PENDIDIK HARUS TERDIDIK

Bisnis On Line Tanpa Modal

Cari Blog Ini

Kamis, 17 Januari 2013

Karya Tulis Ilmiah Pengertian Pergaulan


A.          Pengertian Pergaulan
Kata pergaulan identik dengan kata “gaul” mengulas tentang kata gaul pada pradaban kejayaan romawi ada suku yang bernama suku gaul yang pada waktu itu bangsa gaul menjadi budak kaum romawi, konon katanya mereka diberi nama bangsa gaul dikarnakan mereka memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan bangsa atau suku lainnya, yang dimana mereka lebih cendrung memiliki sifat afatisme dan hedonisme yang artinya mereka akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Akan tetapi sikap persekawanan yang  mereka miliki sangat disambut mesra oleh bangsa atau suku lainnya karna mereka memiliki sifat persekawanan yang kuat, salah atau benar sesuatu itu mereka tetap memperjuangkannya. Mengingat tentang perjuangan atau pemberontakan kaum Sparta dari belenggu perbudakan dimana keprcayaan bangsa gaul diberikan oleh kaum Sparta untuk mencapai kebebasan dari belenggu perbudakan, walaupun pada waktu itu kepercayaan orang Sparta terhadap bangsa gaul terpecah dikarenakan adanya bangsa gaul yang lainnya menjadi penghianat atau dengan kata lain lebih memilih menjadi pengikut bangsa romawi akan tetapi tidak mengendurkan semangat perlawanan mereka. Setelah transisi masa pradaban modern seirirng dengan majunya teknologi  mulailah bermunculan berbagai jenis fasion sebagai bentuk pengejawantahan ekspresi pergaulan. Sekilas penjelasan dari argumentative diatas dapat ditarik sebuah benang merah pergaulan yang artinya  menjunjung tinggi kebersamaan, persekawanan, dan persaudaraan 
Sekilas tentang penjelasan sejarah pergaulan di ala eropanya, pergaulan dalam arti masyarakat pribumi intraksi antara sesama dengan maksud untuk  membangun hubungan emosional. Akan tetapi pengertian pergaulan telah menyimpang dari perbuatan para remaja masa kekinian, kebanyakan diantara para remaja menganggap bahwa pergaulan yang mereka maksud adalah identik dengan tata penggunaan bahasa  maupun fasion, merka beranggapan  siapa yang tidak tau berarti tidak modern, sebagai contoh kata LO dan GUE padahal dalam ejaan bahasa Indonesia yang baku tidak ada kata LU dan GUE, hal inilah yang terkadang menimbulkan kebingungan dalam konteks kehidupan masyarakat.
Bila kita ingin bercermin dikonteks ala eropa pergaulan merka jadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh terjadinya revolusi prancis disaat ditemukannya mesin uap, sehingga majunya peradaban ala eropa dikarnakan karna adanya dukungan social. Hal inilah yang seharusnya menjadi cerminan bagi para kaum remaja adanya penemuan karna adanya inspirasi dan dukungan social sehingga adanya kebebasan dalam berpikir. Bukannya berpikir afatisme yang cendrung ingin melakukan kesenangan toh saja yang biasanya orang seperti ini tidak pernah mengalami kemajuan karna hanya memikirkan kesenangan toh saja, begitu pula dengan bersikap naïf yang cendrung hanya memikirkan diri sendiri biasanya orang seperti ini hanya memikirkan dirinya toh saja, tanpa harus melihat status.  
Dari apa yang diuraikan diatas dapat disimpulakan pergaulan adalah sebagai bentuk intraksi dengan tujuan membangun statu kebersamaan, persaudaraan dan persekawanan.
                                                              
B.     Remaja
1.      Pengertian Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.MenurutWHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24tahun.Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja adalah masa yang sangat menentukan bagi diri individu, karena pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Perubahan kondisi kejiwaan menyebabkan remaja mudah melakukan perilaku yang menyimpang dari aturan dan nrma sosial yang berlaku di masyarakat. Keadaan tersebut muncul karena pada masa ini remaja sedang dalam pencarian jati diri (Sabri, 1993).
Dari uaraian diatas dapat disimpulkan remaja adalah masa transisi kanak-kanak menuju dewasamulai pada 10 tahun sampai 19 tahun dan belum berstatus kawin dengan diiringi pola perubahan prilaku baik emosi, tubuh, minat, juga mampu mengatasi masalah-masalahnya.

2.      Factor-faktor yang mempengaruhi
1.      Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2.      Dimensi kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

3.      Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat yang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

4.      Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
Remaja  cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu.
( Kaplan dan Sadock, 1997 ). Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini.

Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negative pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya;
aktivitas social yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung.

         


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
1.      Pendidikan Dan Jenis penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Corbin dan Strauss, 2003) dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor, 1993). Denzin dan Lincoln (Salam, 2006) mengemukakan bahwa kualitatif menekankan pada proses dan makna yang tidak diuji atau diukur dengan setepat-tepatnya, dalam istilah-istilah kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensi. Penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh oleh alat-alat statistik atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Konsep tersebut menekankan bahwa penelitian kualitatif ditandai oleh penekanan pada penggunaan non-statistik khususnya dalam proses analisis data sehingga suatu temuan penelitian secara alamiah.


B.     Waktu  Dan Tempat Penelitian
1.      Waktu
Waktu diadakan penelitian ini adalah pada hari sabtu tanggal 19 November  2012
2.      Tempat
Tempat diadakan penelitian ini adalah berangkat dari sebuah inisiatif kedaerahan peneliti mencoba mengamati  setiap remaja yang mengalami pengaruh dampak pergaulan bebas.

C.    Populasi Dan Sampel
1.      Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto, bahwa populasi adalah :

KeseIuruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut populasi atau studi kasus
Berdasarkan pengertian tersebut, maka populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang mengalami dampak pengaruh televise.
2.      Sampel
Sutrisno hadi mengemukakan bahwa sampel adalah "sebagian dari populasi disebut sampel, se.jumlah penduduk jumiahnya kurang dari populasi". Oleh karena besarnya subjek dalam populasi, maka sampel dalam penelitian ini adalah anak-anak yang mengalami dampak pengaruh televise.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data  kualitatif. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan tehnik sebagai berikut:

1.    Observasi
Pengambilan data berupa informasi mengenai situasi belajar mengajar yang menyangkut aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman yang di dalamnya sudah tertera indikator – indikator yang akan diamati.

2.    Tes
Pengambilan data berupa informasi mengenai penguasaan siswa terhadap materi bidang studi IPA yang dilakukan dengan cara pemberian soal-soal. Tes ini dilakukan pada akhir setiap tindakan. Hasil dari tes ini berupa skor yang diperoleh siswa.

3.    Dokumentasi
Tehnik ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi belajar mengajar berupa foto-foto.

3 komentar:

  1. apakah Remaja dengan Pemuda sama ya? jika ada perbedaan kira-kira berapa umur Pemuda?

    BalasHapus
  2. Dan jika sama, tolong tuliskan arti dari Remaja dan pemuda itu sendiri.... karena melalui pengertian kata tersebut kita bisa membedakannya..... dan sebenarnya mulai umur berapa disebut pemuda? karena menurut buku yang saya baca, bahwa umur Pemuda itu dimulai dari 18-25 tahun... makanya saya memberikan komentar ini,, karena dipenjelasan penulis karya ini mencatat 10-19 tahun,,, bagaimana dengan pernyataan saya tentang umur pemuda?

    BalasHapus
  3. REMAJA menurut ala pandangan WHO adalah berpandangan bahwa manusia dikategorikan remaja apabila telah melalui tahap bayi dan kanak-kanak yang dimana diantaranya telah mencapai umur 10-11 thn dan pemuda adala apabaila telah melewati pra remaja dalam kategori tahap dewasa atau berumur 10-30 thn atau dalam versi bahasa islam aqil balik sedangkan pemuda menurut pandangan radikalisme adalah spirit perjuangan yang melekat pada karakter seseorang,produktifity,emosional,radikal, dan revolusioner itulah kejiwaan seorang pemuda. kata pemuda tidak mengenal tua maupun muda, yang tuapun bisa dikategorikan pemuda apalagi yang muda. berangkat dari definisi diatas kata remaja dan pemuda dalam versi pandangan WHO DAN RADIKAL jelas memiliki perbedaan yang signifikan.
    sebenarnya tergantung penilaian dari sudut pandang seseorang dalam memberikan defenisi antara kedua redaksi kata remaja dan pemuda.
    sebenarnya tidak sulit membedakan cuman krn kita adalah manusia yang berpikir sehingga kita membuatnya menjadi rumit. dan dari pertanyaan anda saya mencoba memprediksi bahwa anda adalah sosok seorang yang berada pada tahap pemuda kalau kita berangkat dari definisi pandangan ala WHO.
    maaf sebelumnya karna saya baru membalas komentar anda, tanks sobb atas kunjungan dan komentarnya!!!!!!

    BalasHapus