) mengetahui jalan berpikir siswa secara sistematis dan logis dalam memecahkan masalah (cara berpikir siswa tidak meloncat-loncat dalam menangkap dan
memecahkan suatu masalah).
3) Memberikan tekanan perhatian pada bagian-bagian pelajaran yang dipandang penting serta mampu menyimpulkan dan mengikutsertakan pelajaran sehingga mencapai perumusan yang baik dan tepat.
4) Memperkuat lagi kaitan antara suatu pertanyaan dengan jawabannya sehingga dapat membantu tumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran dan mengembangkan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya.
5) Membiasakan siswa mengenal bentuk dan jenis pertanyaan serta jawabannya yang benar dan tepat.

d. Manfaat penggunaan metode tanya jawab
1) pertanyaan dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa, serta mampu menghubungkan pelajaran lama dengan yang baru
2) pertanyaan ingatan yang meminta jawaban yang bersifat pengungkapan kembali dapat memperkuat ingatan (assosiasi) antara pertanyaan dengan jawaban
3) pertanyaan pikiran yang meminta jawaban yang harus dipikirkan, menafsirkan, menganalisis dan menarik kesimpulan dapat mengembangkan cara-cara beripikir logis dan sistematis
4) pertanyaan dapat mengurangi proses lupa karena jawaban yang diperoleh atau dikemukakan dioleh dalam suasana yang serius dan pemusatan perhatian terhadap jawaban. Apabila jawaban dibenarkan oleh guru, maka rasa gembira tersebut akan memperkuat jawaban itu tersimpan dalam iengatan siswa
5) jawaban yang salah segera dapat dikoreksi
6) pertanyaan akan merangsang siswa beripikir dan memusatkan perhatian pada satu pokok perhatian
7) pertanyaan dapat membangkitkan hasrat melakukan penyelidikan yang mengarahkan siswa beripikir secara ilmiah
8) pertanyaan fakta atau masalah dapat mengarahkan belajar seperti yang dituju oleh suatu mata pelajaran yang dapat membantu siswa mengetahui bagian-bagian yang perlu diketahui dan diingat
9) pertanyaan dapat digunakan untuk tujuan latihan dan mengulang
10)siswa belajar menjawab pertanyaan dengan benar, baik isi jawaban maupun susunan bahasa yang  dipergunakan untuk mengekspresikan perasaan dan ide-ide atau pikirannya sehingga dapat didengar, ditelaah dan dinilai oleh guru
11)siswa juga diajak berani bertanya untuk kepentingan proses belajar mengajar dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu siswa belajar mengemukakan pertanyaan yang layak dan menghargai pertanyaan orang lain
12)pertanyaan-pertanyaan oleh guru atau siswa dapat menimbulkan suasana kelas hidup dan gembira
13)siswa memperoleh kesempatan ikut berpartisipasi dalam proses kegiatan belajar mengajar
14)dari jawaban-jawaban yang diperoleh, dapat merupakan umpan balik bagi guru mengenai pengetahuan, sikap dan sifat-sifat siswa serta hasil proses belajar mengajarnya.

e. Langkah-langkah penggunaan
1) Persiapan
a) menentukan topik
b) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) menyusun pertanyaan-pertanyaan secara tepat sesuai dengan TPK tertentu
d) mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan siswa

2) Pelaksanaan
a) menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) mengkomunikasikan penggunaan metode Tanya jawab (siswa tidak hanya bertanya tetapi juga menjawab pertanyaan guru maupun siswa yang lain)
c) guru memberikan permasalahan sebagai bahan apersepsi
d) guru mengajukan pertanyaan keseluruh kelas
e) guru harus memberikan waktu yang cukup untuk memikirkan jawabannya, sehingga dapat merumuskan secara sistematis
f) tanya jawab harus berlangsung dalam suasana tenang, dan bukan dalam suasana yang tegang dan penuh persaingan yang tak sehat di antara para siswa
g) pertanyaan dapat ditujukan pada seorang siswa atau seluruh kelas, guru perlu menggugah siswa yang pemalu atau pendiam, sedangkan siswa yang pandai dan berani menjawab perlu dikendalikan untuk memberi kesempatan pada yang lain
h) guru mengusahakan agar setiap pertanyaan hanya berisi satu masalah saja
i) pertanyaan ada beberapa macam, yaitu pertanyaan pikiran, pertanyaan mengungkapkan kembali pengetahuan yang dikuasai, dan pertanyaan yang meminta pendapat, perasaan, sikap, serta pertanyaan yang hanya mengungkapkan fakta-fakta saja. Beberapa cara mengajukan pertanyaan:
1. gunakan variasi pertanyaan yang terbuka dan tertutup
2. gunakan bahasa yang baik dan benar serta pilihlah kata-kata secara cermat
3. dengarkan baik-baik jawaban anak-anak
4. sikap mengatakan dengan kata-kata lain pertanyaanpertanyaan anak dan mengarahkannya kembali
5. jaga pertanyaan supaya pendek dan sederhana
6. mulailah dari apa yang sudah diketahui murid-murid
7. akui bila anda sendiri tidak tahu, tetapi kemudian usahakan mendapatkan jawabannya
8. angkat tangan dan seorang tiap kali untuk mendapat jawaban
9. berikan setiap orang kesempatan untuk menjawab pada waktu tertentu
10.waspada terhadap pengalihan perhatian atau jawaban yang "tolol" dan usahakan untuk meredamnya
11.gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti
12.jagalah agar pertanyaan itu singkat (Sumber: E.C Wragg, ketrampilan mengajar di Sekolah Dasar, diterjemahkan/disadur oleh: Anwar Jasin, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 1997)

