Teori-Teori Sosiologi
1.Pengertian
Sosiologi
Dari
etimonologinya sosiologi berasal dari dua kata dasar, yaitu Socius
dari bahasa Latin yang berarti teman atau
sesama dan logos dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Jadi menurut Etimonologisnya sosiologi adalah ilmu tentang
hidup bersama atau ilmu tentang hidup sama atau ilmu tentang hidup bermasyakat.
Tetapi tentu saja definisi ini tidak memuaskan, karena cakupan sosiologi
sangatlah luas. Kita perlu mengetahui definisi dari para sosiolog itu sendiri. Definisi
sosiologi menurut para sosiolog adalah sebagai berikut.
1.Menurut August
Comte, sosiologi
adalah ilmu positip tentang masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang
artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah studi empiris tentang
masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang
masyarakat, ada dua unsure yaitu struktur masyarakat yang disebut statika
sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang disebut dinamika
sosial.
2.Menurut Emile
Durkheim,
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial.fakta sosial adalah sesuatu
yang berada di luar individu. Contoh-contoh dari fakta sosial adalah
kebiasaan-kebiasaan, peraturan-peraturan, norma-norma, hukum-hukum dan adat
istiadat. Dan fakta sosial yang paling besar adalah masyarakat menurut
Durkhiem. Fakta sosial ini bersifat eksternal, obyektif dan berada di luar
individu.
3.Menurut Max
Weber,
sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami tindakan sosial
secara interpretatif agar diperoleh kejelasan mengenai sebab-sebab, proses dan
konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengan
pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa
dipeoleh penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi dari tindakan itu.
Dengan interpretative dimaksudkan untuk memahami arti dan makna dari tindakan
sosial.
4.Menurut Peter
L.berger,
sosiologi adalah ilmu atau studi ilmiah mengenai hubungan antara individu dan
masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu memiliki beberapa unsur yaitu,
#.
Bersifat empiris.
Itu berarti sosiologi didasarkan pada pengalaman-pengalaman, fakta-fakta
konkrit manusia dan dianalisis dengan akal nalar.misalnya, masyarakat cina di
Indonesia adalah masyarakat yang memiliki jiwa bisnis. Pernyataan ini bersifat
empiris karena semua orang dapat melihat cina buka toko dan bisnis di
mana-mana.
#.
Bersifat Teoristis.
Hal ini berarti bahwa sosiologi berusaha membuat abtraksi-abtraksi dari
observasi yang ada atau data empiris. Dan berteori berdasar data empiris
tersebut.
#.
Bersifat kumulatif.
Ini berarti teori sosiologi dibangun berdasarkan data-data yang dikumpulkan,
ditambah, serantak diperbaiki sehingga teori itu makin bagus.
#.
Bersifat
bebas nilai. Ini berarti sosiologi berusaha menganalisis situasi sosial
menurut apa adanya dan bukan menurut yang seharusnya. Sosiologi sebagai ilmu,
tidak memberi penilaian baik-buruk, sosiologi hanya meneliti dan menganalisa
sebuah fakta atau situasi sosial sebagaimana adanya. Ini berarti sosiologi
bersifat netral dan tidak memihak atau terjatuh pada penilaian moral,
baik-buruknya suatu fakta sosial atau masyarakat.
2.Paradigma dalam sosiologi
2.1.Pengertian Paradigma!
Apa
itu paradigma? Paradigma adalah cara pandang atau cara melihat dari sudut
pandang tertentu terhadap suatu masalah. Dalam ilmu sosial, sudut pandang atau cara
pandang tertentu itu adalah teori. Memahami paradigma dalam sosiologi sangat
penting bagi kita. Dalam sosiologi ada tiga paradigm utama menurut Goerge Ritzer,
yaitu, paradima fakta social, paradigm definisi sosial, dan paradigma perilaku
sosial.
1.Paradigma fakta
sosial.
