A. Kultur Kebudayaan Masyarakat Tradisional Menuju Masyarakat
Modern
1.
Pengertian
Kebudayaan
Istilah 'kebudayaan'. Mulai untuk
cakupan pengertian yang sempit hingga cakupan yang sangat luar biasa luas. Luas
cakupan itu tidak hanya terjadi dalam penggunaannya dalam kehidupan
sehari-hari, namun juga penggunaannya sebagai istilah dalam wacana ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan sosial. Kata 'kebudayaan' berasal dari
bahasa sanksekerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi yang
berarti akal atau budi. Dengan demikian kebu-dayaan dapat diartikan sebagai
hal-ha1 yang berkenaan dengan budi atau akal. Kata kebudayaan sendiri di dalam
wacana ilmu pengetahuan di Indonesia merupakan upaya mencari padanan kata
culture dalam bahasa Inggris. Sedangkan 'culture' adalah berasal dari bahasa
Latin yaitu 'colere' yang berarti bercocok tanam. 'Culture‘ diartikan sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam. Hingga
kinipun kata 'cul-ture' tetap juga digunakan dalam dunia pertanian, misalnya
'agriculture' untuk menyebut ilmu-ilmu pertanian, 'monoculture' untuk menyebut
pertanian yang terdiri dari satu jenis tanaman.
Sebagai obyek studi,
semula antropologilah yang dipandang sebagai 'pemilik' wilayah studi
kebudayaan. Namun pada perkembangan lebih lanjut, antropolgi tampaknya tidak
mungkin memonopoli bidang ini, sebab pada kenyatannya wilayah studi ini juga
berhimpitan dengan kawasan studi disiplin ilmu yang lain. Sosiologi misalnya.
Hal itu bisa dimaklumi lantaran manusia adalah 'obyek m ateria' dari semua
disiplin ilmu sosial. Sekalipun sosiologi memusatkan perhatian terhadap
masyarakat, namun disadari bahwa masyarakat itu menjadi ada lantaran adanya
kebudayaan. Keduanya bukan hanya berkoeksistensi namun juga berintegrasi.
Masyarakat memproduksi kebudayaan sekaligus sebagai pengguna kebudayaan itu
untuk bereksistensi. Itulah sebabnya, dalam studi sosiologi samasekali tidak
mungkin mengabaikan aspek kebudayaan. Pandangan semacam ini setidaknya
dikemukakan oleh para penganut diterminisme kebudayaan seperti antropolog
Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski ketika menyatakan bahwasegala
sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan keberadaannya oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu.1
Definisi klasik mengenai kebudayaan yang hingga
kini menjadi sumber rujukan adalah dikemukakan oleh E.B. Tylor seorang
antropolog terkemuka, dalam bukunya Primitive Culture, yang terbit tahun
1924:2 "Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat” Dalam perpektif sosiologi, kebudayaan sebagaimana
dikemukakan oleh Alvin L. Bertrand, adalah segala pandangan hidup yang
dipelajari dan diperoleh oleh anggota-anggota suatu masyarakat.
2. Bentuk-Bentuk
Kebudayaan
Sesungguhnya banyak cara
untuk mengklasifikasikankebudayaan. Di kalangan sosiolog umumnya sepakat bahwa
kandungan kebudayaan pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua komponen yaitu
material culture dan nonmaterial culture 4. Untuk
istilah yang pertama tampaknya semuanya sepakat, sedangkan untuk yang kedua,
ada pula yang menyebut immaterial culture. Bertrand mem,beri pengertian
'material culture', sebagai: "... a culture includes those things Which
men have created and use which have a tangible forms" (jenis kebudayaan
dimana orang telah menciptakan dan menggunakan ciptaanya itu untuk memiliki
bentuk yang berwujud). Sedangkan 'nonmaterial culture' sebagai: "all
those creations of man with he uses to explain and guide his actions, but with
are not found except in his mind" (segala bikinan manusia yang ia
gunakan untuk menyatakan dan membimbing tindakannya, tetapi bikinannya itu
tidak bisa didapati kecuali di dalam pikirannya saja5.
Adapun Selo Soemardjan,
sosiolog paling terkemuka di Indonesia, merumuskan kebudayaan sebagai:
"semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (pemberian huruf
tebal oleh penulis)." Karya menghasilkan 'material culture',
sedangkan rasa dan cipta membuahkan 'immaterial culture”. Rasa itu sendiri
menghasilkan segala kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti yang luas;
sedangkan cipta menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.6
Bertitik tolak dari pembahasan singkat tersebut, patut dicurigai bahwa didalam
kebudayaan terdapat adanya oposisi biner (binary oposition) sebagaimana
pernah dituduhkan oleh antropolog strukturalis Levi-Strauss.