3. Metode Diskusi
a. Pengertian.
Metode diskusi adalah suatu penyajian bahan pelajaran dengan cara siswa membahas, dengan bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk memperoleh suatu pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti tentang topik/sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama

b. Alasan penggunaan.
Di dalam kehidupan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, diskusi banyak digunakan sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah dan telah menjadi bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu metode ini dipandangn penting dikembangkan oleh guru di sekolah

c. Tujuan
Tujuan penggunaan metode diskusi adalah agar siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan cara membahas dan memecahkan masalah tertentu

d. Manfaat penggunaan metode diskusi untuk:
1) menumbuhkan dan membina sikap serta perbuatan siswa yang demokratis
2) menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan cara berpikir kritis, analitis, dan logis
3) memupuk rasa kerjasama, sikap toleransi dan rasa sosial
4) membina kemampuan untuk mengemukakan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar

e. Langkah-langkah penggunaan
1) Persiapan
a) menentukan topik yang akan didiskusikan
b) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) merumuskan masalah yang akan didiskusikan
d) menentukan waktu dan pengaturan kelompok diskusi

2) Pelaksanaan
a) membuat struktur kelompok (pimpinan, sekretaris, anggota)
b) menjelaskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) membagi-bagi tugas, dan memberikan pengarahan diskusi
d) memberikan rangsangan dan membantu siswa untuk berpartisipasi
e) mencatat ide dan saran-saran yang penting
f) kelompok-kelompok membuat hasil diskusinya dan disampaikan dalam diskusi antar kelompok
g) hasil diskusi antar kelompok dilaporkan kepada guru atau pimpinan dikusi dalam bentuk tertulis

4. Metode Observasi
a. Pengertian
Observasi ialah metode atau cara-cara menganalisa dan mengadakan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode ini ditandai pada umumnya dengan pengamatan apa yang benar-benar dilakukan oleh individu dan membuat pencatatan-pencatatan secara obyektif mengenai apa yang diamati Secara garis besar metode observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Structured orm controller observation (observasi yang direncanakan, atu tes kontrol)
b) Strukctures or informal observation (observasi informal atau tidak direncanakan lebih dahulu) Pada observasi yang direncakan, biasanya pengamat menggunakan blangko-blangko daftar isian yang telah disusun dan didalamnya telah dicantumkan aspek-aspek atau gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan dilakukan. Sedangkan pada observasi yang tidak direncanakan pada umumnya pengamat belum atau tidak mengetahui sebelumnya apa sebenarnya yang harus dicatat dalam pengamatan itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya.

b. Alasan penggunaan metode observasi
Metode observasi sebagai cara belajar mengajar dipandang efektif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini didasari pemikiran bahwa dalam metode observasi ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan belajar mengajar, karena:
1) melatih siswa untuk peka terhadap peristiwa atau gejala yang tejadi dalam lingkungannya
2) metode observasi dapat mencatat data atau gejala-gejala yang terjadi, maka dapat digunakan untuk melatih siswa dalam mengadakan evaluasi. Tentunya peristiwa atau gejala-gejala yang dicatat akan dipadukan dengan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas
3) melatih siswa untuk mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan nilai-nilai moral yang diperoleh di kelas
4) memperluas cakrawala siswa mengenai nilai-nilai moral atau ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dipadukan dengan kenyataan.

c. Tujuan
Tujuan digunakan metode observasi adalah:
1) untuk melengkapi pengetahuan yang diperoleh di sekolah dan di kelas
2) untuk melihat, mengamati dan menghayatinya secara langsung dan nyata mengenai obyek tertentu
3) untuk menanamkan nilai moral pada siswa

d. Manfaat
1) menambah wawasan bagi siswa mengenai peristiwa, gejala atau kejadian yang terjadi dalam lingkungannya atau obyek yang diamati
2) melatih kecerdasan dan kepekaan siswa terhadap kejadiankejadian yang ada dilingkungannya
3) menanamkan nilai moral pada siswa

e. Langkah-langkah penggunaan
Penggunaan metode observasi secara umum meliputi:
1) tahap persiapan atau perencanaan
a) menetapkan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) menetapkan obyek yang akan diobservasi
c) menentukan alat/instrumen peroleh data dalam mengadakan observasi
d) membuat instrumen untuk mengadakan observasi

2) tahap pelaksanaan
a) siswa secara langsung menuju obyek yang diobservasi
b) siswa mengadakan pengamatan terhadap obyek yang diobservasi
c) siswa mengadakan pencatatan terhadap peristiwa, kejadian-kejadian atau gejala-gejala yang terjadi
d) mendiskusikan hasil pengamatan dengan tim
e) menyusun laporan sebagai hasil observasi

5. Metode Peragaan
a. Pengertian:
Metode peragaan adalah cara penyajian materi pelajaran melalui peragaan. Kegiatan peragaan dapat berupa meragakan cara kerja, perilaku tertenu dan sebagainya

b. Alasan penggunaan:
Hasil belajar yang akan diperoleh khususnya aspek psikomotorik lebih mudah dicapai dengan melibatkan siswa secara aktif melalui kegiatan peragaan

c. Tujuan:
Penggunaan metode peragaan dengan tujuan:
1) untuk memperjelas cara kerja sesuatu, atau perilaku tertentu
2) untuk memperjelas konsep/pengertian sesuatu

d. Manfaat:
1) siswa memperoleh kejelasan mengenai cara kerja sesuatu (mengembangkan aspek motorik)
2) siswa memperoleh kejelasan contoh perilaku tertentu (menanamkan aspek afektif)
3) siswa memperoleh kejelasan mengenai pengertian/konsep mengenai sesuatu

e. Langkah Penggunaan:
1) Persiapan:
a) guru menyiapkan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) guru menyiapkan alat yang akan diperagakan
c) guru menyiapkan/merancang pola interaksi dalam kegiatan belajar mengajar

2. Pelaksanaan:
a) guru mengemukakan secara singkat materi pelajaran
b) guru menjelaskan proses dan langkah-langkah penggunaan metode ini
c) guru menjelaskan perilaku tertentu yang akan diragakan
d) siswa melakukan kegiatan peragaan
e) guru bersama siswa mengevaluasi pelaksanaan kegiatan peragaan
f) pengambilan kesimpulan
Catatan:
Bilamana peragaan mengenai cara kerja sesuatu alat, maka perlu disiapkan alat yang dimaksud.

6. Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah)
a. pengertian :
Adalah suatu metode atau cara penyajian pelajaran dengan cara siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan, baik secara individual atau secara kelompok Pada metode ini titik berat diletakkan pada pemecahan masalah secara rasional, logis, benar dan tepat, tekanannya pada proses pemecahan masalah dengan penentuan alternatif yang berguna saja Metode ini baik untuk melatih kesanggupan siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, mengingat tidak ada manusia yang dapat terlepas dari kesulitan atau masalah yang harus diselesaikan secara rasional

b. Alasan penggunaan
1) Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja
2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, hal ini merupakan kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia
3) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif danmenyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan proses runtut dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencapai pemecahannya.

c. Tujuan:
Tujuan penggunaan metode problem solving (pemecahan masalah) adalah sebagai berikut:
1) Mencari jalan keluar dalam menghadapi masalah-masalah secara rasional
2) Dalam memecahkan masalah dapat dilakukan secara individual maupun secara bersama-sama
3) Mencari cara pemecahan masalah untuk meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri.

d. Manfaat:
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan metode problem solving (pemecahan masalah) antara lain:
1) Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara obyektif dan rasional
2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis dan analitis
3) Mengembangkan sikap toleransi terhadap orang lain serta sikap hati-hati dalam mengemukakan pendapat
4) Memberikan pengalaman proses dalam menarik kesimpulan bagi siswa

e. Langkah-langkah Penggunaan
1) Persiapan
a) Menentukan permasalahan sebagai topik. Topik ini dapat ditentukan dengan cara menyajikan masalah yang jelas, yang menimbulkan pertanyaan ingin tahu sehingga mendorong untuk pemecahannya. Masalah ini harus tumbuh dan sesuai dengan taraf kemampuan serta kecerdasan siswa
b) Merumuskan Tujuan pembelajaran Khusus (TPK)
c) Merumuskan langkah-langkah pemecahan masalah
d) Menentukan kriteria pemilihan pemecahan masalah yang terbaik

2) Pelaksanaan
a) Menjelaskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) Menjelaskan pemecahan masalah
c) Merumuskan permasalahan
d) Menelaah permasalahan
e) Membuat dan merumuskan hipotesa
f) Menghimpun, mengelompokkan data sebagai bahan hipotesis
g) Pembuktian hipotesis
h) Menentukan pilihan pemecahan dan keputusan

7. Metode Karyawisata
a. Pengertian
Metode karyawisata ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa murid langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas.
Karya= kerja, wisata= pergi Karyawisata = pergi bekerja.
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa mempelajari suatu obyek di tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat dilakukan dalam waktu singkap beberapa jam saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.

b. Alasan Penggunaan Metode Karyawisata
1) Obyek yang akan dipelajari tidak dapat dibawa kedalam kelas karena, misalnya:
a) terlalu besar/berat
b) berbahaya
c) akan berubah bila berpindah tempat
d) obyek terdapat di tempat tertentu
2) Kepentingan siswa dalam rangka melengkapi proses belajar mengajar

c. Tujuan penggunaan metode karyawisata antara lain:
1) untuk melengkapi pengetahuan yang diperoleh di sekolah atau kelas
2) untuk melihat, mengamati, menghayati secara langsung dannyata mengenai obyek tersebut
3) untuk menanamkan nilai moral pada siswa

d. Manfaat Penggunaan
1) siswa memperoleh pengalaman yang nyata mengenai obyek studi dalam kegiatan karyawisata
2) dapat memberikan motivasi untuk mendalami materi pelajaran

e. Langkah-langkah Penggunaan
Penggunaan metode karyawisata secara umum meliputi dua tahap:
1) Tahap persiapan atau perencanaan, meliputi:
a) Menetapkan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b) Menetapkan obyek karyawisata
c) Menetapkan besarnya siswa yang ikut karyawisata
d) Menetapkan biaya, transportasi, keamanan dan sebagainya
e) Mengadakan hubungan dengan sasaran
f) Memilih cara-cara untuk memperoleh data selama karyawisata, misal dengan metode interview, observasi dan sebagainya. Dan menyusun cara laporan karyawisata
g) Pemantapan rencana

2) Tahap pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam obyek wisata:
a) Mengadakan pertemuan dengan pimpinan atau penguasa
b) Siswa secara teratur melihat, mengamati, menanyakan, mencatat dan sebagainya tentang obyek wisata
c) Selesai mengadakan pengamatan obyek, murid dikumpulkan, dan kalau mungkin diadakan Tanya jawab dan diskusi dengan petugas obyek wisata