Dalam
paradigma fakta sosial mengakui bahwa pokok persoalan yang harus menjadi pusat
perhatian dari penyelidikan sosiologi adalah fakta sosial. Fakta sosial itu
adalah sesuatu(things) yang berada diluar individu tetapi bisa mempengaruhi
individu di dalam bertingkah laku. Misalnya masyarakat dengan hukum, adat,
kebiasaan, organisasi, hirarki kekuasaan, system peradilan, nilai-nilainya dan
institusi sosial lainnya. Secara garis
besar fakta sosial terdiri dua tipe, yaitu struktur sosial dan pranata sosial.
Ada dua teori besar yang bernaung di bawah paradigma fakta sosial, yaitu teori
fungsionalisme struktural dan teori konflik.
A.Teori
Fungsionalisme Struktural
Teori
ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang teratur yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, di mana bagian yang satu
tidak bisa berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Bila terjadi
perubahan pada satu bagian akan menyebabkan ketidak seimbangan dan dapat menyebabkan perubahan pada bagian
lainnnya. Sebagai contoh institusi pendidikan atau keluarga. Dalam keluarga
ayah berfungsi sebagai kepala keluarga yang melindungi dan memberi nafkah untuk
keluarga dan ibu sebagai memelihara kehidupan dalam rumah tangga dan mengasuh
anak-anak. Kalau salah satu tidak berfungsi maka akan terjadi kepincangan dalam
keluarga tersebut. Demikian juga menurut terori ini kemiskinan dalam masyarakat
juga berfungsi, misalnya;
#
.Orang miskin berfungsi untuk mengerjakan pekerjaan kasar dalam rumah tangga
atau pabrik.
#.
Orang miskin dapat menimbulkan sikap altruis pada orang kaya.
#.Orang
miskin berfungsi membantu majikan mengurus urusan rumah tangga.
#. Kemiskinan dapat menguatkan
norma-norma sosial.
#.kemiskinan
membuka ruang untuk berbuat amal bagi orang lain.
Jadi
menurut teori fungsionalisme, kemiskinan bukanlah sesuatu yang buruk atau
negative, melainkan bermanfaat bagi masyarakat.
Keterbatasan
teori fungsional struktural.
kelemahan teori ini adalah tertutup
terhadap perubahan sosial, karena terlalu menekankan keteraturan dan kemapanan
struktur sosial yang sudah baku. Kelemahan lainnya adalah bahwa struktur
fungsional mempertahankan status quo dan tidak membuka kepada orang atau hal
lain berperan. Keterlibatan non status quo dipandang sebagai ancaman bagi
masyarakat dan pemegang status quo.
B.Teori Konflik
Teori
ini merupakan reaksi atas teori fungsionalisme. Teori konflik melihat
elemen-elemen dan komponen-komponen dalam masyarakat merupakan suatu persaingan
dengan kepentingan yang berbeda sehingga pihak yang satu selalu berusaha
menguasai pihak yang lain. Pihak yang kuat berusaha menguasai pihak yang lemah.
Dengan demikian konflik menjadi tak terhindarkan. Asumsi dasar teori konflik
adalah.
@.
Struktur dan jaringan dalam masyarakat merupakan persaingan antar kepentingan
dan bahkan saling bertentangan satu sama lain.
@.
Sehingga dalam kenyataan menunjukkan bahwa system sosial dalam masyarakat
menimbulkan konflik.
@.Karena
konflik adalah sesuatu yang tak terelak, maka konflik menjadi salah satu cirri
dari system sosial.
@Konflik
ini tampak dalam kepentingan-kepentingan dalam kelompok –kelompok masyarakat
yang berbeda-beda.
@.
Selain itu konflik juga terjadi dalam pembagian sumber-sumber daya dan
kekuasaan yang tidak merata dan tidak adil.
@.
Sehingga konflik menungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Dan perubahan yang akan terjadi tentu saja perubahan ke arah yang lebih baik
atau bisa juga sebaliknya.
Kelemahan Teori
Konflik
Teori
konflik mengabaikan kestabilitasan dalam masyarakat dan terlalu menekankan
perubahan dan konflik. Walaupun kadangkala perubahan yang terjadi bersifat
minor.
Tokoh
terkemuka teori konflik, yaitu Karl Mark.