Jadi didalam kebudayaan
itu ada unsur kontradiksi, yang menciptakan ketegangan-ketegangan kreatif. Dua
ketegangan itu memiliki konsekuensi bahwa kebu-dayaan itu tidak pernah mandeg.
Selalu melakukan rekonstruksi diri ataupun mendekonstruksi diri. Setidaknya ada
lima oposisi biner didalam diri kebudayaan, yaitu: budaya material versus budaya
immaterial, idea budaya versus realitas budaya, budaya seharusnya versus budaya
senyatanya, budaya tinggi versus budaya rendahan, budaya elite versus budaya
massa.
3. Masyarakat
Tradisional
a. Pengertian Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional adalah
masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama.
Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala
konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan
sosialnya. Jadi, masyarakat tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya
berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi
dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Kebudayaan
masyarakat tradisional merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam dan
sosial sekitarnya tanpa menerima pengaruh luar. Jadi, kebudayaan masyarakat
tradisional tidak mengalami perubahan mendasar. Karena peranan adat-istiadat
sangat kuat menguasai kehidupan mereka.
Masyarakat tradisional hidup di
daerah pedesaan yang secara geografis terletak di pedalaman yang jauh dari
keramaian kota. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau
masyarakat desa. Masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama,
bekerja sama, dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang
hampir seragam. Istilah desa dapat merujuk pada arti yang berbeda-beda,
tergantung dari sudut pandangnya.
Secara umum desa memiliki 3 unsur,
yaitu :
1) Daerah
dan letak, yang diartikan sebagai tanah yang meliputi luas, lokasi dan
batas-batasnya yang merupakan lingkungan geografis;
2) Penduduk;
meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata pencaharian yang sebagian besar bertani,
serta pertumbuhannya.
3) Tata kehidupan; meliputi corak atau pola tata
pergaulan dan ikatan-ikatan warga desa.
Ketiga unsur dari desa tersebut
tidak lepas satu sama lain, melainkan merupakan satu kesatuan Secara sosiologis
pengertian desa memberikan penekanan pada kesatuan masyarakat pertanian dalam
suatu masyarakat yang jelas menurut susunan pemerintahannya. Bila kita amati
secara fisik, desa diwarnai dengan kehijauan alamnya, kadang-kadang dilingkungi
gunung-gunung, lembah-lembah atau hutan, dan umumnya belum sepenuhnya digarap
manusia.
Secara sosial kehidupan di desa sering
dinilai sebagai kehidupan yang tenteram, damai, selaras, jauh dari perubahan
yang dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu, desa dianggap sebagai tempat
yang cocok untuk menenangkan pikiran atau melepaskan lelah dari kehidupan kota.
Akan tetapi, sebaliknya, adapula kesan yang menganggap masyarakat desa adalah
bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, sulit menerima pembaharuan, mudah
ditipu dan sebagainya. Kesan semacam ini timbul karena masyarakat kota hanya
mengamati kehidupan desa secara sepintas dan kurang mengetahui tentang
kehidupan mereka sebenarnya.
Perlu kita pahami bahwa
tidak semua masyarakat desa dapat kita sebut sebagai masyarakat tradisional,
sebab ada desa yang sedang mengalami perubahan ke arah kemajuan dengan
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Jadi, masyarakat desa yang dimaksud
sebagai masyarakat tradisional dalam pembahasan ini adalah mereka yang berada
di pedalaman dan kurang mengalami perubahan atau pengaruh dari kehidupan kota.
b.
Ciri-Ciri
Masyarakat Tradisional
Ciri yang paling pokok dalam
kehidupan masyarakat tradisional adalah ketergantungan mereka terhadap
lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat tradisional
terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap lingkungan alam itu. Jadi,
masyarakat tradisional, hubungan terhadap lingkungan alam secara khusus dapat
dibedakan dalam dua hal, yaitu :
1) Hubungan langsung dengan alam, dan
2) Kehidupan dalam konteks yang agraris.
Dengan demikian pola kehidupan m
masyarakat tradisional tersebut ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
1) Ketergantungan terhadap alam,
2)
Derajat kemajuan teknis dalam hal penguasaan dan penggunaan alam, dan
3)
Struktur sosial yang berkaitan dengan dua faktor ini, yaitu struktur sosial
geografis serta struktur pemilikan dan penggunaan tanah.
4. Masyarakat
Transisi
a. Pengertian Masyarakat Transisi
Masyarakat transisi ialah
masyarakat yang mengalami perubahan dari suattu masyarakat ke masyarakat yang
lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi ke arah kebiasaan
kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai masuk ke sektor
industri.
b. Ciri-Ciri Masyarakat Transisi
Ciri-ciri masyarakat transisi :
1.
Adanya pergeseran dalam bidang, misalnya
pekerjaan, seperti pergeseran dari tenaga kerja pertanian ke sektor industry.