8. Metode Inkuiri
a. Pengertian
 Inkuiri adalah suatu kegiatan dan penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan, keyakinan tertentu melalui proses berpikir atau penalaran secara teratur, runtut dan bisa diterima oleh akal. Metode inkuiri merupakan kegiatan belajar-mengajar di mana siswa dihadapkan pada suatu keadaan atau masalah untuk kemudian dicari jawaban atau kesimpulannya. Jawaban atau kesimpulan tersebut belum tentu merupakan pemecahan atas masalah atau keadaan yang dihadapi. Dapat juga jawaban tersebut hanya sampai pada tingkat menemukan hal-hal yang menyebabkan timbulnya keadaan atau masalah tersebut. Dan hal inilah yang membedakan antara metode inkuiri dengan metode pemecahan masalah (Problem Solving) yang lebih menitik beratkan pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa. Kegiatan inkuri dilakukan secara perorangan, kelompok ataupun seluruh kelas (klasikal), baik dilakukan dalam kelas ataupun di luar kelas. Inkuiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti diskusi antar siswa, tanya jawab antar guru dengan murid, dan sebagainya. Pelaksanaan metode inkuiri dapat dimaksudkan untuk mencari jawaban tertentu yang sudah pasti ataupun kemungkinan pilihan (alternatif) jawaban atas masalah tertentu.

b. Alasan rasional penggunaan metode inkuiri
Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya didorong untuk mengamati, mengalami dan memahami suatu konsep, pengertian yang terdapat dalam lingkungan kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu keingintahuan siswa untuk mendapatkannya, guru dapat menggunakan metode inkuiri dalam proses pembelajaran

c. Tujuan
Penggunaan metode inkuiri bertujuan:
1) Mengembangkan sikap, keterampilan, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat ( obyektif)
2) Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat dan nalar (kritis, analitis dan logis)

d. Manfaat
1) Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curriousity)
2) Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif) maupun sikap (afektif)

e. Langkah-langkah
Seperti telah dikemukakan di muka ada berbagai cara dalam berinkuiri. Dalam hal inkuiri dilakukan dengan Tanya jawab, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Persiapan:
a) Merumuskan permasalahan sebagai topik
b) Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) Menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri

2) Pelaksanaan:
Agar kegiatan mencapai tujuan yang ditentukan, maka hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang akan dicara jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru hendaknya menjelaskan pokok permasalahannya dan tujuan yang ingin dicapai
b) Guru hendaknya memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berdiskusi, mengemukakan kemungkinan pilihan jawaban ataupun bertanya. Guru hanya membatasi agar jangan keluar dari pokok pembicaraan
c) Guru diharapkan mampu untuk memberikan pertanyaan pancingan, bilamana siswa kurang mampu menganalisa masalah
d) Guru mengawasi, membatasi agar kegiatan siswa tidak menyimpang dari nilai-nilai, seperti nilai agama, Pancasila, dan sebagainya
e) Guru tidak memberikan jawaban langsung atas masalah yang dihadapi

9. Metode Mengarang (Ekspresi)
a. Pengertian:
Mengarang: Cara belajar mengajar untuk mendorong dan membuat siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menciptakan suatu alternatif dari pokok masalah (thema) yang mengandung nilai-nilai tertentu.

b. Alasan pengunaan metode mengarang:
Terutama untuk mengembangkan dan melatih daya piker dan cipta/imajinasi siswa atas nilai yang menjadi tujuan dalam pokok bahasan

c. Tujuan:
Metode mengarang bertujuan untuk mengembangkan:
1) Sikap kemandirian
2) Daya cipta dan daya pikir siswa

d. Manfaatnya, terutama untuk:
1) Media ekspresi pikiran dan wawasan (estetis) siswa
2) Mengembangkan kemampuan menulis dan penguasaan cara komunikasi secara rasional dan tertulis
3) Mengembangkan daya analisis-rasional
4) Memahami dan memecahkan pokok masalah dan thema secara wajar dan ideal

e. Langkah-langkah pengunaan
1) Persiapan
a) Menetapkan TPK
b) Menetapkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam mengarang
c) Mengarahkan cara penulisan yang baik

2) Pelaksanaan
Metode mengarang secara garis besarnya melalui tahapan:
a) Menjelaskan kepada siswa tujuan mengarang
b) Menetapkan pokok bahasan (thema)
c) Petunjuk pola kerja dan sistematika karangan
d) Pelaksanaan (siswa bekerja, menulis)
e) Laporan (mengumpulkan naskah karangan, untuk dimiliki guru)

10. Metode Pemberian Tugas
a. Pengertian
Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan. Metode pemberian tugas, dianjurkan antara lain untuk mendukung metode ceramah, inkuiri, VCT. Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun kelompok.

b. Alasan/Rasional Penggunaan
Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya didorong untuk melakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh karena itu metode pemberian tugas dapat dipergunakan untuk mendukung metode pembelajaran yang lain.

c. Tujuan
Penggunaan metode pemberian tugas bertujuan:
1) menumbuhkan proses pembelajaran yang eksploratif
2) mendorong perilaku kreatif
3) membiasakan berpikir komprehensif
4) memupuk kemandirian dalam proses pembelajaran

d. Manfaat
Metode pemberian tugas yang digunakan secara tepat dan terencana dapat bermanfaat untuk:
1) menumbuhkan kebiasaan belajar secara mandiri dalam lingkungan bersama (kolektif) maupun sendiri
2) melatih cara mencari informasi secara langsung dari sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat
3) menumbuhkan suasana pembelajaran yang menggairahkan (rekreatif)

e. Langkah-langkah Penggunaan
1) Tahap persiapan
a) pada langkah awal, guru menentukan kegiatan yang akan ditugaskan, misalnya: membuat ikhtisar
karangan, mengumpulkan gambar, menyusun kliping, melakukan observasi, dan lain-lain
b) guru menetapkan topik, dan nilai-nilai yang ingin dikembangkan melalui macam penugasan kepada
para siswa
c) menetapkan kelompok-kelompok dan waktu (penugasan pelaksanaan)

2) Tahap pelaksanaan
a) siswa secara sendiri-sendiri atau kelompok melaksanakan tugas yang telah ditentukan
b) guru membimbing atau mengawasi selama kegiatan penugasan berlangsung