2. Paradigma Definisi
Sosial
Paradigm
ini menekankan kenyataan sosial yang subyektif, tindakan individu. Paradigm ini
mengartikan sosiologi sebagai studi atau ilmu yang berusaha menafsirkan dan
memahami tindakan sosial, yaitu tindakan yang penuh arti dari seorang individu.
Beberapa teori yang bernaung di bawah paradigm ini adalah.
A.Teori Aksi
Teori
ini meletakan dasar bagi teori-teori
yang lebih berkembang kemudian, yakni teori interaksionisme simbolik dan fenomenologi. Asumsi dasari
teori aksi adalah bahwa;
@.Tindakan
manusia muncul dari kesadarannya sebagai subyek atau individu yang memiliki kesadaran.
@.Sebagai
subyek, manusia bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dan dalam
bertindak itu manusia menggunakan teknik, cara, prosedur, metode serta
perangkat yang cocok dan sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk
mencapai gelar sarjana, anda mengunakan metode atau cara study sebagaimana yang
ditawarkan oleh lembaga pendidikan.
@.Kelangsungan
tindakan manusia itu hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak bisa diubah oleh
diri sendirinya. Sebuah tindakan individu itu berlangsung terus sampai ada halangan serius yang membuat
individu tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
@.Individu
memiliki kemampuan memilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang akan, sedang
dan telah dilakukannya. Artinya tiap individu bisa menimbang, memikirkan dan
merancanakan tindakan yang akan dilakukannya. Misalnya apakah mahasiswa itu
akan melanjutkan sarjana filsafat, sementara masa depan tidak cerah?
@.
Pertimbangan-pertimbangan moral, ekonomi, sosial biasanya muncul pada saat
pengambilan keputusan.
Tokoh
terkemukan teori ini adalah Max Weber.
2.Teori
Interaksionnisme Simbolik
Teori
interaksi simbolik menyatakan bahwa individu atau manusia dalam berinteraksi
tidak Cuma memberi reaksi terhadap tingkah laku atau perbuatan individu lain,
melainkan terlebih dahulu menafsirkan atau member interpretasi sebelum
bertindak. Di sinilah letak perbedaan manusia/individu dengan hewan. Hewan
hanya memberi reaksi tanpa memberi interpretasi, tetapi manusia memberi reaksi
setelah itu menafsir arti atas tindakan atau aksi tersebut. Menurut teori ini
reaksi pada diri manusia atau individu itu terjadi melalui tiga tahap, yakni,
aksi, interpretasi dan reaksi.
Kelemahan teori
interaksionalisme simbolik
Kelamahan
teori ini adalah mengabaikan struktur sosial makro, seperti norma sosial,
hokum, institusi sosial karena terlalu terfokus pada interaksi sosial mikro,
yaitu hubungan antar pribadi.
Tokoh
terkemukan teori ini adalah Goerge Herbert Mead dan Herbert Blumer.
3.Teori
fenomenologi
Teori
ini berpendapat bahwa manusia atau individu bisa menciptakan dunia sosialnya
sendiri dengan memberikan arti kepada perbuatan-perbuatannya itu. Teori ini
muncul sebagai reaksi atas anggapan yang memandang bahwa manusia atau individu
dibentuk oleh kekuatan-kekuatan sosial yang mengitarinya. Untuk melakukan studi
fenomenologis orang harus tinggal dalam masyarakat yang bersangkutan agar ia
bisa menangkap arti fenomena sosial yang ada dalam masyarakat itu.
Tokoh
terkemuka teori ini adalah Alfred Schultz.
4.Etnometodologi
Entometodologi
adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha menangkap arti
dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau
perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun
implisit. Menurut teori ini seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti/makna
kepada apa yang dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog
adalah menemukan bagimana orang-orang atau anggotaa masyarakat membangun dunia
sosialnya sendiri dan mencoba menemukan bagaimana mereka memberi arti atau
makna kepada dunia sosialnya sendiri.