2.
Adanya pergeseran pada tingkat
pendidikan. Di mana sebelumnya tingkat pendidikan rendah, tetapi menjadi
sekrang mempunya tingkat pendidikan yang meningkat.
3.
Mengalami perubahan ke arah kemajuan.
4.
Masyarakat sudah mulai terbuka dengan
perubahan dan kemajuan jaman.
5.
Tingkat mobilitas masyarakat tinggi.
6.
Biasanya terjadi pada masyarakat yang
sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.
5. Masyarakat
Modern
a. Pengertian Masyarakat Modern
masyarakat modern
adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya
yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern
relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama. Karena mengalami perubahan dalam
perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat
masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam mencapai kemajuan itu masyarakat
modern berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi dan berusaha
agar mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di
bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.
Bagi negara-negara
sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya masyarakat modern ini
disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota. Pengertian kota secara sosiologi terletak
pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah
penduduk di suatu wilayah perkotaan. Dari pengertian di atas, dapat diartikan
bahwa tidak semua warga masyarakat kota dapat disebut masyarakat modern, sebab
banyak orang kota yang tidak mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan peradaban dunia masa kini, misalnya gelandangan atau orang yang tidak
jelas pekerjaan dan tempat tinggal.
b. Ciri-Ciri Masyarakat Modern
Alam tidak lagi hal yang amat vital
dalam menunjang kehidupan mereka seperti yang dialami masyarakat tradisional.
Sebaliknya alam dikendalikan dengan kemampuan pengetahuan mereka dalam
menunjang kehidupan yang lebih baik.
Masyarakat kota yang hidupnya mengalami
gejala modernisasi umumnya hidup dari sektor industri, selain itu mereka juga
hidup dari sektor perdagangan kepariwisataan, dan jasa lainnya. Jadi, kota yang
sebagian besar warganya terlibat dalam kegiatan itu disebut kota industri.
Sistem mata pencaharian sektor industri mempengaruhi segi-segi kehidupan sosial
masyarakat modern antara lain mempengaruhi pembentukan sistem pelapisan sosial,
organisasi sosial, pola-pola perilaku, nilai dan norma sosial, kekuasaan dan
wewenang dan segi-segi kehidupan lainnya yang merupakan ciri-ciri masyarakat
modern.
6.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Kebudayaan Masyarakat Indonesia
Dalam
realitas kehidupan masyarakat moderen, masalah-masalah yang berkaitan dengan
politik dan perubahan sosial merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari,
bahkan terhadap suku asli yang tidak tersentuh dalam belahan dunia ini.
Kemajuan ekonomi dan teknologi di dunia Barat telah membuktikan keunggulan
ekonomi kapitalis dan pasar bebas. Dalam perdagangan internasional,
negara-negara Dunia Ketiga yang telah terseret ke dalam kapitalisme dunia dan
pasar bebas ternyata telah menghasilkan polarisasi yang tajam antara kaum
miskin yang semakin banyak jumlahnya dengan lapisan orang-orang kaya. Salah
satu faktor penyebabnya adalah akibat eksploitasi sumber daya alam untuk
memperbesar pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, tetapi manfaatnya
belum dirasakan oleh masyarakat, bahkan kondisi ini telah menghancurkan tatanan
budaya lokal dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini merupakan penghisapan surplus
ekonomi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat dan semakin meluasnya tingkat
kerusakan lingkungan.
Terhadap
kondisi di atas, kalangan akademisi yang berpikir kritis dan kelompok aliran
humanis menyebutkan sebagai suatu kesadaran dalam melihat realitas kehidupan
moderen sebagai kekecewaan dunia (disenchantment of the world)
terhadap modernisasi yang kurang peka terhadap penderitaan kaum miskin dan
kerusakan ekosistem alam.
Dalam
menghadapi tantangan global kebudayaan Dayak telah mengalami transformasi dalam
rangka pemberdayaan masyarakat maupun sebagai penangkal bagi intervensi luar
yang ingin merusak tatanan sosial dan upaya-upaya memperbesar kerusakan
lingkungan alam.
modernisasi
yang dipahami sebagai impor dari dunia Barat dengan ideologi kapitalisme yang
memiliki kecenderungan materialisme, telah menghancurkan sistem mata
pencaharian masyarakat lokal dan hancurnya tatanan adat dan penghisapan atas
surplus ekonomi yang seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal. Mereka
mengibaratkan seperti speed boat yang sedang melaju di pinggir sungai
yang tidak mempedulikan ombaknya yang besar yang dapat menenggelamkan
perahu-perahu kecil, mengganggu nelayan yang sedang memancing dan membasahi
orang- orang yang sedang berada di batang (dermaga masyarakat).