3) Tahap penyelesaian
a) siswa secara individual atau kelompok menyerahkan hasil penugasan kepada guru
b) guru memilih hasil penugasan untuk disampaikan dan dibahas dalam kelas
c) guru memberikan penilaian tehadap hasil penugasan

11. Metode Simulasi
a. Pengertian
Simulasi berasal dari kata "Simulate" artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah. Simulation juga berarti tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja. Simulasi sebagai metode penyajian adalah suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat suatu prinsip atau keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan (tidak sesungguhnya). Dengan simulasi memungkinkan siswa mampu menghadapi kenyataan yang sesungguhnya atau mempunyai kecakapan bersikap dan bertindak sesuai dengan situasi sebenarnya

b. Alasan penggunaan
Alasan pemilihan metode simulasi, untuk memudahkan siswa dan guru "mengalami" pola atau model kehidupan dan nilai praktis dari suatu pokok masalah tanpa langsung ke dalam suasana alamiah (yang sebenarnya).

c. Tujuan
Metode simulasi digunakan untuk:
1) melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat keahlian (profesional) maupun keterampilan dalam hidup sehari-hari
2) memperoleh pemahaman tentang suatu pengertian (konsep) atau prinsip
3) latihan memecahkan masalah

d. Manfaat
Metode simulasi dapat untuk:
1) meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan melibatkan diri dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian yang sebenarnya
2) memberikan motivasi untuk bekerja sama dalam kelompok
3) melatih siswa untuk bekerja sama dalam kelompok
4) menimbulkan dan memupuk daya imaginasi siswa
5) melatih siswa untuk memahami dan menghargai pendapat, peran orang lain Agar penggunaan metode simulasi mencapai tujuan dan manfaat yang diinginkan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) tiap siswa atau kelompok siswa mendapat kesempatan yang sama untuk melakukan simulasi
2) tiap siswa terlibat langsung dalam peranannya masingmasing
3) simulasi dimaksudkan untuk latihan keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan dengan baik
4) disiapkan petunjuk simulasi dapat secara terperinci atau secara garis besar
5) dalam simulasi diusahakan dapat digambarkan secara lengkap tentang situasi, proses yang diperkirakan terjadi dalam kenyataan sesungguhnya

e. Langkah-langkah
Langkah-langkah penggunaan metode simulasi:
1) Persiapan
a) menentukan topik
b) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) merumuskan petunjuk simulasi

2) Pelaksanaan
a) menentukan topik dan tujuan simulasi, akan lebih baik bila dilakukan bersama siswa
b) guru menguraikan secara garis besar situasi yang akan disimulasikan
c) menjelaskan peranan-peranan yang akan disimulasikan, dan proses simulasi
d) pemilihan para pelaku atau pemeran
e) memberi kesempatan bertanya
f) pelaksanaan simulasi
g) evaluasi, sesuai dengan tujuan dan isi pokok bahasan
h) latihan ulang

12. Metode Permainan
a. Pengertian
Metode permainan merupakan cara menyajikan bahan pengajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu. Permainan dalam arti permainan pendidikan, siswa melakukan kegiatan (permainan) dalam kerangka proses belajar mengajar. Sebagai metode mengajar metode permainan dapat dilakukan secara individual atau kelompok

b. Alasan/rasional penggunaan
Penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral dan norma, dapat dicapai bilamana siswa secara langsung bekerja dan melakukan interaksi satu sama lainnya dan pemecahan masalah dilakukan melalui peragaan. Oleh karena itu metode ini dapat menghasilkan suatu pengalaman yang berharga bagi siswa

c. Tujuan
Penggunaan metode permainan bertujuan untuk :
1) mengajarkan perngertian (konsep)
2) menanamkan nilai
3) memecahkan masalah

d. Manfaat
Metode permainan, dapat bermanfaat untuk:
1) membangkitkan minat siswa
2) memupuk dan mengembangkan rasa kerja sama siswa
3) mengembangkan kreativitas siswa
4) menumbuhkan kesadaran siswa

e. Langkah-langkah
1) Persiapan guru:
a) menentukan topik
b) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) menyiapkan alat bahan bahan untuk permainan
d) menyusun petunjuk pelaksanaan metode permainan

2) Pelaksanaan
a) guru menjelaskan maksud dan tujuan serta proses permainan
b) siswa dibagi atas beberapa kelompok
c) caranya: misal:
 (1) guru membagi atau memasang alat atau bahan permainan
(2) siswa melakkan kegiatan permainan
d) siswa melaporkan hasil permainan, yaitu beberapa pengertian atau konsep tertentu kepada guru

13. Metode Bermain Peran (Role Playing)
a. Pengertian
Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (education games) yang dipakai untuk menjelasakan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain dengan memerankan peran orang lain. Bermain peran diperankan tanpa naskah dan bersifat afektif dengan strategi pemecahan masalah. Dengan perkataan lain bermain peran adalah suatu usaha memperjelas suatu masalah atau memecahkannya dengan memerankan tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Bermain peran dapat diberdakan atas dua macam yaitu bermain peran secara sederhana yakni tanpa tahap-tahap seperti uraian di bawah, dan bermain peran yang kompleks seperti dijelaskan berikut. Perbedaan antara bermain peran dengan dramatisasi adalah bahwa bermain peran dimainkan tanpa naskah/teks, sedang dramatisasi dimainkan atas dasar naskah yang ada.

b. Alasan penggunaan
Penanaman dan pengembangan spek nilai, moral dan sikap siswa akan lebih mudah dicapai bilamana siswa secara langsung mengalami (memerankan) peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat/mengamati saja.