Misalnya
di Manggarai ada istilah Bisbalar dan Gegerta. Kedua ungkapan ini sering ditemukan dalam sebuah
perkawinan. ‘Bisbalar’ artinya bisa dibawa larikah! Dan jawaban dari
pemudi;”Gegerta’ artinya tunggu hinga
paagi hari. Arti ungkapan itu adalah bahwa pemudi mau di bawa lari tapi tunggu
hingga pagi tiba. Dalam tiap masyarakat memiliki peribahasa atau
ungkapan-ungkapan semacam ini yang harus ditemukan artinya oleh seorang
sosiolog.
Tokoh
terkemuka teori ini adalah Harold Garfinkel.
3.Paradigma
perilaku sosial
Paradigma
ini menyatakan bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan realistis ialah
perilaku manusia atau individu yang tampak dan kemungkinan perulangannya. Paradigm
ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara pribadi dan hubungan pribadi
dengan lingkungannya. Menurut paradigma ini tingkah laku seorang individu
mempunyai hubungan dengan lingkungan yang mempengaruhi dia dalam bertingkah
laku. Menurut teori ini tingkah laku manusia atau individu lebih ditentukan
oleh sesuatu diluar dirinya seperti norma-norma, nilai-nilai atau struktur
sosialnya. Jadi dalam hal ini individu atau actor kurang sekali memiliki
kebebasan. Teori yang bernaung dibawah paraigma ini adalah teori pertukaran dan
tokoh utamanya Goerge Hommas.
A.Teori
pertukaran nilai
Teori
ini berangkat dari asumsi dasar ‘do ut
des” artinya saya memberi supaya engkau juga memberi. Menurut Goerge Simmel
peletak toeri ini, semua kontak di antara manusia bertolak dari skema memberi
dan memdapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Pendukung teori ini merumuskan
ke dalam lima proposisi yang saling berhubungan satu sama lain.
@.
Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh
ganjaran atau upah atau manfaat, maka semakin sering orang tersebut akan
melakukan tindakan yang sama. Misalnya, seseorang akan meminta nasihat pada
seorang psikiatris, kalau ia merasa bahwa nasehat orang itu sangat berguna
baginya.
@.
Jika di masa lalu ada stimulus yang khusus atau satu perangkat stimulus yang
merupakan peristiwa di mana tindakan seseorang mempeoleh ganjaran, maka semakin
stimuli itu mirip dengan stimuli masa lalu, semakin besar kemungkinan orang itu
melakukan tindakan serupa. Contoh, seorang nelayan menebar jala di laut yang
dalam dan gelap dan menangkap banyak ikan, maka ia cenderung melakukan hal yang
sama kemudiannya.
@.
Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang melakukan
tindakan itu. Misalnya, apabila bantuan yang saya berikan kepada orang itu
bernilai, maka kemingkinan besar saya akan melakukan tindakan yang sama lagi.
Sebaliknya bila bantuan kurang bernilai, tidak mungkin diulangi lagi.
@.
Semakin sering seseorang menerima satu ganjaran dalam waktu yang berdekatan, maka
semakin kurang bernilai ganjaran tersebut. Di sini unsure waktu memainkan
peranan penting. Misalnya, apabila seseorang menerima pujian dari orang yang
sama dalam waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai pujian itu
baginya.
@.Bila
tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkan atau menerima
hukuman, maka ia menjadi marah atau kecewa.
Sebaliknya bila seseorang menerima ganjaran yang lebih besar dari apa yang ia harapkan,
maka ia merasa senang dan lebih besar kemungkinan ia melakukan perilaku yang
disenanginya.
Tokoh
utama dari teori ini adalah Goerge Simmel.
3.Masyarakt
3.1.Pengertian
Masyarakat
Menurut
Peter L Berger, masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan yang luas
sifatnya, yang terdiri dari berbagai sistem and subsistem seperti ekonomi,
politik, pendidikan, keluarga, kesehatan dan organisasi sosial lainnya. Di
antara sub sistem masyarakat itu sendiri terdapat jalinan relasi dengan
norma-norma dan peraturannya sendiri.