Kondisi ini telah terjadi akibat eksploitasi sumberdaya hutan secara besar-
besaran oleh pengusaha HPH dan perkebunan untuk memenuhi permintaan pasaran
dunia dan politik utang yang menyeret bangsa Indoneisa ke dalam ekonomi
kapitalis dan pasar bebas yang merugikan masyarakat lokal tanpa melakukan
kebijakan proteksi untuk mengamankan industri dalam negeri yang berdampak luas
terhadap kehidupan masyarakat.
Disamping
itu masyarakat Indonesia dipaksakan untuk memasuki era modernisasi ketidak
mampuan masyarakat untuk bersaing dengan kebudayaan bangsa asing sehingga mengakibatkan
masyarakat harus tunduk terhadap kebudayaan bangsa asing, hal ini tampak dari
proses pendidikan masyarakat Indonesia yang belum dibekali pengetahuan yang
sepadan, salah satunya kecakapan dalam menguasai tegnologi.
oleh pelaku budaya lokal telah mengalami revitalisasi sejalan dengan
berkembangnya pengetahuan dan nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat sehingga
menjadi pengetahuan publik dalam
mengatasi atau memberi respon terhadap realitas kehidupan yang dialami pada
masa kini
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
1.
Jenis
penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, pre-experimental yang mengkaji kultur
kebudayaan Indonesia dari pengaruh globalisasi zaman tanpa harus mengikis
konsep kebudayaan yang telah ada. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok
kontrol tetapi menerapkan desain penelitian yang dilaksanakan dengan cara
membandingkan hasil pre-test dengan
hasil post-test. Desain yang
digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pre-test Treatment Post-test
|
T1
X
T2
|
Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian
(Arikunto, 2002)
Keterangan:
T1
: Pengukuran pertama sebelum
subjek di beri perlakuan ( Pre-test)
X : Treatment
atau perlakuan (teknik self management)
T2
: Pengukuran kedua setelah subjek diberi perlakuan (Post-test)
Adapun prosedur penelitian, mulai dari penentuan
subjek penelitian, pre-test,
pemberian perlakuan berupa teknik relaksasi, dan post-test, dan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.
Pelaksanaan pre-test terhadap subjek berupa pemberian angket penelititan yang
berisi daftar pertanyaan tentang penggunaan waktu luang Pelaksanaan pre-test dilaksanakan selama 1 hari,
dimana dalam pelaksanaanya di bantu oleh guru bimbingan konseling.
b.
Pemberian perlakuan berupa teknik self management terhadap subjek
penelitian.
c.
Pelaksanaan post-test terhadap subjek penelitian berupa memberikan angket
penelitian yang berisi item pertanyaan tentang penggunaan waktu luang siswa.
B.
Waktu
Dan Tempat Penelitian
1.
Waktu
Waktu diadakan penelitian ini adalah pada hari senin
tanggal 21 oktober 2012
2.
Tempat
Tempat ddiadakan penelitian ini adalah berangkat
dari sebuah inisiatif kedaerahan yang kemudian dikembangkan oleh peneliti
kepada setiap segenap lapisan masyarakat Indonesia
C.
Populasi
Dan Sampel
1.
Populasi
Menurut
Suharsimi Arikunto, bahwa populasi adalah :
KeseIuruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua
elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut populasi atau studi
kasus
Berdasarkan pengertian tersebut, maka populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh lapisan masyarakat
indonesia
2.
Sampel
Sutrisno
hadi mengemukakan bahwa sampel adalah "sebagian dari populasi disebut
sampel, se.jumlah penduduk jumiahnya kurang dari populasi".
Oleh karena besarnya subjek dalam populasi, maka sampel dalam penelitian ini
adalah segenap lapisan masyarakat Indonesia.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah, dalam arti lebih cermat, lengkap
dan sistematis sehingga lebih mudah diolah[1].
Oleh karena itu, dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan
adalah:
1) Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan
adalah model checklist dimaksudkan untuk mengamati aktivitas masyarakat dalam
berinteraksi dengan sesamanya.
2) Angket
Angket
atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responder dalam arti tanggapan pribadi atau hal-hal
yang diketahuinya. Dalam penelitian ini yang hendak diungkap dari instrumen
angket adalah tanggapan masyarakat
dalam bernegara.
3) Soal Tes
Test
merupakan serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan atau
kemampuan kognisi masyarakat. Test yang diberikan kepada responden dikembangkan
sendiri oleh peneliti dengan tetap mengacu pada kebudayaan yang ada. Tes
disusun dalam bentuk tes uraian dan pilihan ganda.
4) Dokumentasi
Instrumen dokumentasi yang digunakan adalah
model checklist dan dokumentasi tertulis. Model checklist dimaksudkan
untuk merekap data
Tidak ada komentar:
Posting Komentar