c. Tujuan
Metode bermain peran digunakan dengan tujuan:
1) agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam realita kehidupan
2) agar memahami sebab akibat suatu kejadian
3) sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu
4) sebagai alat mendiagnosa keadaan, kemampuan dan kebutuhan siswa
5) pembentukan konsep diri (self concept)
6) menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian dan keadaan
7) menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peran budaya dalam kehidupan
8) membantu siswa dalam mengklasifikasikan atau memperinci, memperjelas pola berpikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam membuat atau mengambil keputusan menurut caranya sendiri
9) alat hubung untuk membina struktur sosial dan system nilai lingkunganya
10)membina kemampan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis analitis berkominkasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain
11)melatih siswa dalam mengemdalikan dan memperbaharui perasaan, cara berpikirnya dan perbuatannya
Metode bermain peran baik untuk mengungkap:
1) pertentangan antar pribadi (interpersonal conflicts):
a) mengungkapkan perasaan orang-orang yang bertentangan
b) menentukan cara-cara pemecahannya
2) hubungan antar kelompok (intergroup relations)
mengungkapkan masalah hubungan antarsuku, bangsa, kepercayaan, dan sebagainya
3) kemelut pribadi (individual dillemas)
a) kemelut ini timbul bila seseorang terpaut antara dua nilai yang berbeda atau antara dua kepentingan yang berbeda
b) para siswa sulit memecahkan persoalan tersebut karena penilaian mereka masih mengutamakan dirinya sendiri  (egosentris)
4) masalah-masalah lampau atau sekarang yang mengandung problematika. Hal ini meliputi situasi yang kritis, pada waktu yang lampau atau sekarang dimana para pejabat dan pemimpin politik menghadapi berbagai permasalahan dan harus mengambil keputusan

d. Manfaat penggunaan metode bermain peran:
1) membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok
2) membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok
3) memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah
4) memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan memecahkan masalah

e. Langkah-langkah penggunaan
1) Persiapan
a) menentukan permasalahan sebagai topik
b) merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
c) merumuskan langkah-langkah bermain peran
d) menyiapkan ceritera yang akan dimainperankan
e) mengidentifikasikan peran yang diperlukan, lokasi, pengamat, dan sebagainya

2) Pelaksanaan
a) pemanasan
b) memilih peserta
c) mengatur tempat main
d) mempersiapkan pengamat
e) memainkannya
f) diskusi dan evaluasi
g) memainkan kembali
h) diskusi dan evaluasi
i) mengemukakan pengalaman dan generalisasi

Pengertian Pendekatan Pembelajaran

06.15
Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Posted Jum, 03/10/2008 - 13:12 by asmi

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.    Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2.    Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3.    Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4.    Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.    Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.    Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.    Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.    Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:


Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

MACAM-MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN

06.08
MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.    Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
2.    Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
 Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.

3.    Pendekatan Deduktif – Induktif
a.    Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b.    Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html)
4.    Pendekatan Konsep dan Proses
a.    Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
b.    Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
5.    Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).

Kamis, 10 Desember 2015

The Cognitive Style Index

06.23
Introduction
In recent years, there has been a growing interest in cognitive and learning style, but a major problem facing researchers and practitioners has been a shortage of valid and reliable assessment instruments convenient for adoption in organisational settings. The Cognitive Style Index (CSI) is a psychometric measure that meets this need. It was designed to be used primarily with managerial and professional groups, but has also been applied successfully with students and non-managerial employees.
The CSI is a 38-item self-report questionnaire. Each item has ‘true’, ‘uncertain’ and ‘false’ response options, and scores of 2, 1 or 0 are assigned to each response with the direction of scoring depending on the polarity of the item. The nearer the total score to the maximum of 76, the more ‘analytical’ the respondent, and the nearer to the minimum of zero, the more ‘intuitive’ the respondent.
There is evidence that knowledge of a person’s cognitive style is valuable in selection, placement, careers guidance, task design, team composition, conflict management, mentoring and training and development. The CSI should prove useful in each of these applications.

Theoretical Background
Cognitive style is an individual’s preferred way of gathering, processing and evaluating data. It influences how we scan our environments for information, how we organise and interpret it, and how we integrate our interpretations into mental models and subjective theories that guide our behaviour.
Many dimensions of cognitive style have been highlighted in the literature. Hayes and Allinson (1994) identified 29 of these, including, for example, field dependence – field independence, convergence – divergence, reflection – impulsivity, serialism – holism and rationality – intuition. Armstrong (1999) extended the list to 54, and, more recently, Coffield et al (2004) evaluated 71 measures of cognitive and learning style that represent a wide variety of theoretical models. While certain authors (e.g. Globerson and Zelniker 1989; Streufert and Nogami 1989) argue that this multiplicity of descriptors reflects the sheer complexity of cognition, others claim that many, if not most, are simply different conceptions of a generic dimension that is associated with the traditional notion of ‘the dual nature of human consciousness' (Robey and Taggart, 1981). Nickerson et al (1985) describe one of the elements of consciousness as analytic, deductive, rigorous, constrained, formal and critical, and the other as synthetic, inductive, expansive, unconstrained, divergent, informal, diffuse and creative. Similarly, Ornstein (1977) differentiates between analytic thinking which implies processing information in an ordered, linear sequence, and holistic thinking which involves viewing the whole situation at once in order to facilitate the synthesis of all available information. These approaches essentially refer to the rational and intuitive sides of the individual. In keeping with established terminology, however, these modes of cognition are labelled ‘analytic’ and ‘intuitive’ respectively.