3.2.Teori-Teori
Tentang Masyarakat
Menurut
Gebhard and Jean Lenski, mereka melukiskan tipe-tipe masyarakat dengan
perubahannya dari kelompok masyarakat primitive sampai kepada masyarakat
industry. Menurut perubahannya itu, mereka membedakan masyarakat atas empat
tingkat, yaitu,
A.Masyarakat
pemburu and pengumpul hasil hutan.
Masyarakat
pemburu bersifat tidak menetap dan sering berpindah-pindah. Tugas berburu
dilakukan oleh laki-laki dan wanita bertugas memasak hasil buru dan
mengumpulkan umbi-umbian. Pemburu yang handal biasanya dikagumi oleh
masyarakat.
3. Kehidupan
Modern
3.1.Pengertian Kehidupan
Modern
Dalam
ilmu sosiologi, modernisasi dikaitkan dengan industrialisasi yang terjadi pada
akhir abad 18 di Eropa Barat. Para sosiolog berpendapat bahwa perubahan sosial
yang terjadi sejak revolusi industry dikenal sebagai proses modernisasi.
3.2. Ciri-Ciri Modernisasi
Peter
L Berger dalam karyanya berjudul Facing Up to Modernity menyebut empat ciri
utama dari modernisasi, yaitu.
@.
Berkurangnya kelompok-kelompok masyarakat tradisional yang berskala kecil. Menurutnya,
salah satu kekhasan dari modernisasi ialah melemahnya kelompok masyarakat
tradisional yang biasanya memiliki solidaritas tinggi antara anggota-anggota,
setiap orang mengenal baik satu sama lain dan hidup secara gotong royong.
@.Masyarakat
modern memiliki banyak pilihan. Dalam masyarakat tradisional, kehidupan orang
banyak dikontrol oleh kekuatan dan kepercayaan supranatural. Sementara dalam
masyarakat modern, kehidupan orang tidak harus terikat pada kepercayaan
tradisional, indivualisasi sangat tinggi dan orang bebas untuk memilih.
@.
Masyarakat modern memiliki pola-pola kepercayaan dan norma yang beragam. Dalam
masyarakat tradisional, orang sangat terikat pada satu kepercayaan dan
norma-norma tradisisonal yang mengekang yang mengatur kehidupan masyarakat.
Dalam masyarakat modern, orang bebas memilih kepercayaan dan norma-norma yang
ia kehendaki. Orang tidak terikat pada satu pilihan saja, tetapi ada banyak
pilihan.
@.Masyarakat
berorientasi pada masa depan dan memiliki kesadaran akan waktu yang tinggi.
Menurut Peter L Berger, waktu menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi
masyarakat modern. Orang modern memiliki kesadarn yang tinggi berpikir untuk
masa depan dari pada masa lampau. Sementara masyarakat tradisional sangat
memperhatikan masa lampau sebagai pedoman tingkah laku untuk masa sekarang.
Karena itu tak heran orang modern member istilah pada waktu, “waktu adalah
uang, time is money.”
@.Masyarakat
modern bekerja menggunakan teknologi. Tidak pada masyarakat tradisonal, orang
bekerja lebih banyak mengandal tangan dan
kekuatan fisik serta tenaga hewan untuk memproduksi hasil bumi.
Sementara masyarakat modern, orang lebih banyak menghandal teknologi dan
pikiran untuk menggandakan hasil bumi maupun produksi. Sebagai contoh, masyarakat
modern menggunakan traktor untuk membajak sawah dan menggunakan computer untuk
menghitung hasil bumi.
3.3. Kehidupan Modern
Menurut Para Sosiolog
A. Ferdinand
Toennies
Untuk
menjelaskan kehidupan modern, Ferdinand Toennies menggunakan istilah Gemeinsschaft dan Gesselschaft. Ia Menggunakan istilah Gemeinsschaft untuk menjelaskan ciri-ciri masyarakat tradisional,
di mana solidaritas masyarakat sangat tinggi, ikatan kekeluargaan sangat
penting dan norma-norma hidup bersama masih sangat dijunjung tinggi.