Models of Cognitive Style
The duality of consciousness has been viewed in different ways. Some have conceived it as a simple dichotomy in which a person is deemed to be either basically analytic or intuitive, an approach consistent with the type theory of personality. This perception has now, however, largely fallen out of favour. Human attributes can rarely be thought of as simply being one thing or another. Rather, a person is predisposed toward, or has a preference for, a way of thinking or mode of behaviour that falls somewhere along a continuum. Many, therefore, view intuitive and analytic cognition as representing the poles of a single dimension. This suggests that the cognitive style of a particular individual may fall at any point on the scale. Those whose style is positioned toward the extremes would, in most circumstances, tend to favour the one mode of thought to the virtual exclusion of the other while those positioned toward the middle area would be comfortable drawing upon a combination of analysis and intuition in their problem solving and decision making. This perspective
views cognitive style essentially as a personality trait which may be thought of as a single factor in statistical terms, and suggests that the more analytical an individual, the less intuitive he or she will be, and vice versa. A study by Hodgkinson and Sadler-Smith (2003) suggested that analysis and intuition as measured by the CSI could, in fact, be two separate, though correlated, dimensions, the implication being that a person may be not just high on one and low on the other (as suggested by the continuum model), but also high on both or low on both at the same time. Later, they reported evidence to suggest that the instrument may even yield three factors (Hodgkinson et al, 2009). The balance of independent research evidence, however, appears to support the one-factor perspective (see section on Factor Analysis below), and therefore the idea of the CSI as a measure of a single dimension was retained. Indeed, it is noteworthy that only a small minority of researchers have adopted the approach advocated by Hodgkinson and his colleagues since their findings were published. Aside from the statistical debate, to regard analysis and intuition as independent dimensions would be to deny a centuries-old perception of individual differences in human thought processes that can be traced back at least to the writings of Aristotle, as well as sacrificing the most parsimonious explanation of cognitive style. This is not to deny the idea of ‘dual processing’ as the integration of analytic and intuitive thinking is often called. Rather, there will be individual differences in the tendency to favour a particular combination of the two approaches. It is the various combinations that represent the different cognitive styles measured by the CSI.
Cognitive Continuum Theory
The single trait approach is consistent with Cognitive Continuum Theory (Hammond et al, 1987), a framework for linking cognitive style to task performance that has been highly influential in recent years. Hammond and his colleagues propose two continua: one for cognitive mode, ranging from analysis at one end to intuition at the other; one for tasks, ranging from the analysis-inducing to the intuition-inducing. They contend that individuals ‘oscillate’ between the poles of the cognitive continuum in order to respond to the cognitive demands of the task. The greater the correspondence between the cognitive style used and the task demands, the better the task performance is likely to be. Associated with the idea of a cognitive continuum is the notion that individuals will have a preference for, or disposition towards, a particular cognitive mode. As indicated above, it is this preference, disposition or ‘style' that is measured by the CSI. It is argued that it is the tendency to favour a specific cognitive style that may reduce the correspondence between cognitive mode and task demands and thus hinder task performance.
The intuition-analysis dimension assessed by the CSI is depicted in Figure 1. Five notional styles representative of the full range are identified. At the extremes are the pure cases of ‘intuition’ and ‘analysis’ respectively. The full exercise of either precludes the adoption of the other. The cognitive
style of most people, however, involves elements of both intuition and analysis. In the middle range, the ‘Adaptive’ style implies a balanced blend of the two cognitive modes. Either side of this are the ‘Quasi-Intuitive’ and ‘Quasi-Analytical’ styles, each of which denotes a tendency towards, but not the full adoption of, one of the extreme cognitive modes. A distinction should be made here between the

FILE FULL DOWNLOAD HERE

Rabu, 09 Desember 2015

MAKALAH Hermeneutik Irfani

11.55
Hermeneutik Irfani; Menembus Batas Eksoterik Teks


Bahasa Irfan adalah bahasa penyingkapan (kasyf) dan syuhud (penyaksian). Penyingkapan-penyingkapan irfani memberikan ungkapan dan pandangan khusus kepada lisan dan mata seorang arif tentang keberadaan dan kosmos eksistensi. Ungkapan dan pandangan ini merupakan hasil dari pengalaman esoterik dan temuan-temuan irfani. Dan ketika terkait dalam batasan teori dan penalaran (reasoning) ia berada dalam ruang-lingkup irfan teoritis, dua hal yang harus tuntas dalam pembahasan epistemologi irfani. Dalam disiplin ilmu Irfan Islami, teoritis atau praktis, muksyafah (disclosure) merupakan masalah yang paling utama. Masalah ini telah dan tetap menjadi perhatian sepanjang masa.
Dalam Irfan praktis, amal dan olah-batin merupakan starting-point dan jalan thariqat menuju hakikat. Dengan meniti jalan sair suluk di penghujung seorang salik akan hinggap pada mukasyafah atas nama-nama atau dzati. Dengan demikian, kasyf (penyingkapan) dan syuhud (penyaksian) merupakan ujung jalan bagi seorang salik. Atas dasar ini, mukasyafah merupakan titik-henti (ending point) irfan praktis dan titik-mula (starting point) irfan teoritis.  Kasyf dan syuhud adalah media untuk mengakses alam meta-natural atau umumnya disebut sebagai meta-fisika.
Dalam mengakses alam meta-fisika, para urafa menjadikan Qur'an dan Hadis sebagai nara-sumber hayati.  Qur'an bagi para urafa tidak dipandang sebagai sekedar sebuah kitab biasa, namun ditilik sebagai firman Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Pamungkas Saw melalui Jibril. Qur'an bagi mereka adalah kehidupan itu sendiri dan mata-air cerlang cinta Ilahi yang tumpah-ruah dalam kehidupan para urafa. Boleh jadi, rahasia dinamik dan berpengaruhnya para urafa bagi umat manusia dan rahasia keabadian mereka adalah hubungan intens mereka dengan kalam Ilahi dan pemahaman terhadapnya. Dalam memahami kalam Ilahi, dalam kamus urafa, tidak terbatas pada kaidah linguistik, bentuk lahir dari ayat-ayat dan susunan gramatika saja. Mereka menembus batas-batas lahir menyelam samudera makrifat Ilahiah dengan menjelajah makna-makna batin dari firman Tuhan. Proses jelajah dan eksplorasi yang tertimbun dari makna lahir ini yang dalam ilmu tafsir disebut sebagai takwil. Sebuah pendekatan yamg menanjak (su'udi) mengambil emanasi dari tanzil (ayat-ayat Ilahi) yang bercorak menukik (nuzuli).
Dalam pandangan Mulla Shadra, baik al-Qur'an dan manusia masing-masing memiliki tingkatan lahir dan batin, eksoterik dan esoterik. Batin al-Qur'an dicerap manusia dengan ruhnya, tidak melalui indra dan persepsi lahiriyahnya. Tentu setelah melintasi tingkatan lahir dan derajat lafaz, dengan memperhatikan bentuk-bentuk lahirnya, manusia pada giliran selanjutnya, menembus tingkatan batin dan derajat makna. Pada lintasan ini, manusia (penakwil) mengeksplorasi makna tersebut dengan syuhud dan mukasyafah.
Sejalan dengan itu, hadis yang dinukil dari Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa al-Qur'an mengandung ayat-ayat lahir dan ayat-ayat batin, dan ayat-ayat batin itu mengandung 70 batin yang lain menjadi dalih bagi para penafsir untuk melakukan praktik tafsir irfani atau umumnya disebut sebagai takwil atau hermeneutik irfani.


DOWNLOAD FILE LENGKAP PADA LINK DI BAWAH

FILE Hermeneutik Irfani

PENGERTIA Bahasa dan Pengalaman Hermeneutis

11.49
Bahasa dan Pengalaman Hermeneutis

Bahasa terdiri dari baik medium maupun objek hermeneutik. Dalam menjadikan sebuah teks menjadi ujaran, sang penafsir masuk pada dialog dengan teks yang bertempat pada medium bahasa. Sebagai contoh, terjemahan menunjukkan tugas penafsir adalah membawa teks menuju ujaran yang meliputi interpretasi dan aplikasi. Idealitas kata dan kontinuitas ingatan membangun objek pengalaman hermeneutis, sehingga kata tertulis melampaui keadaan penggunaannya. 

Perkembangan Konsep Bahasa
Baik para konvensionalis maupun teori-teori kebahasan serupa secara keliru mengasumsikan bahwa kita lebih dulu mengetahui sesuatu sebelum memberikan sebuah kata padanya. Hubungan yang benar adalah ketika kata yang benar telah ditemukan, sesuatu tersebut akan tersingkap pada kita. Karena bahasa manusia tidak sempurna dalam hubungannya dengan bahasa ketuhanan, apa yang menjadi bahasa manusia tidak sempurna. Karena alasan tersebut, konsep-konsep dapat mengembangkan ekspresi kita yang lebih baik pada dunia. Setiap bahasa manusia tertentu, sebuah pandangan bahasa, hanya menghasilkan pandangan dunia tertentu. Meski pandangan bahasa atau horizon makna bisa diperluas hingga meliputi yang lain, tidak ada bahasa yang sempurna di mana dunia itu sendiri akan tersingkap.

Universalitas Hermeneutik
Karena prasangka dan tradisi kita bersifat linguistik, dan pemahaman dimulai dari warisan prasangka kita, lebih benar jika mengatakan bahwa bahasa berbicara kepada kita ketika kita membicarakannya. Hubungan antara sebuah teks dan sejarah efektifnya berbeda tetapi interpretasi-interpretasi yang benar bersifat spekulatif karena setiap interpretasi menghadirkan aspek apa yang dikatakan teks, yakni, tidak ada being kedua yang diciptakan dalam interpretasi yang benar. Hermeneutik bersifat universal karena “Being dapat dipahami dalam bahasa”. Dalam peristiwa hermeneutik kebenaran, interpretasi yang benar pada sebuah teks, yakni prasangka-prasangka legitim, bersinar dalam keterbukaan dialektika pertanyaan dan jawaban, meyakinkan lawan bicara. Karena itu, disiplin hermeneutik tentang pertanyaan dan penyelidikan dapat menjamin kebenaran tanpa mengandalkan metode saintifik.

Keypoints
1.    Dasar ontologis pengalaman hermeneutis adalah bahasa karena ia adalah medium dan objek pemahaman.
2.    Bahasa bukan sistem tanda yang ditujukan pada objek-objek yang diketahui; melainkan pada mulanya adalah ekpresi yang benar dan membawa objek pada kehadiran.
3.    Setiap bagian bahasa manusia, sebuah pandangan kebahasaan, hadir hanya dalam pandangan dunia tertentu.
4.    Hermeneutika bersifat universal karena dapat dipahami dalam bahasa.
5.    Pada peristiwa hermeneutis kebenaran, interpretasi yang benar memancar dan meyakinkan para penafsir.

Jumat, 04 Desember 2015

Model Pembelajaran Kooperatif

20.18
Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model tradisional menuju model yang lebih modern. Model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi untuk memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran.

Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif. Kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu Cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,2009 : 14).

Menurut Slavin (1985) dalam bukunya Isjoni (2010: 12) mengatakan, bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.  Model pembelajaran koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu, adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2008: 241). Pembelajaran kooperatif adalah miniatur dari bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing (Suyatno, 2009: 51)

Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran  kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Roger dan David dalam Bukunya Suprijono (2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan diakui dari perolehan pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar.

Anda dapat melihat file selengkapnya. silahka download di sini...
DOWLOAD FILE