Kebersamaan sangat tinggi dan orang memecahkan suatu masalah secara
bersama-sama. Hal ini berbeda dengan masyarakat industri yang disebutnya Gesselschaft, di mana orang lebih
mementingkan kehidupan individu, ikatan kekeluargaan menjadi lemah, rasa
solidaritas antara anggota masyarakat berkurang dan orang lebih cenderung egois
atau individual dan tidak peduli pada kelompok, orang kurang mempercayai suatu
kelompok dan mengandalkan kekuatan individu. Tiap individu lebih mementingkan
efesiensi, efektifas kerja, keuntungan and spesialisasi dalam kerja.
B. Emile Durhkeim
Durkheim
membedakan masyarakat atas dua, yakni masyarakat dengan solidaritas mekanik,
yaitu masyarakat yang ditandai oleh ikatan sosial yang didasarkan pada persepsi
bahwa mereka adalah sama dan memiliki rasa kebersamaan yang kuat. Dalam
masyarakat ini, orang sering terlibat dalam kegiatan bersama dan menghayati
pola hidup dan kebudayaan yang sama. Masyarakat jenis ini terjadi pada
masyarakat pra-industri. Norma-norma dan nilai-nilai di dalam kehidupan bersama
dihayati dan dipegang serta dipelihara oleh tiap-tiap anggota.
Dan kesatuan pada
anggota-anggota masyarakat semacam ini lebih bersifat mekanik dan otomatis.
Kedua masyarakat dengan solidaritas organik,
yaitu masyarakat yang ditandai oleh sikap salingketergantungan antara
orang-orang yang terlibat di dalam kegiatan yang terspesialisasi. Dengan kata
lain, pembagian kerja di dalam masyarakat industri menyebabkan
individu-individu yang terlibat hanya dalam salah satu kegiatan dan kebutuhan
pada bidang lain dikerjakan oleh kelompok spesialisasi lainnya. Misalnya, buruh
pabrik sepeda motor bergantung pada orang lain yang memenuhi kebutuhan pangan
dan sandang mereka. Menurut Durkheim, ketergantungan timbal balik secara
ekonomis menyebabkan setiap orang membutuhkan satu sama lain, tetapi sebatas
ketergantungan secara ekonomis saja, mereka bisa berbeda pendapat soal
moralitas dan kepercayaan. Dan mereka menganut pola hidup dan kebudayaan yang
bertentangan satu sama lain dan ketergantungan
secara ekonomis ini bisa berbahaya karena norma-norma dan nilai-nilai hidup
bersama tidak jalan dan sangat lemah dan orang kehilangan orientasi atau arah
di dalam kehidupan keadaan semacam ini disebut Durkheim sebagai keadaan Anomie.
Anomie yaitu suatu keadaan di mana norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat
menjadi sangat lemah sehingga orang kehilangan orientasi dan pegangan hidup.
Keadaan terburuk ini dapat membuat orang melakukan bunuh diri.
C. Max Weber
Menurut
Max Weber, kehidupan modern ditandai oleh melemahnya pola-pola kehidupan
tradisional and berkembangnya rasionalitas. Masyarakat modern lebih menggunakan
perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang paling efektif and efisien
untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, masyarakat modern lebih percaya pada
perhitungan rasional, yang masuk akal dari pada percaya pada nasib atau campur
tangan ilahi. Salah satu contoh dari sistem-sistem rasional itu adalah
munculnya birokasi and institusi-institusi masyarakat, akan tetapi walaupun
masyarakat modern menciptakan banyak kemudahan di dalam kehidupan, menurut
Weber, masyarakat modern tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan
fundamental tentang makna dan tujuan kehidupan manusia. Dalam hal ini, agama
walaupun sering dipandang kurang rasional masih mempunyai arti bagi kehidupan manusia,
karena agama dapat memberikan makna dan arti kehidupan bagi manusia. Kalau
Durkheim mencemaskan bahwa masyarakat modern akan semakin jatuh ke dalam
anomie, maka Max Weber mencemaskan bahwa rasionalisasi khususnya dalam
organisasi-organisasi formal, akan menciptakan dehumanisasi ketika manusia
semakin banyak diatur oleh organisasi birokratis yang impersonal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar